Senin, 28 Mei 2012

WANITA MUSLIMAH

Senyum terukir berbalut zikir
Wajah merona dalam berhias wudhu
Pesona terpancar dalam fikir
Terhias sebulir cahaya tawadhu
Indah pribadi berhiaskan kesantunan

Berbalut iman dan kesahajaan
Bermahkotakan kemuliaan Beralaskan kebajikan
Diri terjaga dalam pergaulan
Bertutur kata indah dan berkesan
Tiada ucapan selain kebijaksanaan
Tiada tindakan selain kebajikan

Hari-hari dihiasi dengan syukur
Melangkah kaki tuju sebuah cita Ikhlas berkarya
berpakaian sabar Dalam sebuah pengabdian pada- Nya
Malam hari diterangi dengan penghambaan Air mata tertumpah teringat dosa

Tersungkur diri memohon ampunan Dalam sujud panjang kehadirat- Nya

Selasa, 22 Mei 2012

5 KEGELAPAN dan 5 PELITA

keyword-
images5
KEGELAPAN dan 5 PELITA Sahabat Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash- Shiddiq, berkata, "Kegelapan itu ada lima dan pelitanya pun ada lima. Jika tidak waspada, lima kegelapan itu akan menyesatkan dan memerosokkan kita ke dalam panasnya api neraka. Tetapi, barangsiapa teguh memegang lima pelita itu maka ia akan di dunia dan akhirat." ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀

Kegelapan pertama adalah cinta dunia (hubb al-dunya). Rasulullah bersabda,"Cinta dunia adalah biang segala kesalahan."(HR Baihaqi). Manusia yang berorientasi duniawi, ia akan melegalkan segala cara untuk meraih keinginannya. Untuk memeranginya, Abu Bakar memberikan pelita berupa takwa. Dengan takwa, manusia lebih tararah secara positif menuju jalan Allah, yakni jalan kebenaran. ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀

Kedua, berbuat dosa. Kegelapan ini akan tercerahkan oleh taubat nashuha (tobat yang sungguh-sungguh). Rasulullah bersabda,"Sesungguhnya bila seorang hamba melakukan dosa satu kali, di dalam hatinya timbul satu titik noda. Apabila ia berhenti dari berbuat dosa dan memohon ampun serta bertobat, maka bersihlah hatinya. Jika ia kembali berbuat dosa, bertambah hitamlah titik nodanya itu sampai memenuhi hatinya."(HR Ahmad) inilah al-roon (penutup hati) sebagaiman disebutkan dalam Qs Al-Muthaffifin (83) ayat 14. ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀

ketiga, kegelapan kubur akan benderang dengan adanya siraj (lampu penerang) berupa bacaan Laa ilaaha illallah, Muhammad Rasulullah. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,"Barangsiapa membaca dengan ikhlas kalimat Laa illaha illallah, ia akan masuk surga." para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa wujud keikhlasannya ?" Beliau menjawab, "Kalimat tersebut dapat mencegah dari segala sesuatu yang diharamkan Allah kepada kalian." ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀

keempat, alam akhirat sangatlah gelap. Untuk meneranginya, manusia harus memperbanyak amal shaleh. QS Al-Bayyinah (98) ayat 7-8 menyebutkan, orang yangberamal shaleh adalah sebaik- baik makhluk, dan balasan bagi mereka adalah surga 'Adn. Mereka kekal didalamnya. ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀

kegelapan kelima adalah shirath (jembatan penyeberangan di atas neraka) dan yaqin adalah peneranganya. Yaitu, meyakini dan membenarkan dengan sepenuh nati segala hal yang ghaib, termasuk kehidupan setelah mati. Dengan keyakinan itu, kita akan lebih aktif mempersiapkan bekal sebanyak mungkin menuju alam abadi (akhirat). ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀ ✿ ❀

Demikianlah lima wasiat Abu Bakar. Semoga kita termasuk pemegang kuat lima pelita itu, sehingga menyibak kegelapan dan menghantarkan kita ke kebahagiaan abadi di surga. Aamiin.

Wanita yang Aduannya Didengar Allah dari Langit Ketujuh

Penyusun: Ummu Sufyan

Beliau adalah Khaulah binti Tsa’labah bin Ashram bin Fahar bin Tsa’labah Ghanam bin Auf. Suaminya adalah saudara dari Ubadah bin Shamit, yaitu Aus bin Shamit bin Qais. Aus bin Shamit bin Qais termasuk sahabat Rasulullah yang selalu mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam peperangan, termasuk perang Badar dan perang Uhud.

Anak mereka bernama Rabi’. Suatu hari, Khaulah binti Tsa’labah mendapati suaminya sedang menghadapi suatu masalah. Masalah tersebut kemudian memicu kemarahannya terhadap Khaulah, sehingga dari mulut Aus terucap perkataan, “Bagiku, engkau ini seperti punggung ibuku.” Kemudian Aus keluar dan duduk-duduk bersama orang- orang. Beberapa lama kemudian Aus masuk rumah dan ‘menginginkan’ Khaulah. Akan tetapi kesadaran hati dan kehalusan perasaan Khaulah membuatnya menolak hingga jelas hukum Allah terhadap kejadian yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah islam (yaitu dhihaar). Khaulah berkata, “Tidak… jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku karena engkau telah mengatakan sesuatu yang telah engkau ucapkan terhadapku sampai Allah dan Rasul-Nya memutuskan hukum tentang peristiwa yang menimpa kita.” Kemudian Khaulah keluar menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta fatwa dan berdialog tentang peristiwa tersebut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan dengan urusanmu tersebut… aku tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya.” Sesudah itu Khaulah senantiasa mengangkat kedua tangannya ke langit sedangkan di hatinya tersimpan kesedihan dan kesusahan. Beliau berdo’a, “Ya Allah sesungguhnya aku mengadu tentang peristiwa yang menimpa diriku.” Tiada henti-hentinya wanita ini ini berdo’a hingga suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pingsan sebagaimana biasanya beliau pingsan tatkala menerima wahyu.

Kemudian setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sadar, beliau bersabda, “Wahai Khaulah, sungguh Allah telah menurunkan ayat Al-Qur’an tentang dirimu dan suamimu.” kemudian beliau membaca firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat…..” sampai firman Allah: “Dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang pedih.” (QS. Al- Mujadalah:1-4) Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarah dhihaar, yaitu memerdekakan budak, jika tidak mampu memerdekakan budak maka berpuasa dua bulan berturut-turut atau jika masih tidak mampu berpuasa maka memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin. Inilah wanita mukminah yang dididik oleh islam, wanita yang telah menghentikan khalifah Umar bin Khaththab saat berjalan untuk memberikan wejangan dan nasehat kepadanya. Dalam sebuah riwayat, Umar berkata, “Demi Allah seandainya beliau tidak menyudahi nasehatnya kepadaku hingga malam hari maka aku tidak akan menyudahinya sehingga beliau selesaikan apa yang dia kehendaki, kecuali jika telah datang waktu shalat maka saya akan mengerjakan shalat kemudian kembali untuk mendengarkannya hingga selesai keperluannya.” Alangkah bagusnya akhlaq Khaulah, beliau berdiri di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berdialog untuk meminta fatwa, adapun istighatsah dan mengadu tidak ditujukan melainkan hanya kepada Allah Ta’ala.

Beliau berdo’a tak henti-hentinya dengan penuh harap, penuh dengan kesedihan dan kesusahan serta penyesalan yang mendalam. Sehingga do’anya didengar Allah dari langit ketujuh. Allah berfirman yang artinya, “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku- perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah (berdo’a) kepada–Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Mu’min: 60) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda yang artinya, “Sesungguhnya Rabb kalian Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi itu Maha Malu lagi Maha Mulia, Dia malu terhadap hamba- Nya jika hamba-Nya mengangkat kedua tangannya kepada-Nya untuk mengembalikan keduanya dalam keadaan kosong (tidak dikabulkan).” (HR. Abu Dawud, At- Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Hikmah Tidak setiap do’a langsung dikabulkan oleh Allah. Ada faktor-faktor yang menyebabkan do’a dikabulkan serta adab-adab dalam berdo’a, diantaranya:
1. Ikhlash karena Allah semata adalah syarat yang paling utama dan pertama, sebagaimana firman Allah yang artinya, “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (QS. Al-Mu’min: 14)
2. Mengawali do’a dengan pujian dan sanjungan kepada Allah, diikuti dengan bacaan shalawat atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diakhiri dengan shalawat lalu tahmid.
3. Bersungguh-sungguh dalam memanjatkan do’a serta yakin akan dikabulkan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Khaulah binti Tsa’labah radhiyallahu ‘anha.
4. Mendesak dengan penuh kerendahan dalam berdo’a, tidak terburu-buru serta khusyu’ dalam berdo’a.
5. Tidak boleh berdo’a dan memohon sesuatu kecuali hanya kepada Allah semata.
6. Serta hal-hal lain yang sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Selain hal-hal di atas, agar do’a kita terkabul maka hendaknya kita perhatikan waktu, keadaan, dan tempat ketika kita berdo’a. Disyari’atkan untuk berdo’a pada waktu, keadaan dan tempat yang mustajab untuk berdo’a. Ketiga hal tersebut merupakan faktor yang penting bagi terkabulnya do’a. Diantara waktu-waktu yang mustajab tersebut adalah:
1. Malam Lailatul qadar.
2. Pertengahan malam terakhir, ketika tinggal sepertiga malam yang akhir.
3. Akhir setiap shalat wajib sebelum salam.
4. Waktu di antara adzan dan iqomah.
5. Pada saat turun hujan.
6. Serta waktu, keadaan, dan tempat lainnya yang telah diberitakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah memberikan kita taufiq agar kita semakin bersemangat dan memperbanyak do’a kepada Allah atas segala hajat dan masalah kita. Saudariku, jangan sekali pun kita berdo’a kepada selain-Nya karena tiada Dzat yang berhak untuk diibadahi selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan janganlah kita berputus asa ketika do’a kita belum dikabulkan oleh Allah. Wallahu Ta’ala a’lam. Maraji’: 1. Wanita-wanita Teladan di Masa Rasulullah


(Pustaka At-Tibyan) 2. Do’a dan Wirid (Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawaz – Pustaka Imam Syafi’i) *** Artikel www.muslimah.or.id

Senin, 21 Mei 2012

Wanita Solehah


Wanita (Istri) Sholehah Membicarakan hakekat dari sebuah kata “Sholehah” yang terbersit dalam benak setiap orang diidentikan dengan sebuah gambaran tentang sesuatu kesempurnaan, keteladanan, serta sesuatu yang dapat selalu menyejukkan hati bagi setiap insan manusia kala berada di samping/sekelilingnya. Ia adalah sebuah kata yang mudah diucapkan, namun tidak semudah pula untuk mewujudkannya. Ada begitu banyak penafsiran yang bisa kita definisikan dari sebuah kata “wanita; dan juga wanita sholehah”. Wanita ialah….

Dia yang diambil dari tulang rusuk. Jika Tuhan mempersatukan dua orang yang berlawanan sifatnya, maka itu akan menjadi saling melengkapi. Dialah penolongmu yang sepadan, bukanlah lawanmu yang sepadan. Ketika pertandingan dimulai, dia tidak berhadapan denganmu untuk melawanmu,tetapi dia akan berada bersamamu untuk berjaga-jaga di belakang saat engkau berada di depan atau segera mengembalikan bola ketika bola itu terlewat olehmu, dialah yang akan menutupi kekuranganmu.

Dia ada untuk melengkapi yang tak ada dalam laki-laki : perasaan, emosi, kelemahlembutan, keluwesan, keindahan, kecantikan, rahim untuk melahirkan, sehingga ketika laki- laki tidak mengerti hal-hal itu, dialah yang akan menyelesaikan bagiannya, sehingga tanpa kau sadari ketika kau menjalankan sisa hidupmu, kau menjadi lebih kuat karena kehadirannya di sisimu. Jika ada makhluk yang sangat bertolak belakang, kontras dengan lelaki, itulah Wanita. Jika ada makhluk yang sanggup menaklukkan hati hanya dengan sebuah senyuman, itulah wanita. Ia tidak butuh argumentasi hebat dari seorang laki-laki, tetapi ia butuh jaminan rasa aman darinya karena ia ada untuk dilindungi, tidak hanya secara fisik tetapi juga emosi.

Ia tidak tertarik kepada fakta- fakta yang akurat, bahasa yang teliti dan logis yang bisa disampaikan secara detail dari seorang laki-laki, tetapi yang ia butuhkan adalah perhatiannya. kata-kata yang lembut. Namun baginya sangat berarti membuatnya aman di dekatmu…. Batu yang keras dapat terkikis habis oleh air yang luwes, sifat laki-laki yang keras ternetralisir oleh kelembutan wanita. Rumput yang lembut tidak mudah tumbang oleh badai dibandingkan dengan pohon yang besar dan rindang… seperti juga di dalam kelembutannya di situlah terletak kekuatan dan ketahanan yang membuatnya bisa bertahan dalam situasi apapun.

