Sabtu, 18 Februari 2012
Ummu Sulaim, si Cerdasyang Dijamin Surga
Dialah Sumayyah binti Khayyat,
hamba sahaya dari Abu
Hudzaifah bin Mughiroh. Beliau
dinikahi oleh Yasir, seorang
pendatang yang kemudian
menetap di Mekkah sehingga
tidak ada kabilah yang dapat
membela, menolak dan
mencegah kezaliman atas
dirinya, karena dia hidup
sebatang kara. Posisinya menjadi
sulit dibawah naungan aturan
yang berlaku pada masa
Jahiliyah.
Begitulah Yasir mendapatkan
dirinya menyerahkan
perlindungannya kepada Bani
Makhzum. Beliau hidup dalam
kekuasaan Abu Huzaifah. Dia
akhirnya dinikahkan dengan
budak wanita bernama
Sumayyah, tokoh yang kita
bicarakan ini. Beliau hidup
bersamanya dalam suasana
yang tenteram. Tidak berselang
lama dari pernikahan tersebut,
merekapun dikaruniai dua orang
anak, yaitu ‘Ammar dan
Ubaidullah
Tatkala ‘Ammar hampir
menjelang dewasa dan
sempurna sebagai seorang laki-
laki beliau mendengar agama
baru yang didakwahkan oleh
Muhammad bin Abdullah
shallallâhu ‘alaihi wa sallam
kepada beliau. Maka berfikirlah
‘Ammar bin Yasir sebagaimana
yang difikirkan oleh penduduk
Mekkah, sehingga kesungguhan
beliau di dalam berfikir dan
lurusnya fitrah beliau,
menggiringnya untuk memeluk
Dienul Islam.
‘Ammar kembali ke rumah dan
menemui kedua orang tuanya
dalam keadaan merasakan
lezatnya iman yang telah terpatri
dalam jiwanya.
Beliau menceritakan kejadian
yang beliau alami hingga
pertemuannya dengan
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa
sallam, kemudian menawarkan
kepada keduanya untuk
mengikuti dakwah yang baru
tersebut. Ternyata Yasir dan
Sumayyah menyahut dakwah
yang penuh berkah tersebut dan
bahkan mengumumkan
keislamannya sehingga
Sumayyah menjadi orang
ketujuh yang masuk Islam.
Dari sinilah dimulai sejarah yang
agung bagi Sumayyah yang
bertepatan dengan permulaan
dakwah Islam dan sejak fajar
terbit untuk pertama kalinya.
Bani Makhzum mengetahui akan
hal itu, karena ‘Ammar dan
keluarganya tidak memungkiri
bahwa mereka telah masuk Islam
bahkan mengumumkan
keislamannya dengan kuat
sehingga orang-orang kafir
menyikapinya dengan
menentang dan memusuhi
mereka.
Bani Makhzum segera
menangkap keluarga Yasir dan
menyiksa mereka dengan
bermacam-macam siksaan agar
mereka keluar dari dien mereka.
Mereka memaksa dengan cara
menyeret mereka ke padang
pasir tatkala cuaca sangat panas
dan menyengat. Mereka
membuang Sumayyah ke sebuah
tempat dan menaburinya
dengan pasir yang sangat panas,
kemudian meletakkan diatas
dadanya sebongkah batu yang
berat, akan tetapi tiada
terdengar rintihan ataupun
ratapan melainkan ucapan
Ahad….Ahad…., beliau ulang-
ulang kata tersebut sebagaimana
yang diucapkan juga oleh Yasir,
‘Ammar dan Bilal.
Suatu ketika Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa sallam
menyaksikan keluarga muslim
tersebut yang tengah tersiksa
secara kejam, maka beliau
menengadahkan tangannya ke
langit dan berseru :
“Bersabarlah keluarga Yasir
karena sesungguhnya tempat
kembali kalian adalah surga”
Sumayyah mendengar seruan
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa
sallam, maka beliau bertambah
tegar dan optimis dengan
kewibawaan imannya. Dia
mengulang-ulang dengan berani:
“Aku bersaksi bahwa engkau
adalah Rasulullah dan aku
bersaksi bahwa janjimu adalah
benar”.
Sehingga bagi beliau kematian
adalah sesuatu yang sepele
dalam rangka memperjuangkan
aqidahnya. Di hatinya telah
dipenuhi kebesaran Allah ‘Azza
wa Jalla, maka dia menganggap
kecil setiap siksaan yang
dilakukan oleh para Thaghut
yang zhalim, yang mana mereka
tidak kuasa menggeser
keimanan dan keyakinannya
sekalipun hanya satu langkah
semut.
Sementara Yasir telah mengambil
keputusan sebagaimana yang
dia lihat dan dia dengar dari
istrinya. Sumayyah pun telah
mematrikan dalam dirinya untuk
bersama-sama dengan suaminya
meraih kesuksesan yang telah
dijanjikan oleh Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Tatkala para Thaghut telah
berputus asa mendengar ucapan
yang senantiasa diulang-ulang
oleh Sumayyah maka musuh
Allah, Abu jahal melampiaskan
keberangannya kepada
Sumayyah dengan
menusukkannya sangkur yang
berada dalam genggamannya ke
tubuhnya. Maka terbanglah
nyawa beliau dari raganya yang
beriman dan bersih. Dan beliau
adalah wanita pertama yang
syahid dalam Islam. Beliau gugur
setelah memberikan contoh
yang baik dan mulia bagi kita
dalam hal keberanian dan
keimanan, yang mana beliau
telah mengerahkan segala apa
yang beliau miliki, dan
menganggap remeh kematian
dalam rangka memperjuangkan
imannya. Beliau telah
mengorbankan nyawanya yang
mahal dalam rangka meraih
keridhaan Rabb-nya. “Dan
mendermakan jiwa adalah
puncak tertinggi dari
kedermawanan”