Selasa, 21 Februari 2012

Penyakit Hati

Setiap manusia tentu memiliki hati. Hati inilah yang mempengaruhi tabiat dan sifat seseorang. Apabila hati ini baik, maka manusia tersebut akan memiliki sifat yang terpuji. Namun jika hati yang dimiliki seorang manusia telah penuh dengan niat jahat, dapat dipastikan bahwa tingkah laku orang tersebut tidak akan jauh dari tindakan yang merugikan orang lain. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Muhammad saw: “Ketahuilah, sesungguhnya pada setiap jasad ada sekerat daging, apabila dia baik maka baik seluruh anggota jasad, apabila dia jelek maka jelek semua anggota jasad, ketahuilah dialah hati.” (HR. Bukhori)

Perubahan sifat yang ada dalam hati ini terjadi dengan sangat cepat. Semua itu terjadi semata karena kekuasaan yang dimilii Allah SWT. Dia-lah yang membolak-balikkan hati manusia sesuai dengan kehendak-Nya. Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut: “Dinamakan hati (al-qolbu) karena cepatnya berubah.”(HR. Ahmad) “Perumpamaan hati adalah seperti sebuah bulu di tanah lapang yang diubah oleh hembusan angin dalam keadaan terbalik.” (HR. Ibnu Abi Ashim) “Sesungguhnya hati-hati anak Adam berada di antara dua jari- jari Alloh layaknya satu hati, Dia mengubah menurut kehendak- Nya.” (HR. Muslim) “Ya Allah, Dzat yang membolak- balikkan hati, condongkanlah hati kami untuk selalu taat kepada-Mu.” (HR. Muslim) Macam-macam penyakit hati : Begitu signifikan peran hati, Rasulullah SAW pun begitu memperhatikan urgensinya. Bukan hanya karena signifikannya dalam realisasi ritual keagamaan yang merupakan suatu komulasi dari ungkapan lisan, keyakinan hati dan implementasi pergerakan tubuh, tetapi karena hati juga sangat dominan dalam memproduksi jati diri seseorang, yang kemungkinan akan teraplikasi menjadi cermin identitas diri. Hati adalah tempat ilmu dan pengetahuan, hati yang baik akan selalu bertakwa dan khusyu kepada Allah, lemah lembut terhadap sesama.

Dan bahwa ketakwaan adalah merupakan sumber kehidupan hati.

1. Dengki Dengki merupakan salah satu penyakit hati yang mesti dihindari. Dari banyak referensi, dituliskan bahwa dengki merujuk kepada kebencian dan kemarahan yang timbul akibat perasaan cemburu atau iri hati yang amat sangat. Ia amat dekat (berhubungan) dengan unsur jahat, tidak berkenan, benci dan perasaan dendam yang terpendam. Dengki pada hakekatnya berkorelasi dengan konstelasi pribadi seseorang yang berhubungan dengan usaha untuk memuaskan diri sendiri, senang melihat orang lain di timpa kesusahan dan susah melihat orang lain mendapat nikmat. Pada dasarnya pendengki akhlaknya sangat buruk sekali, pikiranya kotor serta selalu mencari kesalahan orang lain dengan berbagai macam cara. Namun, sejauh mana seseorang dalam eksistensinya telah mencapai apa yang di inginkanya. Jika seseorang telah mencapai keadaan itu, ia tak mudah memperoleh rangsangan yang mudah membangkitkan dan untuk memperoleh keinginan dari luar, atau ingin memiliki sesuatu yang dimiliki orang lain. Eksistensi pribadi yang rapuh & goyah menyebabkan mudah timbulnya berbagai keinginan untuk menyamai, melebihi, atau bahkan menguasai orang lain dengan maksud menentramkan dan memakmurkan dirinya sendiri yang biasanya berhubungan dengan sistim kebutuhan/materi maupun dalam hal pangkat dan jabatan. Allah SWT berfirman: “Katakanlah, aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai sebuah dari kejahatan makhluk Nya,” kemudian Dia berfirman, “Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”. (Al- Falaq(113): 1, 2 dan 5). Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Ada tiga hal yang menjadi akar semua dosa. Jagalah dirimu dan waspadalah terhadap ketiganya. Waspadalah terhadap kesombongan, sebab kesombongan telah menjadikan iblis menolak bersujud kepada Adam. Waspadalah terhadap kerakusan, sebab kerakusan telah menyebabkan Adam memakan buah dari pohon terlarang. Dan jagalah dirimu dari dengki, sebab dengki telah menyebabkan salah seorang anak Adam membunuh saudaranya.” (HR Ibnu Asakir). Rasulullah saw. bersabda, “Hindarilah dengki karena dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu bakar.” (Abu Daud). Tingkat-tingkat dengki: 1. Mengharap hilangnya kenikmatan orang lain supaya kebahagiaan yang diperoleh orang lain tadi hilang.