Ia lembut bukan untuk diinjak, rumput yang lembut akan dinaungi oleh pohon yang kokoh dan rindang. Jika lelaki berpikir tentang perasaan wanita, itu sepersekian dari hidupnya…. tetapi jika Wanita berpikir tentang perasaan pria, itu akan menyita seluruh hidupnya… Karena wanita diciptakan dari tulang rusuk laki- laki, karena wanita adalah bagian dari laki- laki. Apa yang menjadi bagian dari hidupnya, akan menjadi bagian dari hidupmu. Keluarganya akan menjadi keluarga barumu, keluargamu pun akan menjadi keluarganya juga. Sekalipun ia jauh dari keluarganya, namun ikatan emosi kepada keluarganya tetap ada karena ia lahir dan dibesarkan di sana. Karena mereka, ia menjadi seperti sekarang ini.

Perasaannya terhadap keluarganya, akan menjadi bagian dari perasaanmu juga karena kau dan dia adalah satu, dia adalah dirimu yang tak ada sebelumnya. Ketika pertandingan dimulai, pastikan dia ada di bagian lapangan yang sama denganmu. Wanita Sholehah ialah…. Wanita Sholehah adalah sebaik- baik keindahan. Menatapnya, menyejukkan Qolbu. Mendengarkan suaranya, menghanyutkan bathin. Ditinggalkan menambah keyakinan. Wanita Sholehah adalah bidadari surga yang hadir di dunia.

Wanita Sholehah adalah Ibu dari anak-anak yang mulia. Wanita Sholehah adalah Istri yang meneguhkan jihad suami. Wanita Sholehah penebar rahmat bagi rumah tangga, cahaya dunia dan Akhirat.

Wanita Sholehah adalah wanita yang menyenangkan bila dipandang mata, menyejukkan jika dilihat dan menentramkan hati suaminya. Wanita Sholehah adl wanita yg taat pada Allah taat pada Rasul. Kecantikan tak menjadikan fitnah pada orang lain. Kalau wanita muda dari awal menjaga diri selain diri akan terjaga juga kehormatan dan kemuliaan akan terjaga pula dan diri akan lbh dicintai Allah krn orang yg muda yang taat lbh dicintai Allah daripada orang tua yg taat.

Dan Insyaallah nanti oleh Allah akan diberi pendamping yg baik. Agar wanita solehah selalu konsisten yaitu dgn istiqomah menimba ilmu dari alam dan lingkungan di sekitar dan mengamalkan ilmu yg ada. Wanita yg solehah juga dapat berbakti terhadap suami dan bangsa dan wanita yg sholehah selalu belajar. Tiada hari tanpa belajar. Wanita yg didunia solehah akan menjadi cahaya bagi keluarga melahirkan keturunan yg baik dan jika wafat di akhirat akan menjadi bidadari.

Wanita solehah merupakan penentram batin menjadi penguat semangat berjuang suami semangat ibadah suami. Suami yakin tak akan dikhianati kalau ditatap benar-benar menyejukkan qolbu kalau berbicara tutur kata menentramkan batin tak ada keraguan terhadap sikapnya. Wanita sholehah akan membawa kebaikan bagi dirinya maupun orang lain karena kedekatannya dengan Allah swt. Pesona wanita sholehah tidak kalah dari kecantikan wanita manapun. Allah swt memberikan kemuliaan kepada wanita sholehah dengan menjadikannya bidadari di surga. Dari wanita sholehah lah kelak akan lahir generasi- generasi yang berkualitas. ”Seluruh dunia ini adalah perhiasan dan perhiasan terbaik di dunia ini adalah wanita yang sholehah.” (HR. an-Nasa’I dan Ahmad)

Wanita yang solehah (baik) itu lebih baik daripada 70 orang pria yang soleh. Seorang wanita solehah adalah lebih baik daripada 70 orang wali. Beruntunglah bagi setiap lelaki yang memiliki istri sholehah, sebab ia bisa membantu memelihara akidah dan ibadah suaminya. Nabi Muhammad saw bersabda, ”Barangsiapa diberi istri yang sholehah, sesungguhnya ia telah diberi pertolongan (untuk) meraih separuh agamanya. Kemudian hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam memelihara separuh lainnya.” (HR Thabrani dan Hakim). Pentingnya akan sebuah Ilmu Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu:
(1) Banyak anak
(2) Sedikit harta
(3) Tetangga yang buruk
(4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al- Bashri) Sesungguhnya dalam kehidupan berumah tangga pasangan suami istri akan mengalami ujian, serta cobaan berupa masalah dan untuk mengatasi(menyikapi) nya diperlukan sebuah ilmu.

Dengan ilmu, pasangan suami istri tahu apa tujuan yang akan dicapai dalam sebuah pernikahan yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT, dan dalam rangka mencari ridha-Nya semata. Di samping itu juga dengan ilmu sepasang suami- istri sama-sama mengetahui hak dan kewajibannya. Sehingga jalannya bahtera rumah tangga akan harmonis dan baik. Suami dan istri juga diamanahi Rabb- Nya untuk mendidik anak keturunannya agar menjadi generasi Rabbani yang tunduk pada Al Qur’an dan As Sunnah. Agar keturunan yang terlahir dari pernikahan tersebut tumbuh di atas dasar pemahaman, dasar- dasar pendidikan iman dan ajaran Islam sejak kecil sampai dewasanya. “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS. At-Tahrim: 6) “Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya adalah orang yang berilmu (ulama). (QS. Fathir : 28)

Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu pernah menyinggung hal ini dalam perkataannya, “Belajarlah kalian, dan bila kalian sudah mendapatkan ilmu, maka laksanakanlah ilmu itu.” Ilmu dan amal, dua sisi mata uang yang tak mungkin dipisahkan. Tapi kita, sepertinya, kini lebih berilmu namun miskin dalam amal Rasulullah saw bersabda dlm hadistnya: ” Wahai kaum wanita, bersedekahlah kalian.. karena sesungguhnya aku melihat kalian adalah lebih banyak penghuni neraka..” mereka bertanya: ‘mengapa demikian wahai Rasulullah?’, Rasulullah saw menjawab: “karena kalian cepat mengutuk, banyak mencela, dan selalu mengingkari kebaikan suami.” “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS. An-Nahl, 16:7)

Orang berilmu itu adalah bukanlah orang yang memiliki banyak kitab atau riwayat yang diketahui, tapi yang dinamakan berilmu apabila orang tersebut memahami apa yang disampaikan kepadanya dari ilmu-ilmu tersebut dan mengamalkannya. (Syarhus Sunnah oleh Al Imam Al Barbahari) Orang yang berilmu adalah jika diam, ia berpikir. Jika berbicara, ia berdzikir dan jika memandang, ia mengambil pelajaran. Al Qusyairi menyebutkan dari Umar Radiyallahu ‘anhu yang berkata tatkala turun ayat dalam surat At Tahrim : “Wahai Rasulullah, kami menjaga diri kami, maka bagaimanakah cara kami untuk menjaga keluarga kami ? ? Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Kalian larang mereka dari apa- apa yang Allah larang pada kalian untuk melakukannya dan perintahkan mereka dengan apa yang Allah perintahkan. Berkata Muqatil: “Yang demikian itu wajib atasnya untuk dirinya sendiri, anaknya, istrinya, budak laki-laki dan perempuannya. Berkata Al-Kiyaa: “Maka wajib atas kita untuk mengajari anak dan istri kita akan ilmu agama, kebaikan serta adab. (Lihat Tafsir Al Qurthubi juz 8, hal. 6674-6675).

Syaikh Atailah mengingatkan: “Siapa yang telah diizinkan Allah untuk menyampaikan ajaran, maka semua ucapannya mudah dipahami oleh orang yang mendengar. Dipahami ibarat- ibaratnya dan dirasakan isyarat- isyaratnya.” Isteri Sholehah Istri sholehah akan tampak pada kondisi bencana, cobaan, prahara, dan krisis. Istri sholehah mencintai laki-laki yang menikahinya. Istri sholehah berhias dan berdandan demi suaminya dengan perbuatan dan perkataannya. Istri sholehah adalah orang yang cerdas dan bodoh sekaligus. Cerdas sehingga dapat menemukan kejeniusan suaminya, dan bodoh sehingga tidak mengetahui kekurangan dan kesalahan suaminya. Istri sholehah menerima suaminya demi mendapatkan kestabilan, sedangkan suami menerima kestabilan demi mendapatkan istri sholehah.

Istri sholehah adalah orang yang berpendapat bahwa misi hidupnya adalah membahagiakan suami. Istri sholehah adalah orang yang memberitahukan suaminya akan keagungan sang suami, berkorban demi membahagiakan suami, dan selalu jujur dalam setiap perkataannya. Istri sholehah berbahagia karena upayanya membahagiakan suami. Airmata istri sholehah lebih berharga daripada darah istri yang menyusahkan. Istri sholehah melakukan apapun yang membahagiakan suaminya dan bersabar atas tindakan suaminya yang tidak menyenangkan.

Istri sholehah adalah tatakan bunga-bunga rumah tangga yang menebar aroma semerbak. Rumah tangga tanpanya seperti jambangan dan botol parfum yang kosong. Istri sholehah mengetahui tentang diri suaminya apa yang tidak diketahui sang suami sendiri. Istri sholehah adalah makhluk paling indah yang diciptakan Allah di muka bumi. Istri sholehah tidak mendengar, tapi tidak tuli; tidak melihat, tapi tidak buta; tidak berbicara, tapi tidak bisu. Semua perkataannya berasal dari lubuk hatinya, bukan reaksi dan basa basi. Istri sholehah adalah satu- satunya orang yang dapat membuat keluarganya dan keluarga suaminya sama-sama mencintainya. Istri sholehah mengutamakan keluarga dan suaminya daripada dirinya sendiri. Istri sholehah memberi gula pada setiap ucapannya pada suami dan menghilangkan sedikit garam dari setiap ucapan suaminya padanya.

Istri sholehah dicintai suami, karena keanggunannya adalah sumber ketentraman suami, kelembutannya adalah sumber ketenangan suami, dan senyumannya adalah ganjaran bagi jerih payah suami. Istri sholehah berbelanja berdasarkan pendapatan suami bukan berdasarkan kebutuhannya. Istri sholehah adalah bunga yang indah dan harum yang mekar di taman semesta, namun memiliki duri yang melindungi dirinya. Diketik ulang dari buku Untukmu Yang Akan Menikah dan Telah Menikah (Syaikh Fuad Shalih) Karakteristik Wanita Sholehah Dalam surat Al-Ahzab.

Seorang Wanita Muslimah adalah seorang wanita yang benar (dalam aqidah), sederhana, sabar, setia, menjaga kehormatannya tatkala suami tidak ada di rumah, mempertahankan keutuhan (rumah tangga) dalam waktu susah dan senang serta mengajak untuk senantiasa ada dalam pujian Allah Swt. Istri sholehah itu lebih sering berada di dalam rumahnya, dan sangat jarang ke luar rumah. (Al- Ahzab : 33) Allah swt. mengampuni dosa- dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi) Istri sebaiknya melaksanakan shalat lima waktu di dalam rumahnya. Sehingga terjaga dari fitnah. Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih utama daripada shalat di masjid, dan shalatnya wanita di kamarnya lebih utama daripada shalat di dalam rumahnya. (lbnu Hibban)

“Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34) Dikisahkan Aisyah Ra. suatu kali meriwayatkan tentang kebaikan kualitas Zainab Ra., istri ketujuh dari Rasulullah Saw., ”Zainab adalah seseorang yang kedudukannya hampir sama kedudukannya denganku dalam pandangan Rasulullah, dan aku belum pernah melihat seorang wanita yang lebih terdepan kesholehannya daripada Zainab Ra., lebih dalam kebaikannya, lebih dalam kebenarannya, lebih dalam pertalian darahnya, lebih dalam kedermawanannya dan pengorbanannya dalam hidup serta mempunyai hati yang lebih lembut, itulah yang menyebabkan ia lebih dekat kepada Allah”.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “Orang yang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan amal keburukannya” (Tazkiyatus An- Nafs, 17) “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.”(QS.Adz- Dzariyat: 49). Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kaum perempuan adalah mitra kaum laki-laki.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i). Aisyah r.a. berkata “Aku bertanya kepada Rasulullah S.A.W., siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita? Jawab baginda, “Suaminya.” “Siapa pula berhak terhadap pria?” tanya Aisyah kembali, Jawab Rasulullah S.A.W. “Ibunya.” Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya.

Allah S.W.T. menatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan. Wanita yang taat akan suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama mana dia taat kepada suaminya dan direkannya (serta menjaga sembahyang dan puasanya). Jika wanita memicit/mijat suami tanpa disuruh akan mendapat pahala 7 tola emas dan jika wanita memijit suami bila disuruh akan mendapat pahala 7 tola perak. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah S.W.T. memasukkan dia ke dalam syurga lebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun). Apabila’ seorang istri, menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramddhan, memelihara kemaluannya, dan mentaati suaminya, niscaya Allah swt. akan memasukkannya ke dalam surga. (Ibnu Hibban) Nabi saw bersabda: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. (Tirmidzi)

Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik- baiknya. (Thabrani) Istri hen
daknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani) Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34) Doa yang kupanjatkan ketika aku masih gadis: “Ya Allah beri aku calon suami yang baik, yang sholeh. Beri aku suami yang dapat kujadikan imam dalam keluargaku.” Doa yang kupanjatkan ketika selesai menikah: “Ya Allah beri aku anak yang sholeh dan sholehah, agar mereka dapat mendoakanku ketika nanti aku mati dan menjadi salah satu amalanku yang tidak pernah putus.” Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku lahir: “Ya Allah beri aku kesempatan menyekolahkan mereka di sekolah Islami yang baik meskipun mahal, beri aku rizki untuk itu ya Allah….” Doa yang kupanjatkan ketika anak2ku sudah mulai sekolah: “Ya Allah….. jadikan dia murid yang baik sehingga dia dapat bermoral Islami, agar dia bisa khatam Al Quran pada usia muda..”

Doa yang kupanjatkan ketika anak2ku sudah beranjak remaja: “Ya Allah jadikan anakku bukan pengikut arus modernisasi yg mengkhawatirkanku. Ya Allah aku tidak ingin ia mengumbar auratnya, karena dia ibarat buah yang sedang ranum.” Doa yang kupanjatkan ketika anak2ku menjadi dewasa: “Ya Allah entengkan jodohnya, berilah jodoh yang sholeh pada mereka, yang bibit, bebet, bobotnya baik dan sesuai setara dengan keluarga kami.” Doa yang kupanjatkan ketika anakku menikah: “Ya Allah jangan kau putuskan tali ibu & anak ini, aku takut kehilangan perhatiannya dan takut kehilangan dia karena dia akan ikut suaminya.” Doa yang kupanjatkan ketika anakku akan melahirkan: “Ya Allah mudah-mudahan cucuku lahir dengan selamat. Aku inginkan nama pemberianku pada cucuku, karena aku ingin memanjangkan teritoria wibawaku sebagai ibu dari ibunya cucuku.”

Ketika kupanjatkan doa-doa itu, aku membayangkan Allah tersenyum dan berkata….. . “Engkau ingin suami yang baik dan sholeh sudahkah engkau sendiri baik dan sholehah? Engkau ingin suamimu jadi imam, akankah engkau jadi makmum yang baik?” “Engkau ingin anak yang sholehah, sudahkah itu ada padamu dan pada suamimu. Jangan egois begitu…… .. masak engkau ingin anak yang sholehah hanya karena engkau ingin mereka mendoakanmu. . …tentu mereka menjadi sholehah utama karena-Ku, karena aturan yang mereka ikuti haruslah aturan-Ku.” “Engkau ingin menyekolahkan anakmu di sekolah Islam, karena apa?…… prestige? …….. atau….mode? …..atau engkau tidak mau direpotkan dengan mendidik Islam padanya? engkau juga harus belajar, engkau juga harus bermoral Islami, engkau juga harus membaca Al Quran dan berusaha mengkhatamkannya. “ “Bagaimana engkau dapat menahan anakmu tidak menebarkan pesonanya dengan mengumbar aurat, kalau engkau sebagai ibunya jengah untuk menutup aurat? Sementara engkau tahu Aku wajibkan itu untuk keselamatan dan kehormatan umat-Ku.” “Engkau bicara bibit, bebet, bobot untuk calon menantumu, seolah engkau tidak percaya ayat 3 & 26 surat An Nuur dalam Al Quran-Ku. Percayalah kalau anakmu adalah anak yang sholihah maka yang sepadanlah yang dia akan dapatkan.” “Engkau hanya mengandung, melahirkan dan menyusui anakmu.

Aku yang memiliki dia saja, Aku bebaskan dia dengan kehendaknya. Aku tetap mencintainya, meskipun dia berpaling dari-Ku, bahkan ketika dia melupakan-Ku. Aku tetap mencintainya. .. “ “Anakmu adalah amanahmu, cucumu adalah amanah dari anakmu, berilah kebebasan untuk melepaskan busur anak panahnya sendiri yang menjadi amanahnya.” Lantas…… . aku malu…… dengan imajinasi do’a-ku sendiri….

Aku malu akan tuntutanku kepada-NYA.. . ….. Maafkan aku ya Allah…… ( Ya Alloh jika suatu hari nanti aku jatuh cinta, tetapkanlah cintaku ini agar selalu karenamu. Ya Alloh jika nanti aku jatuh cinta, berikanlah aku seseorang yang juga mencintaimu. Ya Alloh jika nanti aku jatuh cinta,jangan biarkan aku terbuai hingga melupakanmu… saat aku mulai mencintai seseorang, aku ditinggalkan Saat aku sangat mengharapkannya, dia menghilang . Ketika aku mulai merasakan bahagia, aku dicampakkan Ketika aku sangat membutuhkannya, dia memilih yang lain Aku bertanya pada Tuhan

Yaaa.. Tuhan..kenapa semua yang aku inginkan tidak bisa aku miliki???? Tuhan menjawab karena kamu tidak pernah merasa yakin memilikinya. aku kembali bertanya, tapi mengapa pada saat aku bahagia dia meninggalkanku Tuhan “karena kamu tidak pernah memahami apakah dia bahagia bersamamu” Tuhan “Aku tidak akan memberikan pasangan yang baik untukmu, jika kamu masih kasar” “Aku tidak akan memberikan pasangan yang setia untukmu, disaat kamu selalu mencari yang terbaik” “Aku tidak akan menganugrahkan seseorang yang sabar bagimu sedangkan kamu masih egois” “Aku akan memberikan pasangan untukmu yang sesuai untukmu, maka pebaikilah dirimu sesuai dengan apa yang kamu inginkan dari pasangan hidupmu” Sesungguhnya Wanita” yg keji adalah utk laki” yg keji,dan laki” yg keji adlh utk wanita” yg keji (pula), dan wanita” yg baik adlh utk laki” yg baik dan laki” yg baik adlh utk wanita” yg baik (pula). Mereka (yg dituduh) itu bersih dari apa yg dituduhkan oleh mereka (yg menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yg mulia (surga). (QS An- Nur [24]:26)

(Diambil dari salah satu Mading pada Sekretariat YISC Al-Azhar) Perhiasan yang paling indah bagi seorang abdi Allah Itulah ia wanita sholehah Ia menghiasi dunia Perhiasan yang paling indah bagi seorang abdi Allah Itulah ia wanita sholehah Ia menghiasi dunia Itulah ia wanita sholehah Ia menghiasi dunia Aurat ditutup demi kehormatan Kitab Al Qur’an didaulahkan Suami mereka ditaatinya Walau berjualan di rumah saja Karena iman dan juga Islam Telah menjadi keyakinan Jiwa raga mampu di korbankan Harta kemewahan dileburkan Di dalam kehidupan ini dia menampakkan kemuliaan Bagai sekutum mawar yang tegar . Ditengah gelombang kehidupan Aurat ditutup demi kehormatan Kitab al Qur’an didaulahkan Suami mereka ditaatinya Akhlak mulia yang ia hadirkan Karena iman dan juga Islam Telah menjadi keyakinan Jiwa raga mampu di korbankan Harta kemewahan dileburkan Di dalam kehidupan ini dia menampakkan kemuliaan Bagai sekutum mawar yang tegar . Ditengah gelombang kehidupan Wanita sholehah….

(oeng) (Dikutip dari berbagai sumber)

Jumat, 18 Mei 2012

Sampaikan Ilmu Dariku Walau Satu Ayat


Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ﺑَﻠِّﻐُﻮﺍ ﻋَﻨِّﻰ ﻭَﻟَﻮْ ﺁﻳَﺔً “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) Seputar perawi hadits : Hadits ini diriwayatkan oleh shahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al Ash bin Wa’il bin Hasyim bin Su’aid bin Sa’ad bin Sahm As Sahmiy. Nama kunyah beliau Abu Muhammad, atau Abu Abdirrahman menurut pendapat lain. Beliau adalah salah satu diantara Al ‘Abaadilah (para shahabat yang bernama Abdullah, seperti ‘Abdullah Ibn Umar, ‘Abdullah ibn Abbas, dan sebagainya –pent) yang pertama kali memeluk Islam, dan seorang di antara fuqaha’ dari kalangan shahabat. Beliau meninggal pada bulan Dzulhijjah pada peperangan Al Harrah, atau menurut pendapat yang lebih kuat, beliau meninggal di Tha’if.

Poin kandungan hadits : Pertama: Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menyampaikan perkara agama dari beliau, karena Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan agama ini sebagai satu-satunya agama bagi manusia dan jin (yang artinya), “Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu dan telah kusempurnakan bagimu nikmat-Ku dan telah aku ridhai Islam sebagai agama bagimu” (QS. Al Maidah : 3). Tentang sabda beliau, “Sampaikan dariku walau hanya satu ayat”, Al Ma’afi An Nahrawani mengatakan, “Hal ini agar setiap orang yang mendengar suatu perkara dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersegera untuk menyampaikannya, meskipun hanya sedikit. Tujuannya agar nukilan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dapat segera tersambung dan tersampaikan seluruhnya.”

Hal ini sebagaimana sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Hendaklah yang hadir menyampaikan pada yang tidak hadir”. Bentuk perintah dalam hadits ini menunjukkan hukum fardhu kifayah. Kedua: Tabligh, atau menyampaikan ilmu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terbagi dalam dua bentuk : Menyampaikan dalil dari Al Qur’an atau sebagiannya dan dari As Sunnah, baik sunnah yang berupa perkataan (qauliyah), perbuatan (amaliyah), maupun persetujuan (taqririyah), dan segala hal yang terkait dengan sifat dan akhlak mulia Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cara penyampaian seperti ini membutuhkan hafalan yang bagus dan mantap. Juga cara dakwah seperti ini haruslah disampaikan dari orang yang jelas Islamnya, baligh (dewasa) dan memiliki sikap ‘adalah (sholeh, tidak sering melakukan dosa besar, menjauhi dosa kecil dan menjauhi hal-hal yang mengurangi harga diri/ muru’ah, ed). Menyampaikan secara makna dan pemahaman terhadap nash-nash yang ada. Orang yang menyampaikan ilmu seperti ini butuh capabilitas dan legalitas tersendiri yang diperoleh dari banyak menggali ilmu dan bisa pula dengan mendapatkan persaksian atau izin dari para ulama. Hal ini dikarenakan memahami nash-nash membutuhkan ilmu-ilmu lainnya, di antaranya bahasa, ilmu nahwu (tata bahasa Arab), ilmu- ilmu ushul, musthalah, dan membutuhkan penelaahan terhadap perkataan-perkataan ahli ilmu, mengetahui ikhtilaf (perbedaan) maupun kesepakatan yang terjadi di kalangan mereka, hingga ia mengetahui mana pendapat yang paling mendekati dalil dalam suatu masalah khilafiyah.

Dengan bekal-bekal ilmu tersebut akhirnya ia tidak terjerumus menganut pendapat yang ‘nyleneh’. Ketiga: Sebagian orang yang mengaku sebagai da’i, pemberi wejangan, dan pengisi ta’lim, padahal nyatanya ia tidak memiliki pemahaman (ilmu mumpuni) dalam agama, berdalil dengan hadits “Sampaikan dariku walau hanya satu ayat”. Mereka beranggapan bahwasanya tidak dibutuhkan ilmu yang banyak untuk berdakwah (asalkan hafal ayat atau hadits, boleh menyampaikan semau pemahamannya, ed). Bahkan mereka berkata bahwasanya barangsiapa yang memiliki satu ayat maka ia telah disebut sebagai pendakwah, dengan dalil hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Menurut mereka, tentu yang memiliki hafalan lebih banyak dari satu ayat atau satu hadits lebih layak jadi pendakwah. Pernyataan di atas jelas keliru dan termasuk pengelabuan yang tidak samar bagi orang yang dianugerahi ilmu oleh Allah.