2. Mengharap supaya kenikmatan orang lain itu pindah kepadanya. 3. Dengki sebab mali bila menderita kekalahan. Sebab-sebab yang menimbulkan dengki:
1. Karena permusuhan.
2. Takabur karena merasa dirinya lebih besar.
3. Kahawatir tidak memperoleh anugerah Tuhan.
4. Adanya hati yang jahat, iri, dan segala macamnya. 2. Iri Hati Iri hati adalah suatu sifat yang tidak senang akan rizki / rejeki dan nikmat yang didapat oleh orang lain dan cenderung berusaha untuk menyainginya. Iri hati yang diperbolehkan dalam ajaran islam adalah iri dalam hal berbuat kebajikan, seperti iri untuk menjadi pintar agar dapat menyebarkan ilmunya di kemudian hari. Atau iri untuk membelanjakan harta di jalan kebenaran. Saat ini, kesenjangan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat dapat memicu terciptanya iri hati pada tiap manusia. Dalam Islam, iri hati merupakan salah satu penyakit hati yang dibenci dan dilarang Allah.

Seperti halnya ayat yang terdapat di dalam Al-Qur’an berikut ini: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisaa’ ayat:32). Agar tidak tercipta kesenjangan ini kita disuruh Allah agar terus berusaha dengan maksimal dan diiringi dengan berdo’a hanya kepada Allah agar usaha kita mendapatkan karunianya. Iri hati selalu mengarahkan kepada seseorang agar melakukan tindakan yang buruk, misalnya: merasa dirinya paling hebat, ingin memiliki harta orang lain dan bahkan mengajak untuk membunuhnya. Rassullullah menceritakan kepada para sahabatnya tentang iri hati, Rasul menyatakan tiga manusia hidupnya akan celaka dunia akhirat yakni : takabur, iri hati, dan keserakahan. Takabur yang dilakukan Iblis laknatullah, Allah mengusirnya dari jannah karena sombongnya. Seperti yang tertera dalam Alqur’an surat Al-Baqarah ayat 34: Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. Iri hati yang dilakukan Qabil dan Habil yang merupakan anak nabi Adam As, yang satu mendapatkan nikmat dari allah dengan diterima kurbannya sedangkan yang satu kurbannya tidak diterima Allah. Mereka saling membunuh karena rasa iri hati. Seperti yang ada di Alquran Surat Al-Maidah ayat 26: “Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Kabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Kabil). Ia berkata (Kabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. Keserakan yang dilakukan Adam as karena iri hati Iblis laknatullah sehingga menghasut Adam As. Allah turunkan ke turunkan ke bumi. Dipercepat turun ke bumi karena memiliki keserakahan dalam hatinya. Adam dibujuk rayu oleh Iblis agar makan buah kuldi agar memiliki kerajaan yang tidak pernah berakhir ( hidup abadi) di surganya Allah. Al-Baqarah ayat 36 : Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: “Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan”.

3. Hasut Berbagai prasangka buruk terhadap orang lain sering kali bersemayam di hati kita. Sebagian besarnya, tuduhan itu tidak dibangun di atas tanda atau bukti yang cukup. Sehingga yang terjadi adalah asal tuduh kepada saudaranya. Buruk sangka kepada orang lain atau yang dalam bahasa Arabnya disebut su`u zhan mungkin biasa atau bahkan sering hinggap di hati kita. Berbagai prasangka terlintas di pikiran kita, si A begini, si B begitu, si C demikian, si D demikian dan demikian. Yang parahnya, terkadang persangkaan kita tiada berdasar dan tidak beralasan. Memang semata-mata sifat kita suka curiga dan penuh sangka kepada orang lain, lalu kita membiarkan zhan tersebut bersemayam di dalam hati. Bahkan kita membicarakan serta menyampaikannya kepada orang lain.

Padahal su`u zhan kepada sesama kaum muslimin tanpa ada alasan/bukti merupakan perkara yang terlarang. Firman Allah Swt: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa.” (Al-Hujurat: 12) Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk menjauhi kebanyakan dari prasangka dan tidak mengatakan agar kita menjauhi semua prasangka. Karena memang prasangka yang dibangun di atas suatu qarinah (tanda-tanda yang menunjukkan ke arah tersebut) tidaklah terlarang. Hal itu merupakan tabiat manusia. Bila ia mendapatkan qarinah yang kuat maka timbullah zhannya, apakah zhan yang baik ataupun yang tidak baik. Yang namanya manusia memang mau tidak mau akan tunduk menuruti qarinah yang ada.