Hadits di atas tidaklah menunjukkan apa yang mereka maksudkan, melainkan di dalamnya justru terdapat perintah untuk menyampaikan ilmu dengan pemahaman yang baik, meskipun ia hanya mendapatkan satu hadits saja. Apabila seorang pendakwah hanya memiliki hafalan ilmu yang mantap, maka ia hanya boleh menyampaikan sekadar hafalan yang ia dengar. Adapun apabila ia termasuk ahlul hifzh wal fahm (punya hafalan ilmu dan pemahaman yang bagus), ia dapat menyampaikan dalil yang ia hafal dan pemahaman ilmu yang ia miliki. Demikianlah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

“Terkadang orang yang disampaikan ilmu itu lebih paham dari yang mendengar secara langsung. Dan kadang pula orang yang membawa ilmu bukanlah orang yang faqih (bagus dalam pemahaman)”. Bagaimana seseorang bisa mengira bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang tidak paham agama untuk mengajarkan berdasarkan pemahaman yang ia buat asal-asalan (padahal ia hanya sekedar hafal dan tidak paham, ed)?! Semoga Allah melindungi kita dari kerusakan semacam ini.


Diterjemahkan dari : “Ta’liqat ‘ala Arba’ina Haditsan fi Manhajis Salaf” Syaikh Ali bin Yahya Al Haddadi ( http:// haddady.com/ ra_page_views.php? id=299&page=24&main=7) Penerjemah: Yhouga Ariesta Editor: M. A. Tuasikal Artikel www.muslim.or.id

Pilih Tulisan “Allah” atau “Alloh”…

Menurut Anda mana yang benar, tulisan “Allah” atau “Alloh”…? Sebagian Muslim tidak mau menulis “Allah”, sebab katanya seperti tulisan yang dipakai oleh orang Nahrani.

Maka mereka menulis “Alloh” (dengan memakai huruf “o”) untuk membedakan dari Nashrani. Tapi disini ada sedikit catatan kritis: - Orang Nashrani membaca kata “Allah” dengan ucapan: A – l – a – h. (Disini tidak terdengar bunyi “o” dan huruf “l” tidak dibaca double). - Dalam ejaan Arab, tidak dikenal huruf vokal “o”. Yang ada ialah bunyi “a” atau fat-hah. Asma Allah disana ditulis “Allah”, meskipun membacanya: Alloh. - Dalam Injil berbahasa Arab pun, Allah ditulis dengan huruf yang sama persis dengan kita, yaitu: “Allah”.

Kaum Nashrani Arab membacanya juga: Alloh (seperti kita). - Menurut EYD di Indonesia, tulisan yang disepakati memang “Allah”. - Bahkan, dalam literasi internasional, seperti bahasa Inggris, juga tertulis “Allah”, bukan “Alloh”. Singkat kata, penulisan “Allah” itu sudah tepat, tidak perlu diubah. Tetapi pengucapannya tetap “Alloh”, bukan “Al-lah”, apalagi “A-lah”. Kalau kita ganti menjadi tertulis “Alloh”, seakan kita mengalah terhadap cara penulisan orang Nashrani. Padahal kenyataannya, mereka meniru kita, bukan kita meniru mereka. Kalau kita mengalah, lalu menulis “Alloh”, nanti orang Nashrani akan merasa menang dan mampu mendesak kita ke pinggir. Padahal, Ummat Islam adalah pemegang “hak legal” atas segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah Ta’ala. Islam adalah agama yang diridhai Allah Ta’ala. “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah adalah Al Islam.” (Ali Imran: 19). Konsekuensinya, segala sesuatu yang berhubungan dengan syiar Asma Allah, Ummat Islam yang berhak memangkunya. Bukan ummat lain.

Di Indonesia sendiri, ada kenyataan negatif yang kita dapati sejak jaman dahulu. Kaum Nashrani sejak lama memakai istilah-istilah yang berbau Islam, misalnya: Jemaat, kalam kudus, roh kudus, al kitab, kotbah, Isa al masih, dsb. Padahal, dalam kitab Bible (baca: terjemahan Injil ke dalam bahasa Inggris dengan berbagai perubahan di dalamnya) tidak ada istilah-istilah itu. Mengapa orang Nashrani di Indonesia memakai istilah-istilah Al Qur’an?

Alasannya sebagai berikut:
(1) Mereka ingin lebih mudah diterima oleh Ummat Islam Indonesia. Dengan memakai istilah-istilah yang tidak jauh berbeda, mereka berharap bisa lebih mudah masuk dalam kultur Ummat Islam di Indonesia.
(2) Mereka ingin meyakinkan kepada orang-orang Muslim yang kemudian masuk ke Nashrani, bahwa antara Islam dan Nashrani tidak terlalu banyak perbedaan. Buktinya –kata mereka- istilah yang dipakai mirip. (
3) Ketika kaum Nashrani gencar memakai istilah-istilah itu di berbagai kesempatan, mereka berharap istilah tersebut menjadi ciri khas mereka. Jika Ummat Islam kemudian memakainya, kaum Nashrani berharap Ummat Islam merasa asing dengan istilah itu.

Contoh paling nyata adalah tulisan “Allah”. Karena begitu gencarnya Nashrani memakai tulisan tersebut, meskipun mereka membacanya “A-lah”, Ummat Islam merasa tidak nyaman memakainya. Padahal sejatinya, kita yang awalnya memiliki istilah itu dan berhak sepenuhnya menggunakannya. Jika diumpamakan sebuah produk, kita yang memegang copy rights-nya. Orang lain kalau ingin memakai, dia harus permisi dulu, atau membayar royalty- nya.

Dalam Bible sendiri, istilah-istilah yang dipakai sangat berbeda, misalnya God, Father, Son, Angel, Marie, Jesus, dan sebagainya. Kalau kita meniru istilah-istilah itu, jelas keliru. Tetapi nyatanya, kita memakai istilah yang berasal dari Al Qur’an, sehingga tidak bisa disebut “meniru Nashrani”. Masalah ini kelihatan sederhana, tetapi disini ada semantic war. Pemakaian istilah-istilah Qur’ani dalam agama Nashrani itu bukan perkara sepele. Biasanya hal ini dirumuskan oleh kaum orientalis yang tingkat keseriusan berpikirnya tinggi. Untuk rata- rata orang Nashrani Indonesia, mereka tidak memiliki kejelian setinggi itu. Saya mencurigai Snouck Hurgronje sebagai pelopor pemakaian kata-kata Qur’ani dalam peristilahan agama Nashrani di Indonesia.

Satu saran praktis yang bisa saya sampaikan. Kalau Anda menulis kata “Allah” sebaiknya ditambah dengan kata-kata lain yang diambil dari Asma’ul Husna. Hal itu akan menjadi pembeda tegas antara tulisan “Allah” menurut versi Islam, dan tulisan serupa menurut versi Nashrani. Istilah-istilah yang bisa dipakai, antara lain: Subhanahu Wa Ta’ala, Tabaraka Wa Ta’ala, Jalla Jalla Luhu, Jalla Sya’nuhu, ‘Azza Wa Jalla, Jalla Wa ‘Ala, dan sebagainya. Atau berupa Asma’ul Husna tunggal seperti: Al ‘Azhim, Al ‘Aziz, Al Ghafur, Ar Rahmaan, Al Karim, dan sebagainya.

Orang Nashrani tidak akan memakai kata-kata Asma’ul Husna di atas, sebab ia sangat berlawanan dengan akidah mereka. Semoga menjadi wawasan yang bermanfaat! Amin.

EKSISTENSI SYAREAT DAN HAKEKAT DALAM SUFI

Oleh : DR. Ali Musri Semjan Putra, MA

Eksistensi hakikat menurut orang-orang sufi adalah takwil- takwil yang mereka reka-reka dalam menafsirkan ayat-ayat al- Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian mereka simpulkan bahwa takwil-takwil tersebut hanya bisa diketahui oleh orang-orang khusus atau mereka sebut ulama khosh (khusus) di atas tingkatan ini ada lagi tingkat yang lebih tinggi yaitu ulama khoshul- khosh (amat lebih khusus) atau mereka sebut ulama hakikat.

Adapun syariat menurut mereka adalah lafazh-lafazh dan makna yang zhohir (tersurat) dari nash-nash al- Qur’an dan as-Sunnah. Hal inilah yang dipahami oleh orang- orang awam (biasa), maka mereka menyebut ulama yang berpegang dengan pemahaman ini dalam menghayati ayat al- Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan nama “ulama ‘am (umum)” atau “ulama syariat”. Dari sini mereka membagi ulama menjadi dua bagian: ulama hakikat dan ulama syari­ at, atau ulama batin dan ulama zhohir. Menurut mereka ulama hakikat atau ulama batin lebih tinggi kedudukannya daripada ulama syariat atau ulama zhohir. Karena menurut pengakuan me­ reka ulama hakikat dapat menyelami rahasia-rahasia ghoib yang tersembunyi dalam nash-nash al-Qur’an dan as- Sunnah. Untuk mengetahui rahasia-rahasia tersebut mereka memiliki rute-rute yang mesti dilewati.

Di samping itu, mereka memiliki trik-trik dalam memengaruhi orang-orang di luar mereka dengan berbagai cerita-cerita bohong. Di antara bentuk-bentuk rute- rute sesat mereka adalah puasa selama empat puluh hari berturut-turut, bersemedi dalam sebuah gua, tidak boleh memakan hewan yang disembelih atau binatang yang berdarah, atau dilarang memakan makanan yang dibakar dengan api. Adakalanya mereka dalam melegalkan takwil-takwil sesat (ilmu hakikat) mereka dengan mengaku bermimpi bertemu salah seorang nabi, seperti Nabi Khidhir ‘alaihis salam atau Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Atau mereka bermimpi bertemu dengan salah seorang seperti Abdul Qodir al-Jailani atau yang lainnya. Dan adakalanya mereka mengaku dalam mendapatkan takwil-takwil (ilmu hakikat) tersebut dengan melalui berdzikir hingga tidak sadarkan diri.

Karena di antara kebiasaan mereka adalah melantunkan selawatan dan syair-syair zuhud dengan berdendang dan bergoyang sampai larut malam.

[1] Di samping itu, mereka menghina dan mencela orang- orang yang menuntut ilmu dengan cara belajar kepada para ulama dan mereka sebut ini “ilmu syariat”. Mereka katakan bahwa ilmu mereka (ilmu hakikat) lebih utama daripada ilmu syariat yang di­ pelajari melalui para ulama. Karena ilmu mereka (ilmu hakikat) mereka dapatkan langsung dari Alloh Ta’ala. Bahkan ilmu mereka lebih tinggi daripada ilmu Nabi ‘alaihis salam karena Nabi ‘alaihis salam mendapat ilmu melalui perantara yaitu Malaikat Jibril ‘alaihis salam adapun ilmu mereka langsung mereka dapatkan dari sumber di mana Jibril ‘alihis salam mendapatkannya (langsung dari Alloh ‘Azza wa jalla tanpa melalui Malaikat Jibril ‘alaihis salam).

Maka ilmu mereka tidak melalui perantara melainkan langsung dari Alloh Ta’ala. Sehingga mereka mengatakan: “Telah menceritakan kepadaku hatiku dari Tuhanku.” Kadangkala mereka menyebut ilmu mereka (ilmu hakikat) dengan istilah ilmu laduni. Menurut mereka, ilmu hakikat atau ilmu batin dan ilmu laduni lebih utama daripada ilmu al- Qur’an dan as-Sunnah. Orang yang telah memiliki ilmu tersebut tidak butuh lagi kepada al-Qur’an dan as- Sunnah, mereka merasa lebih percaya diri dengan ilmu laduni. Dengan cara-cara demikian mereka dapat mengelabui orang-orang awam dan orang yang tidak memiliki pengetahuan agama yang cukup dalam aqidah. Bila kita teliti kandungan al- Qur’an dan hadits-hadits Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta perkataan para sahabat radhiyallahu ‘anhum ajmain juga ulama-ulama terkemuka di kalangan umat ini tidak ada yang menyatakan bila kita berselisih dalam hal agama ini kembali kepada ilmu laduni.

Akan tetapi, seluruh umat Islam bersepakat bahwa jalan keluar dari segala perselisihan adalah kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah sebagaimana perintah Alloh Ta’ala dan Rosul- Nya. Firman AllAh Ta’ala: ".. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang se­ suatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (al-Qur’an) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". (QS. an-Nisa’ [4]: 59) Sabda RAsulullAoh shallallahu ‘alaihi wa sallam: ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻣَﻦْ ﻳَﻌِﺶْ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻓَﺴَﻴَﺮَﻯ ﺍﺧْﺘِﻠَﺎﻓًﺎ ﻓَﻌَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺑِﺴُﻨَّﺘِﻲ ﻭَﺳُﻨَّﺔِ ﺍﻟْﺨُﻠَﻔَﺎﺀِ ﺍﻟﺮَّﺍﺷِﺪِﻳْﻦَ ﺍﻟْﻤَﻬْﺪِﻳِﻴِّﻦَ ﻓَﺘَﻤَﺴَّﻜُﻮْﺍ ﺑِﻬَﺎ ﻭَﻋَﻀُّﻮْﺍ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺑِﺎﻟﻨَّﻮَﺍﺟِﺬِ “Maka sesungguhnya barang siapa yang hidup diantara kalian akan melihat perpecahbelahan yang banyak. Maka berpegangteguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnah para khulafaurrosyidin.

Genggamlah erat-erat dan gigitlah dengan geraham.” (HR. at-Tirmidzi dan beliau men­ shohihkannya) Kesesatan keyakinan orang- orang sufi tentang ilmu hakikat tidak hanya ditentang oleh para ulama Ahlus Sunnah melainkan juga mendapat celaan dan cercaan dari tokoh-tokoh sufi sendiri sebagaimana yang di­ nukil oleh Ibnul-Jauzi rahimahullah beliau berkata: “Sesungguhnya kebanyakan orang-orang sufi membedakan antara syariat dan hakikat, ini sebuah kebodohan dari orang yang mengatakannya. Karena sesungguhnya syariat seluruhnya adalah hakikat. Jika yang mereka maksud dengan demikian itu adalah rukhshoh (kemudahan) dan ‘azimah (ketegasan), maka masing- masing keduanya adalah syariat.

sesungguhnya sekelompok dari golongan terkemuka dari mereka telah mengingkari dalam hal berpalingnya mereka dari ilmu zhohir dalam syariat.” CELAAN TOKOH-TOKOH SUFI TERHADAP ILMU HAKIKAT Diriwayatkan dari Abu Hasan bin Salim, ia berkata: “seseorang datang kepada Sahal bin Abdulloh dengan membawa pena dan buku, ia berkata kepada Sahal: ‘Aku datang untuk mencatat sesuatu yang Alloh bisa memberi manfaat kepadaku dengannya.’ Jawab Sahal: ‘Tulislah! Jika engkau mampu menemui Alloh Ta’ala dalam keadaan membawa pena dan buku maka lakukanlah!’ Lalu orang tersebut berkata: ‘Berilah aku suatu faedah (tentang ilmu).’ Jawab Sahal: ‘Dunia seluruhnya adalah kebodohan kecuali yang berupa ilmu. Dan ilmu seluruhnya adalah hujjah (yang harus dipertanggungjawabkan) kecuali yang berbentuk amal. Dan amal seluruhnya akan ditunda penerimaannya kecuali yang sesuai menurut al-Qur’an dan as-Sunnah. Dan sunnah ditegakkan di atas ketakwaan.’” Diriwayatkan pula dari Sahal bin Abdulloh: “Jagalah hitam di atas putih, tidak seorang pun meninggalkan yang zhohir (jelas) melainkan ia menjadi zindik.”

Diriwayatkan juga dari Sahal bin Abdulloh, ia berkata: “Tiada jalan yang lebih utama untuk menuju Alloh Ta’ala daripada jalan ilmu. Jika engkau berpaling dari jalan ilmu satu langkah niscaya engkau akan tersesat dalam kegelapan selama empat puluh pagi.” Dalam ungkapan di atas Sahal menegaskan bahwa ilmu dan amal yang akan diterima Alloh Ta’ala hanyalah yang sesuai dengan apa yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-sunnah. Berkata Abu Bakar ad-Daqoq: “Aku mendengar Abu Sa’id al- Khoroz berkata: ‘Setiap ilmu batin yang bertentangan dengan ilmu zhohir maka itu adalah kebatilan.”’ Berkata Abu Bakar ad-Daqoq: “Saat aku melewati Padang Tih Bani Israil, terbetik dalam pikiranku bahwa ilmu hakikat bertentangan dengan ilmu syariat. Lalu aku mendengar suara dari arah bawah pohon: ‘Setiap ilmu hakikat yang tidak sesuai dengan ilmu syariat maka itu adalah kekafiran.”’

Berkata Ibnul-Jauzi rahimahullah “Imam al-Ghozali telah memperingatkan dalam kitab al-Ihya’, ia berkata: ‘sesungguhnya ilmu hakikat yang menentang ilmu syariat atau ilmu batin yang menentang ilmu zhohir maka ia lebih dekat kepada kekafiran daripada kepada keimanan.”‘ Berkata Ibnu ‘Uqoil: “Orang- orang sufi menjadikan syariat sebatas nama semata, mereka mengatakan yang dimaksud darinya adalah hakikat. Ini adalah pendapat yang keji. Karena syariat adalah datang dari Alloh Ta’ala untuk kebaikan dan jalan penghambaan para makhluk. Maka tidak ada di balik hakikat kecuali sesuatu yang dibisikkan oleh setan ke dalam jiwa seseorang. Setiap orang yang mengaku mendapat ilmu hakikat di luar ketentuan ilmu syariat maka itu adalah tipuan (setan).”

[2] Orang-orang zindik telah menjadikan ilmu hakikat tersebut sebagai tameng untuk menolak hukum-hukum syariat dan sebagai topeng untuk menutup kekufuran mereka.

Berkata Ibnul-Jauzi rahimahullah: “Orang-orang zindik tidak berani melangkah untuk menolak hukum-hukum syariat sampai datang orang- orang sufi, mereka datang dengan bantuan para pelaku maksiat. Pertama kali mereka membuat istilah hakikat dan syariat, ini adalah tindakan yang keji. Karena syariat adalah datang dari Alloh Ta’ala untuk kebaikan para makhluk. Maka tidak ada di balik hakikat kecuali sesuatu yang dibisikkan setan ke dalam jiwa seseorang. Setiap orang yang mengaku mendapat ilmu hakikat di luar ketentuan ilmu syariat maka itu adalah tipuan (setan). Jika mereka mendengar seseorang meriwayatkan hadits, mereka katakan: ‘Kasihan sangat bodoh, mengapa mereka mau mengambil ilmu melalui yang mati dari yang mati!

Sedangkan kita mengambil ilmu langsung dari Zat yang tidak pernah mati.’ Barang siapa yang berkata: Telah menceritakan kepadaku bapakku dari kakekku. Justru aku berkata: ‘Telah menceritakan kepadaku hatiku dari Tuhanku.”‘ Kata Ibnul-Jauzi rahimahullah: “Mereka (orang-orang sufi) telah binasa dan telah membinasakan orang lain dengan khurofat-khurofat ini. Orang-orang bodoh tertipu sehingga mengorbankan harta demi mereka.”

[3] Dengan mengaku mendapat ilmu hakikat mereka bisa mengelabui dan berkilah untuk meninggalkan perintah- perintah agama.

Berkata Ibnul-Jauzi rahimahullah: “Ketahuilah bahwasanya melaksanakan tugas-tugas agama amat berat, tiada yang lebih mudah bagi para pelaku maksiat daripada meninggalkan jamaah. Tidak ada yang lebih berat bagi mereka dari perintah dan larangan-larangan agama. Tidak ada yang lebih berbahaya terhadap agama dari orang- orang ahlul-kalam dan orang- orang sufi. Mereka merusak keyakinan manusia dengan mempermainkan kelicikan akal. Dan mereka ini merusak amal dan meruntuhkan sendi-sendi agama. Mereka suka menganggur dan mendengarkan nyanyian. Para generasi salaf tidak demikian halnya dalam hal keyakinan; mereka hamba yang percaya sepenuhnya dan dalam hal amal mereka orang yang paling sungguh melakukan amal.

Berkata Ibnul-Jauzi: “Nasihatku kepada para saudaraku jangan sampai hati mereka dicekoki perkataan para ahlul-kalam dan jangan sampai pendengaran mereka diserahkan kepada khurofat-khurofat sufi. Lebih baik mereka sibuk mencari kebutuhan hidup daripada duduk-duduk bersama orang- orang sufi. Mencukupkan diri dengan ilmu zhohir (ajaran al- Qur’an dan as-Sunnah) jauh lebih baik daripada terjerumus ke dalam kesesatan. Sungguh telah aku kabarkan tentang jalan kedua kelompok tersebut (ahlul-kalam dan sufi). Kesudahan orang-orang ahlul- kalam adalah kebingungan dan kesudahan orang-orang sufi adalah kebodohan.” Berkata Ibnu ‘Uqoil: “Kesudahan perkataan orang-orang sufi mengingkari kenabian. Bila mereka berbicara tentang ahli hadits, mereka katakan: ‘Mereka mengambil ilmu orang mati dari yang mati, maka (berarti) mereka telah menolak kenabian.

Mereka merasa cukup dengan ilmu mereka, bila mereka menghina jalan (ahli hadits) tentu mereka tidak akan simpati mengambil ilmu melalui jalan tersebut. Barang siapa yang berkata ‘Telah menceritakan kepadaku hatiku dari Tuhanku’ maka ia telah berterus terang (menyatakan) tidak butuh kepada Rosul. Barang siapa yang menyatakan demikian maka sungguhnya ia telah kafir. Kalimat ini telah disusupkan ke dalam agama yang tersembunyi di bawahnya sebuah kezindikan (kemunafikan). Jika kita melihat seseorang mencela al-Qur’an dan Hadits, sebaiknya kita tahu bahwa ia telah mengingkari perintah syariat. orang yang mengatakan ‘Telah menceritakan kepadaku hatiku dari Tuhanku’ semestinya ia sangsi bahwa itu adalah bisikan setan. Sesungguhnya Alloh telah berfirman: "…. Sesungguhnya setan-setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya…." (QS. al- An’am [61: 121)
Dan ini amat jelas, karena ia meninggalkan dalil yang ma'shum dan memilih apa yang terbetik dalam hatinya yang tidak bisa dipastikan selamat dari bisikan-bisikan setan.”

[4] Di antara orang-orang sufi ada yang berkilah bahwa itu adalah ilham, namun bagaimana menjawabnya jika ditanya “Di mana anda bisa memastikan bahwa itu adalah ilham? Dengan apa anda bisa membedakan antara ilham dengan apa yang dibisikan setan?” Maka satu-satunya alat ukur yang jitu untuk membe­ dakan antara ilham dengan bisikan setan adalah ilmu syariat. Berarti ilmu hakikat butuh kepada ilmu syariat, sebaliknya ilmu syariat tidak butuh kepada ilmu hakikat. orang-orang yang mau menerima petunjuk akan berkesimpulan bahwa ilmu syariat lebih mulia dari ilmu hakikat orang-orang sufi. Berkata Ibnul-Jauzi: “Mempercayai ilham tidak harus mengingkari ilmu (syariat). Kita tidak mengingkari bahwa Alloh memberikan ilham kepada seseorang, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ﺇِﻥَّ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄُﻣَﻢِ ﻣُﺤَﺪَّﺛِﻴْﻦَ ﻭَﺇِﻥْ ﻳَﻜُﻦْ ﻓِﻲ ﺃُﻣَّﺘِﻲ ﻓَﻌُﻤَﺮُ “Sesungguhnya pada umat yang lalu ada orang-orang yang diberi ilham, jika terdapat di antara umatku maka ia adalah Umar.” (HR. Ahmad, dan berkata Syu’aib al-Amauth: “Shohih.”)

Yang dimaksud dengan kata adalah ilham tentang kebaikan. Akan tetapi, seseorang yang mendapat ilham bila diberi ilham yang bertentangan dengan ilmu (syariat), maka ia tidak boleh mengamalkannya. Adapun Khidhir, maka ia adalah nabi, tidak diragukan para nabi dapat mengetahui akibat-akibat sesuatu melalui wahyu. Ilham tidak termasuk ilmu sedikit pun. Hanya saja, ia adalah buah dari ilmu dan ketakwaan, maka orang tersebut diberi taufik untuk hal yang baik dan ilham petunjuk.

Adapun sikap me­ ninggalkan ilmu dan bergantung kepada ilham dan bisikan hati semata, maka hal ini tidak bernilai apa-apa. Jika bukan karena ilmu syariat maka, kita tidak akan bisa mengetahui apa yang terdapat dalam hati, apakah ia ilham ataukah bisikan-bisikan setan. Ketahuilah, sesungguhnya ilham yang terdapat dalam hati tidak cukup tanpa ilmu syariat, sebagaimana ilmu akal tidak cukup tanpa ilmu syariat. Adapun ungkapan ‘Mereka mengambil ilmu dari orang mati meriwayatkan dari orang yang mati, maka penilaian terbaik untuk orang yang mengatakannya adalah ia tidak tahu tentang apa yang tersimpan dalam katakata ini. Sebenarnya ini adalah cacian terhadap syariat (agama).” Kemudian Ibnul-Jauzi menyebutkan ungkapan al Ghozali tentang sebab-sebab orang sufi suka bersemadi dan meninggalkan ilmu serta lebih mengutamakan berdzikir daripada membaca al-Qur’an, lalu ungkapan ini beliau komentari dengan perkataan berikut: “Amat disayangkan, kata-kata seperti ini muncul dari seorang faqih, tidak diragukan lagi tentang kekejian ungkapan ini.