Yang seperti ini tidak apa-apa. Yang terlarang adalah berprasangka semata-mata tanpa ada qarinah. Inilah zhan yang diperingatkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dinyatakan oleh beliau sebagai pembicaraan yang paling dusta. (Syarhu Riyadhis Shalihin, 3/191)
4. Fitnah e Fitnah lebih kejam dari pembunuhan adalah suatu kegiatan menjelek-jelekkan, menodai, merusak, menipu, membohongi seseorang agar menimbulkan permusuhan sehingga dapat berkembang menjadi tindak kriminal pada orang lain tanpa bukti yang kuat.a, maka berusahalah Ayat yang menjelaskan bahwa fitnah menyesatkan orang yang tidak hati-hati : Kelak engkau akan melihat, dan orang-orang yang mendustaimupun akan menyaksikan, siapa yang gila di antara kalian. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang sesat dari jalanNya, dan lebih mengetahui pula orang-orang yang diberi pimpinan. (QS:Al-Qalam:5-7 ) Sikap positif yang seseorang ambil ketika terjadi fitnah adalah cara untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Fitnah adalah jalan yang dengan jalan itu orang beriman menunjukkan ketekunan dan komitmen mereka untuk mencapai kematangan.Sebetulnya fitnah memiliki arti lebih dari pada “ujian”. Kata fitnah diartikan sebagai segala tindakan dan perbuatan yang menyesatkan manusia.

Al-Qur’an merujuk orang munafik sebagai “penyebab fitnah”. Allah memberitahu kita bahwa orang munafik melakukan banyak jenis fitnah; mereka berencana melawan para Rasul dan pengikutnya dengan mencoba mencegah orang beriman dari ikut perang sehingga kehilangan pendirian.Orang munafik seringkali menyalah-artikan ayat serta mengubah pemahaman ayat, dan mau menurut ketika mereka anggap ayat tersebut menguntungkan. Sebaliknya orang beriman menunjukkan sikap yang sama sekali berbeda, mereka tunduk dalam keadaan apapun. Sifat dasar orang munafik adalah kegemaran mereka memfitnah. Memecah belah persatuan orang beriman adalah fitnah dan juga dosa besar. Beberapa ayat menyatakan bahwa orang munafik suka sekali melakukan hal ini. Berikut beberapa ayat yang menyatakan sifat yang munafik: “Kalaupun mereka berangkat juga bersama-sama denganmu, maka mereka hanyalah akan menambah beban kesusahan belaka kepadamu, dan mereka akan menyusup ke celah-celah barisanmu untuk menyebarkan kekacauan, lagi pula di dalam barisanmu ada orang-orang yang lemah iman yang senang mendengarkan hasutan mereka. Dan Allah Maha Mengetahui akan segala tingkah laku orang-orang yang zalim”.(QS: At-Taubah:47) Fitnah akan merajalela di muka bumi kecuali jika orang beriman saling melindungi satu sama lain: “Adapun orang-orang yang kafir, mereka bersetia kawan terhadap sesamanya dalam menghadapi kaum mu’min.

Jika kamu tidak menggalang kesetia- kawanan pula seperti mereka, akan terjadilah kekacauan dan kerusakan yang besar di muka bumi ini.”(QS:Al-Anfal:73) Di dalam Al-Qur’an Allah memberitahu kita bagaimana seseorang menjadi tersesat. Yaitu ketika seseorang lebih senang mengikuti nafsu pribadi terhadap dunia ketimbang mencari keridhaan Allah. Dalam keadaan seperti itu, dia akan menunjukkan sikap masa bodoh terhadap Allah dan umat Islam.
1. Khianat Khianat adalah sikap tidak bertanggungjawab atau mangkir atas amanat atau kepercayaan yang telah dilimpahkan kepadanya. Khianat biasanya disertai bohong dengan mengobral janji. Khianat adalah ciri-ciri orang munafik. Orang yang telah berkhianat akan dibenci orang disekitarnya dan kemungkinan besar tidak akan dipercaya lagi untuk mengemban suatu tanggung jawab di kemudian hari. Kejujuran adalah akhlak yang tinggi, pondasi segala keutamaan, dengannyalah roda kehidupan akan lurus dan berjalan dengan lancar, sungguh kejujuran akan mengangkat derajat pelakunya disisi Alloh subhanahu wa ta’ala dan di tengah-tengah manusia, maka dengan itu Alloh memerintahkan untuk bersama dengan orang- orang jujur. Allah SWT berfirman (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (Q.S. At- Taubah :119).

Jika kejujuran sebagai pondasi segala keutamaan, maka kedustaan adalah pondasi segala kerusakan, bangunan kehidupan akan hancur dan berantakan karenanya, si pelakunya pun terhina di hadapan Allah SWT dan di mata manusia. Tidak sedikit di dalam Al-Qur’an ayat-ayat yang mengandung ancaman keras terhadap kedustaan, seperti Firman Allah SWT (yang artinya), “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ‘ini halal dan ini haram’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Alloh. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Alloh tiadalah beruntung, (itu adalah) kesenangan yang sedikit dan bagi mereka azab yang pedih” (Q.S. An-Nahl : 116-117). Nabi SAW mengatakan bahwa kedustaan menghantarkan kepada kedurhakaan, sedangkan kedurhakaan tempatnya di neraka.

Template by:
Free Blog Templates