Hakikat dari ungkapan ini adalah membuang perintah- perintah agama yang memerintahkan membaca al- Qur’an dan mencari ilmu. Aku mendapati para ulama terkemuka dari berbagai kota tidak pernah menempuh cara ini. Akan tetapi, mereka menyibukkan diri pertama kali dengan mencari ilmu.”

[5] ILMU BATIN Sering pula kita dengar orang- orang sufi menyebut ilmu hakikat dengan istilah “ilmu batin”. Berikut kita coba menelusuri dasar pegangan mereka dalam hal ini. Sebagian mereka menyandarkan perkataan mereka kepada hadits maudhu’ (palsu): Hadits pertama: ﻋِﻠْﻢُ ﺍﻟْﺒَﺎﻃِﻦِ ﺳِﺮٌّ ﻣِﻦْ ﺳِﺮِّ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺣُﻜْﻢٌ ﻣِﻦْ ﺣُﻜْﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻳَﻘْﺬِﻓُﻪُ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻲ ﻗُﻠُﻮْﺏِ ﻣَﻦْ ﻳَﺸَﺎﺀُ ﻣِﻦْ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺋِﻪِ “Ilmu batin adalah rahasia dari rahasia-rahasia Allah dan hikmah dari hikmah-hikmah Allah. Allah menjatuhkannya ke dalam hati siapa yang Dia kehendaki dari para waliNya.” ﻗَﺎﻝَ ﺍﺑْﻦُ ﺍﻟْﺠَﻮْﺯِﻱ ﻫَﺬَﺍ ﺣَﺪِﻳْﺚٌ ﻟَﺎ ﻳَﺼِﺢُّ ﻋَﻦْ ﺭَﺳُﻮْﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﻋَﺎﻣَّﺔُ ﺭُﻭَﺍﺗِﻪِ ﻟَﺎ ﻳُﻌْﺮَﻓُﻮْﻥَ Berkata Ibnul-Jauzi: “Hadits ini tidak shohih dari Rasulullah dan kebanyakan para perawinya tidak dikenal.” Hadits kedua: ﻋَﻦِ ﺍﻟْﺤَﺴَﻦِ ﻋَﻦْ ﺣُﺬَﻳْﻔَﺔَ ﺳَﺄَﻟْﺖُ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﻋَﻦْ ﻋِﻠْﻢِ ﺍﻟْﺒَﺎﻃِﻦِ ﻣَﺎ ﻫُﻮَ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﺳَﺄَﻟْﺖُ ﺟِﺒْﺮِﻳْﻞَ ﻋَﻨْﻪُ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻫُﻮَ ﺳِﺮٌّ ﺑَﻴْﻨِﻲ ﻭَﺑَﻴْﻦَ ﺃَﺣِﺒَّﺎﺋِﻲ ﻭَﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺋِﻲ ﻭَﺃَﺻْﻔِﻴَﺎﺋِﻲ ﺃُﻭَﺩِّﻋُﻪُ ﻓِﻲ ﻗُﻠُﻮْﺑِﻬِﻢْ ﻟَﺎ ﻳَﻄَّﻠِﻊُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻣَﻠَﻚٌ ﻣُﻘَﺮَّﺏٌ ﻭَﻟَﺎ ﻧَﺒِﻲٌّ ﻣُﺮْﺳَﻞٌ Al-Hasan meriwayatkan dari Hudzaifah, ia berkata: “Aku bertanya kepada Nabi tentang apa itu ilmu batin?” Beliau berkata: “Aku bertanya kepada Jibril tentangnya. Maka ia menjawab dari Alloh: ‘la adalah rahasia antara-Ku dan para kekasih-Ku, para wali-Ku, dari para orang pilihan-Ku. Aku letakkan dalam hati mereka, tidak diketahui oleh malaikat yang dekat (dengan Alloh) dan tidak pula nabi yang diutus.” ﻗَﺎﻝَ ﻋَﻠِﻲُّ ﺍﻟْﻘَﺎﺭِﻱ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻌَﺴْﻘَﻠَﺎﻧِﻲ ﻣَﻮْﺿُﻮْﻉٌ ﻭَﺍﻟْﺤَﺴَﻦُ ﻣَﺎ ﻟَﻘِﻲَ ﺣُﺬَﻳْﻔَﺔَ Berkata Ali al-Qori: “Berkata lbnu Hajar al-Asqolani: ‘(Hadits ini adalah) maudhu’ (palsu) dan al-Hasan tidak pernah berjumpa Hudzaifah.’” Berkata Imam al-Barbahari: “Ilmu yang oleh orang-orang disebut ilmu batin tidak pernah ditemui dalam al-Qur’an dan tidak pula dalam as-Sunnah. Maka ia adalah bid’ah dan sesat. Tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk mengamalkannya dan tidak pula mengajarkannya.”

[6] Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah: “Sesungguhnya hakikat ilmu batin yang mereka banggakan adalah penolakan terhadap risalah yang Alloh turunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan penolakan terhadap seluruh rosul.
Mereka tidak mempercayai apa yang dibawa oleh Rosul dari Alloh Ta’ala, baik berbentuk berita maupun perintah.”

[7] Berkata lagi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah: “Para tokoh sufi sepakat bahwa orang yang mengaku mengetahui ilmu batin dari hakikat yang bertentangan dengan ilmu zhohir dari syariat maka ia adalah zindik.”

[8] Menurut mereka ilmu batin dan ilmu zhohir perumpamaannya bagaikan lempengan emas dan lempengan perak. Ilmu batin adalah lempengan emas sedangkan ilmu zhohir adalah lempengan perak. Mereka mengatakan bahwa ilmu yang diterima Rosul dengan melalui perantara Malaikat Jibril adalah lempengan perak. sedangkan ilmu batin mereka langsung terima dari Alloh adalah lempengan emas. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah: “Se­ sungguhnya Nabi menurut mereka dari lempeng perak. Karena menurut mereka ada dua lempengan; satu dari emas dan satu lagi dari perak. Mereka menganggap lempengan nabi Muhammad adalah ilmu zhohir. Dan lempengannya adalah emas yaitu ilmu batin. Dan lempeng perak adalah ilmu zho­ hir. Mereka mendapatkannya tanpa ada perantara. Berkata Ibnu Arabi dalam kitab Fusus- nya: ‘Bahwa tingkat kewalian lebih tinggi dari tingkat kenabian. Karena wali mengambil tanpa ada perantara sedangkan nabi melalui perantara (Malaikat Jibril).’ Maka ia menganggap lebih memiliki keutamaan di atas nabi, bahkan ia tidak suka jika memiliki kedudukan yang sama. Ringkasnya ia tidak mau mengikuti nabi sedikit pun. Karena ia menurut pengakuannya mengambil langsung dari Alloh … maka ia mengaku lebih sempurna dari Rosul.

[9] Barang siapa yang menganggap bahwa di antara para wali yang telah sampai kepada mereka risalah Nabi Muhammad memiliki jalan tersendiri kepada Alloh dan ia tidak butuh kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka orang ini adalah kafir. Apabila ia berkata: “Saya butuh kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya dalam hal ilmu zhohir saja tidak dalam ilmu batin, atau dalam hal ilmu syariat saja tidak dalam ilmu hakikat” maka ia lebih jelek daripada Yahudi dan Nasrani. Karena mereka (Yahudi dan Nasrani) mengatakan Nabi Muhammad hanya diutus kepada orang Arab saja tidak kepada orang-orang Ahli kitab. Sesungguhnya mereka beriman dengan sebagian dan kafir dengan bagian yang lain, maka mereka menjadi kafir karena hal itu. Demikian pula orang yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad hanya diutus membawa ilmu zhohir saja tidak diutus dengan ilmu batin. la beriman dengan sebagian yang dibawanya dan kafir dengan bagian yang lain, maka ia menjadi kafir (dengan hal itu).
[10] Bila ada orang yang menganggap bahwa Nabi Mu­ hammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya mengetahui urusan-urusan yang zhohir saja tanpa mengetahui hakikat keimanan. Dan ia mengaku mengambil ilmu hakikat di luar al-Qur’an dan as-Sunnah. Maka sesungguhnya orang tersebut telah mengaku beriman dengan sebagian yang dibawa Rosul dan tidak beriman dengan bagian yang lain. Ini lebih jelek daripada orang yang berkata: Aku beriman dengan dengan sebagian dan aku kafir dengan bagian yang lain.’ Karena ia menilai bagian yang ia beriman dengannya adalah bagian yang rendah kualitasnya (menurut dia).”
[11] Mengapa ia lebih kafir dari Yahudi dan Nasrani? Karena ia menganggap bagian yang ia beriman dengannya (ilmu syariat) yang dibawa Rosul nilainya minus dibanding ilmu batin yang mereka miliki sendiri tanpa harus melalui Rosul; dan Malaikat Jibril. Dengan mengaku mengetahui ilmu batin sebagian sufi mengaku memiliki syariat sendiri, bahkan yang lebih sesat lagi terbebas dari segala perintah dan larangan agama. Apa yang dikatakan atau dilakukan oleh sang kiai mereka yang mengaku mengetahui ilmu batin tidak boleh dibantah, bahkan sekadar ditanya sekalipun. Bila sang kiai minum khomer (minuman keras) maka dengan ilmu batin ia dapat berubah menjadi air putih. Bahkan ada yang lebih fatal dari itu semua, yang kita malu untuk mengungkapkannya di sini. ILMU LADUNI Kadangkala mereka sebut ilmu mereka (ilmu hakikat) dengan istilah ilmu laduni.

Banyak orang (sebagian kaum muslimin) terutama mereka yang dari faham2 tasawuf/sufi, mengambil dalil dari cerita tentang Nabi Musa 'alaihis salam belajar kepada Nabi Khidir 'alaihis salam ini sebagai dalil tentang ada nya ilmu Laduni. Namun benarkah demikian? Berkata Ibnul-Qoyyim rahimahullah: “Yang dimaksud oleh mereka dengan ilmu laduni ialah ilmu yang diperoleh seseorang dengan tidak melalui sebab (belajar) melainkan dengan melalui ilham dari Alloh Ta’ala. Berupa pemberitahuan dari Alloh Ta’ala bagi seseorang sebagaimana Nabi Khidhir tanpa melalui Nabi Musa Sebagaimana firman Alloh Ta’ala: "… yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami". (QS. al-Kahfi [18]: 65) Maka Alloh “azza wa jalla membedakan antara rahmat dan ilmu, Alloh menjadikan keduanya dari sisi-Nya. Ketika ia peroleh keduanya tanpa melalui perantara manusia. Akan tetapi, khusus dan lebih dekat dari sisi-Nya. Karena itu Alloh berfirman: Dan katakanlah: ‘Ya Robbku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.’ (QS. al- Isro’ [17]:80) Maka kekuasaan yang menolong yang datang dari sisi Alloh secara khusus dan lebih dekat. Karena itu Alloh katakan: ‘Berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong’ yaitu pertolongan yang diperkuat dengannya. Pertolongan yang datang dari sisi Alloh dan juga pertolongannya melalui orang­ orang beriman. Sebagaimana firman Alloh Ta’ala: "…. Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin". (QS. al- Anfal [8]:62)

Ilmu laduni adalah buah dari kesungguhan dalam beribadah dan mengikuti Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, jujur bersama Alloh dan ikhlas kepada-Nya. Juga bersungguh- sungguh dalam menuntut ilmu yang datang dari Rosul. Serta kesempurnaan ketundukan kepada beliau sehingga dibukakan untuknya memahami al-Qur’an dan as- Sunnah yang diberikan secara khusus kepadanya. Sebagaimana perkataan Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu tatkala ia ditanya: “Apakah Rosul mengkhususkan engkau dengan sesuatu dari manusia lain?” -Tawabnya: “Tidak, demi Zat yang membolak-balikkan bijian dan yang menyembuhkan jiwa. Kecuali pemahaman yang diberikan Alloh kepada seseorang tentang kitab suci-Nya.” Inilah ilmu laduni yang hakiki, adapun ilmu orang yang menyimpang dari al-Qur’an dan as-Sunnah serta tidak terkait dengan keduanya maka itu adalah ilmu laduni yang datang dari bisikan nafsu sesat dan dari setan. Maka ia ilmu laduni tetapi dari mana? Hanya bisa diketahui ilmu laduni dari Alloh adalah dengan mencocokkannya dengan apa yang dibawa oleh Rosul dari Robbnya. Maka ilmu laduni ada dua macam: laduni dari Alloh dan laduni dari setan. Yang menjadi pembeda antara keduanya adalah wahyu dan tidak ada lagi wahyu setelah Rosululloh.

Adapun menjadikan kisah Nabi Musa dan Nabi Khidhir sebagai pegangan dalam bolehnya meninggalkan wahyu dan memilih ilmu laduni, ini adalah kekafiran yang mengeluarkan seseorang dari Islam serta boleh untuk dibunuh. Perbedaannya; Nabi Musa tidak diutus kepada Nabi Khidhir. Dan Nabi Khidir pun tidak diperintahkan untuk mengikuti Nabi Musa. Jika ia diperintah untuk mengikuti Nabi Musa maka tentulah wajib baginya untuk hijrah kepada Nabi Musa dan ia akan bersamanya. Oleh karena itu, ia berkata kepada Nabi Musa : ‘Engkau Musa Nabi Bani Israil?’ Jawab Nabi Musa: ‘Ya.’ Sedangkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada seluruh makhluk. Maka kerosulannya adalah umum untuk jin dan manusia dalam setiap masa. Seandainya Nabi Musa dan Nabi Isa hidup maka keduanya akan menjadi pengikutnya. Apabila Nabi Isa turun (nanti di akhir zaman) maka Sesungguhnya dia akan menjalankan hukum syariat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Barang siapa yang mengaku bahwa perumpa­ maan dirinya dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bagaikan Nabi Khidhir dengan Nabi Musa, atau ia membolehkan hal itu bagi seseorang dari golongan umat ini, maka hendaklah ia mengulang keislamannya dan mengulang bersyahadat dengan syahadat yang benar. Sesungguhnya keyakinan seperti itu membuatnya meninggalkan agama Islam secara total. Apalagi untuk dianggap sebagai wali Alloh yang khusus. Sesungguhnya ia adalah di antara wali-wali setan, penolongnya dan penggantinya. Ini adalah garis pembeda antara orang-orang zindik dan orang yang benar- benar istiqomah dari kalangan mereka.”[Lihat Madarijus- Salikin: 2/475-476] Dalam ungkapan Ibnul-Qoyyim rahimahullah di atas dijelaskan bahwa ilmu laduni yang dari Alloh adalah pemahaman yang diberikan Alloh kepada seseorang ketika ia belajar ilmu syariat yang dituntut kepada para ulama yang diiringi dengan keikhlasan dan ketaatan kepada Alloh dan Rosul-Nya Bukan ilmu yang didapat melalui mimpi dan semadi, apalagi ilmu tersebut jelas-jelas bertentangan dengan ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah. Segala ilmu yang bertentangan dengan al‑ Qur’an dan Sunnah Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka itu adalah ilmu laduni yang datang dari setan. Pada tempat lain Ibnul-Qoyyim rahimahullah berkata pula: “Ilmu laduni yang datang dari Alloh buah dari ketundukan dan rasa cinta yang melahirkan keinginan untuk melaksanakan amalan-amalan mandub (sunnah) setelah melaksanakan amalan-amalan wajib. Ilmu laduni yang datang dari setan adalah buah dari berpaling dari wahyu (ilmu syariat) serta bisikan nafsu sesat dan setan.”[Lihat Madarijus-Salikin: 2/477 ]

Adapun yang diperoleh tanpa melalui sebab mencari dalil maka itu tidak benar. Karena Alloh menggantungkan mengenal ilmu dengan sebab- sebabnya sebagaimana Alloh kaitkan kejadian alam dengan dengan sebab-sebab pula. Seorang manusia tidak akan mungkin memperoleh ilmu kecuali ada dalil menun­ jukkannya kepada ilmu tersebut. Alloh telah men­ yokong para rosul-Nya dengan berbagai macam dalil dan keterangan. Sebagai dalil yang menunjukkan mereka bahwa ilmu yang datang kepada mereka adalah dari sisi Alloh. Dan dalil-dalil tersebut pula yang menunjukkan akan hal itu kepada umat mereka. Mereka memiliki dalil dan keterangan yang amat jelas bahwa yang ilmu yang datang kepada mereka adalah dari Alloh.

Maka setiap ilmu yang tidak berdasarkan kepada dalil bagaikan pengakuan yang tidak memiliki bukti dan hukum yang tidak ada fakta. Jika demikian halnya maka ia tidak bisa dianggap ilmu apalagi dianggap sebagai ilmu laduni. Ilmu laduni adalah ilmu yang dibuktikan dengan dalil yang shohih bahwa ia datang dari sisi Alloh melalui para rosul-Nya. Apa yang di luar itu maka itu adalah ilmu laduni yang datang dari diri manusia itu sendiri, darinya datang kepadanya kembali. Telah banjir ilmu laduni, amat murah harganya sehingga setiap golongan mengaku mendapat ilmu laduni. Sehingga setiap orang berbicara tentang hakikat iman, suluk (budi pekerti), serta nama dan sifat- sifat Alloh menurut apa yang terlintas dalam pikiran yang dilontarkan setan ke dalam hatinya. Ia mengira ilmunya adalah ilmu laduni. Maka orang zindik pun ikut mengaku bahwa ilmu mereka ilmu laduni. Yang menjadi persoalan ilmu laduni siapa dan dari mana ilmu laduninya tersebut. Alloh telah mencela dengan celaan yang tajam terhadap siapa saja yang menisbahkan kepada Alloh sesuatu yang bukan dari-Nya. Sebagaimana firman Alloh ‘Azza wa jalla: "…. Mereka mengatakan: “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Alloh “, padahal ia bukan dari sisi Alloh. Mereka berkata dusta terhadap Alloh sedang mereka mengetahui". (QS. Ali Imron [3]: 78) Dan firman Alloh Ta’ala: " Maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang menulis al- Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: “Ini dari Alloh……" (QS. al-Baqoroh [2]: 79) Barang siapa yang berkata “Ilmu ini dari Alloh” sedangkan ia bohong dalam penisbahan tersebut.

Maka baginya bagian yang cukup dari celaan yang yang terdapat dalam, ayat-ayat tersebut. Hal ini banyak terdapat dalam al-Qur’an, Alloh mencela orang yang menyandarkan sesuatu kepada- Nya tanpa ilmu. dan orang yang berbicara tentang sesuatu atas nama Alloh tanpa ilmu. Oleh karena itu, Alloh membagi hal yang diharamkan menjadi empat tingkat. Dan Alloh menjadikan tingkatan tertinggi (ialah) berkata atas nama Alloh tanpa ilmu. Alloh menjadikannya tingkatan tertinggi dari hal-hal yang diharamkan. Hal itu diharamkan dalam segala kondisi, bahkan diharamkan dalam seluruh agama dan di atas lisan segala rosul. Orang yang mengatakan “Ini adalah ilmu laduni” ter­ hadap sesuatu yang tidak bisa ia pastikan dari Alloh serta tidak ada pula keterangan dari Alloh bahwa ilmu itu dari-Nya.

Orang tersebut adalah pendusta alias pembohong di atas nama Alloh, ia adalah orang yang paling zalim dan paling dusta” Demikianlah bahasan kita kali ini, semoga Alloh Ta’ala menjadikan kita orang-orang yang senantiasa berpegang teguh dengan ilmu-ilmu yang beliau warisan kepada umatnya. Juga menunjuki sesiapa yang tersesat di kalangan umat ini kepada jalan yang benar. Wallohu A’lam. ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻧْﺖَ ﻭَﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚَ [Disalin dari Majalah AL FURQON. Srowo, Sidayu, Gresik. Jawa- Timur. Edisi 4 tahun ke: 8, Dzulqo’dah 1429H/November 2008M]

Sumber : http:// ibnuabbaskendari.wordpress. com/2010/06/05/eksistensi- hakikat-dan-syariat-dalam- istilah-sufi/

Selasa, 15 Mei 2012

Yang Terlupa Dari Keikhlasan

keyword-
images

Artikel www.muslimah.or.id

Ikhlas, suatu kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kaum muslimin. Sebuah kata yang singkat namun sangat besar maknanya. Sebuah kata yang seandainya seorang muslim terhilang darinya, maka akan berakibat fatal bagi kehidupannya, baik kehidupan dunia terlebih lagi kehidupannya di akhirat kelak. Ya itulah dia, sebuah keikhlasan. Amal seorang hamba tidak akan diterima jika amal tersebut dilakukan tidak ikhlas karena Allah. Allah berfirman yang artinya, “Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama kepada- Nya.” (Qs. Az Zumar: 2)

Keikhlasan merupakan syarat diterimanya suatu amal perbuatan di samping syarat lainnya yaitu mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Perkataan dan perbuatan seorang hamba tidak akan bermanfaat kecuali dengan niat (ikhlas), dan tidaklah akan bermanfaat pula perkataan, perbuatan dan niat seorang hamba kecuali yang sesuai dengan sunnah (mengikuti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam)” Apa Itu Ikhlas ? Banyak para ulama yang memulai kitab-kitab mereka dengan membahas permasalahan niat (dimana hal ini sangat erat kaitannya dengan keikhlasan), di antaranya Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya, Imam Al Maqdisi dalam kitab Umdatul Ahkam, Imam Nawawi dalam kitab Arbain An-Nawawi dan Riyadhus Shalihin-nya, Imam Al Baghowi dalam kitab Masobihis Sunnah serta ulama- ulama lainnya.

Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keikhlasan tersebut. namun, apakah sesungguhnya makna dari ikhlas itu sendiri ? Ukhti muslimah, yang dimaksud dengan keikhlasan adalah ketika engkau menjadikan niatmu dalam melakukan suatu amalan hanyalah karena Allah semata, engkau melakukannya bukan karena selain Allah, bukan karena riya (ingin dilihat manusia) ataupun sum’ah (ingin didengar manusia), bukan pula karena engkau ingin mendapatkan pujian serta kedudukan yang tinggi di antara manusia, dan juga bukan karena engkau tidak ingin dicela oleh manusia. Apabila engkau melakukan suatu amalan hanya karena Allah semata bukan karena kesemua hal tersebut, maka ketahuilah saudaraku, itu berarti engkau telah ikhlas. Fudhail bin Iyadh berkata, “Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amal karena manusia adalah riya.”

Dalam Hal Apa Aku Harus Ikhlas ? Sebagian manusia menyangka bahwa yang namanya keikhlasan itu hanya ada dalam perkara-perkara ibadah semata seperti sholat, puasa, zakat, membaca al qur’an , haji dan amal-amal ibadah lainnya. Namun ukhti muslimah, ketahuilah bahwa keikhlasan harus ada pula dalam amalan- amalan yang berhubungan dengan muamalah. Ketika engkau tersenyum terhadap saudarimu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau mengunjungi saudarimu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau meminjamkan saudarimu barang yang dia butuhkan, engkau pun harus ikhlas.

Tidaklah engkau lakukan itu semua kecuali semata-mata karena Allah, engkau tersenyum kepada saudarimu bukan karena agar dia berbuat baik kepadamu, tidak pula engkau pinjamkan atau membantu saudarimu agar kelak suatu saat nanti ketika engkau membutuhkan sesuatu maka engkau pun akan dibantu olehnya atau tidak pula karena engkau takut dikatakan sebagai orang yang pelit. Tidak wahai saudariku, jadikanlah semua amal tersebut karena Allah.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Ada seorang laki-laki yang mengunjungi saudaranya di kota lain, maka Allah mengutus malaikat di perjalanannya, ketika malaikat itu bertemu dengannya, malaikat itu bertanya, “Hendak ke mana engkau ?” maka dia pun berkata “Aku ingin mengunjungi saudaraku yang tinggal di kota ini.” Maka malaikat itu kembali bertanya “Apakah engkau memiliki suatu kepentingan yang menguntungkanmu dengannya ?” orang itu pun menjawab: “Tidak, hanya saja aku mengunjunginya karena aku mencintainya karena Allah, malaikat itu pun berkata “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk mengabarkan kepadamu bahwa sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu karena-Nya.” (HR. Muslim)

Perhatikanlah hadits ini wahai ukhti, tidaklah orang ini mengunjungi saudaranya tersebut kecuali hanya karena Allah, maka sebagai balasannya, Allah pun mencintai orang tersebut. Tidakkah engkau ingin dicintai oleh Allah wahai ukhti ? Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah engkau menafkahi keluargamu yang dengan perbuatan tersebut engkau mengharapkan wajah Allah, maka perbuatanmu itu akan diberi pahala oleh Allah, bahkan sampai sesuap makanan yang engkau letakkan di mulut istrimu.” (HR Bukhari Muslim) Renungkanlah sabda beliau ini wahai ukhti, bahkan “hanya” dengan sesuap makanan yang seorang suami letakkan di mulut istrinya, apabila dilakukan ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberinya pahala.

Bagaimana pula dengan pengabdianmu terhadap suamimu yang engkau lakukan ikhlas karena Allah ? bukankah itu semua akan mendapat ganjaran dan balasan pahala yang lebih besar? Sungguh merupakan suatu keberuntungan yang amat sangat besar seandainya kita dapat menghadirkan keikhlasan dalam seluruh gerak-gerik kita. Berkahnya Sebuah Amal yang Kecil Karena Ikhlas Ukhti muslimah yang semoga dicintai oleh Allah, sesungguhnya yang diwajibkan dalam amal perbuatan kita bukanlah banyaknya amal namun tanpa keikhlasan. Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila kita melakukannya ikhlas karena Allah, maka Allah akan menerima dan melipat gandakan pahala dari amal perbuatan tersebut.

Abdullah bin Mubarak berkata, “Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena niat.” Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Seorang laki- laki melihat dahan pohon di tengah jalan, ia berkata: Demi Allah aku akan singkirkan dahan pohon ini agar tidak mengganggu kaum muslimin, Maka ia pun masuk surga karenanya.” (HR. Muslim) Lihatlah ukhti, betapa kecilnya amalan yang dia lakukan, namun hal itu sudah cukup bagi dia untuk masuk surga karenanya. Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Dahulu ada seekor anjing yang berputar-putar mengelilingi sumur, anjing tersebut hampir-hampir mati karena kehausan, kemudian hal tersebut dilihat oleh salah seorang pelacur dari bani israil, ia pun mengisi sepatunya dengan air dari sumur dan memberikan minum kepada anjing tersebut, maka Allah pun mengampuni dosanya.” (HR Bukhari Muslim)

Subhanallah, seorang pelacur diampuni dosanya oleh Allah hanya karena memberi minum seekor anjing, betapa remeh perbuatannya di mata manusia, namun dengan hal itu Allah mengampuni dosa-dosanya. Maka bagaimanakah pula apabila seandainya yang dia tolong adalah seorang muslim ? Dan sebaliknya, wahai ukhti, amal perbuatan yang besar nilainya, seandainya dilakukan tidak ikhlas, maka hal itu tidak akan berfaedah baginya. Dalam sebuah hadits dari Abu Umamah Al Bahili, dia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mendapatkan pahala dan agar dia disebut-sebut oleh orang lain?” maka Rasulullah pun menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Orang itu pun mengulangi pertanyaannya tiga kali, Rasulullah pun menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.”

Kemudian beliau berkata: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan kecuali apabila amalan itu dilakukan ikhlas karenanya.” (Hadits Shahih Riwayat Abu Daud dan Nasai). Dalam hadits ini dijelaskan bahwa seseorang yang dia berjihad, suatu amalan yang sangat besar nilainya, namun dia tidak ikhlas dalam amal perbuatannya tersebut, maka dia pun tidak mendapatkan balasan apa-apa. Buah dari Ikhlas Untuk mengakhiri pembahasan yang singkat ini, maka kami akan membawakan beberapa buah yang akan didapatkan oleh orang yang ikhlas. Seseorang yang telah beramal ikhlas karena Allah (di samping amal tersebut harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam), maka keikhlasannya tersebut akan mampu mencegah setan untuk menguasai dan menyesatkannya. Allah berfirman tentang perkataan Iblis laknatullah alaihi yang artinya: Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.” (Qs. Shod: 82-83). Buah lain yang akan didapatkan oleh orang yang ikhlas adalah orang tersebut akan Allah jaga dari perbuatan maksiat dan kejelekan, sebagaimana Allah berfirman tentang Nabi Yusuf yang artinya “Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas. “ ( Qs. Yusuf : 24).

Pada ayat ini Allah mengisahkan tentang penjagaan Allah terhadap Nabi Yusuf sehingga beliau terhindar dari perbuatan keji, padahal faktor-faktor yang mendorong beliau untuk melakukan perbuatan tersebut sangatlah kuat. Akan tetapi karena Nabi Yusuf termasuk orang-orang yang ikhlas, maka Allah pun menjaganya dari perbuatan maksiat. Oleh karena itu wahai ukhti, apabila kita sering dan berulang kali terjatuh dalam perbuatan kemaksiatan, ketahuilah sesungguhnya hal tersebut diakibatkan minim atau bahkan tidak adanya keikhlasan di dalam diri kita, maka introspeksi diri dan perbaikilah niat kita selama ini, semoga Allah menjaga kita dari segala kemaksiatan dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas. Amin ya Rabbal alamin. ***

Penulis: Abu ‘Uzair Boris Tanesia Muroja’ah: Ust. Ahmad Daniel, Lc.

Senin, 14 Mei 2012

"Rabb, Jauhkan Kami dari Neraka"

keyword-
images

Di dzaman Rasulullah saw. ada seorang sahabat yang senantiasa rajin bangun tengah malam di setiap harinya. Ketika semua orang tertidur dan dibuai mimpi. Ia tetap saja konsisten untuk qiyamul lâil. Sholat malamnya pun tak banyak. Hanya dua rakaat. Selesai sholatnya, pasti bacaan Qur’an dan iringan tangis do’a menyertainya. Sampai pada satu waktu, fulan lainnya, yang kebetulan sedang bermalam di rumah sahabat ini terbangun melihat rutinitas itu. Dalam sunyinya malam, dengan suara yang lirih, doa yang dipanjatkan sahabat itu adalah; “Wahai Dzat yang mempunyai neraka, jauhkanlah aku dari neraka…” Keesokan harinya, fulan menceritakan hal itu kepada Rasulullah, “ya Rasullulloh, aku mendengar sahabat ini dalam doanya mengucapkan, Wahai Dzat yang mempunyai neraka, jauhkanlah aku dari neraka…” Rasulullah saw. pun tidak banyak berkomentar, “Malam ini, dengarlah sekali lagi do’anya.

Jika ia masih menyebut do’a yang sama, sampaikanlah padaku esok hari,” Masih dalam rutinitas hariannya, Sahabat ini pun kembali bangun menunaikan dua rakaat sholat malam, membaca Al-Qur’an, dan bersambung dengan do’a, “Wahai Dzat yang mempunyai neraka, jaukanlah aku dari neraka…” Keesokan harinya, fulan kembali menceritakan hal itu kepada Rasulullah saw. Sampai tibalah Rasulullah bertemu dengan sahabat tersebut dan bertanya, “Wahai sahabatku, aku mendengar khabar, di do’a malammu engkau berdoa agar dijauhkan dari api neraka. Mengapa tidak kau minta syurga?” “Ya Rasulullah, tempat saya bukan di dalam syurga, karena amalan saya ini terlalu sedikit.

Saya malu meminta syurga kepada Alloh. Saya pun tidak mau ditempatkan di dalam neraka, karena saya takut dari azab neraka yang pedih. Oleh sebab itu saya berdoa kepada Alloh agar saya dijauhkan dari api neraka.” Rasulullah sangat kagum dengan sahabatnya itu. Sampai Jibril pun datang menghampiri Rasululullah saw., “Ya Rasulullah, kabarkanlah sahabatmu ini, Alloh telah menjauhkannya dari neraka dan menempatkannya di syurga, karena ia telah bangun di tengah malam dan menghidupkan malamnya dengan beribadah kepada Alloh swt.”

Wallôhu’alam.

Tentang Keindahan Bidadari Penghuni Syurga, Citra Wanita Terbaik Yang Pernah Ada, Penuh Kesucian, Kemuliaan, Kelembutan, Keindahan Serta Akhlak Yang Terpuji Dan Terjaga

keyword-
images

Ibnu Abi Dunia rahimahullah menceritakan dari Abu Sulaiman ad- Darani rahimahullah . Tuturnya:“Seorang pemuda di Iraq berkhalwat untuk ibadah. Lalu ia pergi ke Mekkah dengan ditemani seorang rekannya. Setiap kali singgah di suatu tempat, ia melakukan shalat. Manakala orang-orang makan, ia malah puasa. Rekannya sabar menyertainya.

Ketika akan berpisah, rekannya bertanya kepadanya: ‘Tolong beritahukan kepada aku mengapa engkau berbuat seperti yang kusaksikan?’ Pemuda itu memberi penjelasan: ‘Aku pernah mimpi melihat sebuah istana di surga yang batu batanya terbuat dari perak dan emas. Setelah seluruh sisi bangunan kulihat semuanya, lantas kudapati sebuah beranda yang terbuat dari mutiara zabarjad, dan yang satu lagi dari mutiara yaqut. Di antara keduanya terdapat seorang bidadari dengan rambut tergerai indah dan mengenakan pakaian yang lembut mengiringi kelenturan tubuhnya.

Dan ia berujar: ‘Bersungguh-sungguh dalam menaati Allah jika menginginkan aku.’ Wallahi , aku telah bersungguh-sungguh menginginkanmu. Sang pemuda berkata kepada rekannya: ‘Aku lakukan ini untuk meraih dia’.” Abu Sulaiman ad- Darani rahimahullah berkomentar: “Ini dalam rangka mendapatkan satu orang bidadari, lantas bagaimana dengan orang yang ingin memperoleh lebih dari itu?” Melalui serangkaian ayat al- Qur’an dan hadits Nabi, kita mengetahui bahwa Allah ‘Azza wa Jalla telah menyediakan bagi para hamba-Nya yang shaleh hurul‘in (bidadari) di surga yang keindahan dan kecantikan mereka dilukiskan dengan jelas, dan sifat-sifatnya yang terlembut digambarkan oleh syari‘ah yang suci.

Tujuannya agar seorang Muslim menahan diri dari beragam kesenangan yang diharamkan dan terdorong untuk mendapatkan para bidadari. Bidadari! Dialah makhluk Allah yang memiliki seluruh sifat kesempurnaan wanita idaman. Inilah salah satu nikmat yang belum dicicipi manusia. maka bidadari menjadi wahana bagi seorang Mukmin untuk menikmati anugerah terbesar itu. Sebagai anugerah terbesar, tentu saja tidak sembarang orang bisa mereguknya. Tapi hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang mampu mengekang diri dari beragam kesenangan yang diharamkan, demi mematuhi Allah. Pelajaran inilah antara lain yang bisa dipetik dari narasi di atas. Dalam rangkaian haditsnya, Rasulullah pun sangat rinci sekali dalam melukiskan sosok bidadari; ia adalah istri yang suci, wajahnya putih dan cantik jelita, sangat indah rupawan, pandangannya pendek (tidak liar), hidungnya indah dan lembut, pipinya mulus, bersih dan ranum kemerah-merahan.

Nabi berujar: “Ia (penghuni surga) melihat wajahnya sendiri melalui pipi bidadari yang lebih bening daripada cermin” (HR. Baihaqi). Agar seorang Mukmin terdorong untuk meraih kenikmatan abadi di surga, Rasulullah juga melukiskan bahwa mulut bidadari teramat indah dan senyumnya memancarkan cahaya, suaranya paling merdu, selalu berada dalam keamanan dan ketenangan, selalu dalam kesenangan, selalu rela dan cinta, senantiasa menetap dan mendampingi, dipingit (tidak kemana-mana), selalu memuji lagi menyambut, rambutnya hitam legam dengan aromanya yang harum semerbak. Betis bidadari begitu bening, tumitnya putih mulus, kedudukannya tinggi, berlimpah kecintaan, sebaya dan sama, benar-benar suci, dan sebelumnya tidak pernah disentuh oleh manusia maupun jin, luput (terbebas) dari akhlak tercela, dan diciptakan oleh Dzat Yang Maha Bijaksana secara langsung.

Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (para bidadari) dengan langsung” (al- Waqi‘ah [56]: 35). Artinya, Allah ‘Azza wa Jalla telah menyiapkannya dengan sempurna, baik bentuk/rupa, akhlak, perilaku maupun pemeliharaannya. Demikian citra bidadari yang dilukiskan oleh Allah dan Rasul- Nya, untuk itu marilah wahai para ukhti sekalian untuk menjadi salah seorang bidadari penghuni syurga. Apalah artinya wajah dan rupamu yang elok sedang hatimu buruk dan dalam kesesatan dunia kamu lebih menyukai menunjuk-nunjukkan kecantikanmu kepada yang bukan mahrommu, berpakaian yang memikat syahwat mereka, dan segala perkara yang mendekatkan kamu pada murka ALLAH.

Dan adalah kebanyakan wanita yang tiada begitu baik rupanya itu lebih baik, sedang ia patuh akan segala aturan dan ketentuan yang ALLAH dan RasulNya tetapkan bagi kamu sekalian. Ingatlah..bahwa sesungguhnya paras lagi rupa yang elok didunia sedang hatinya buruk lagi sesat, niscaya kelak dinegeri akhirat ALLAH Tabarka wa Ta’ala akan memburukkan rupamu dengan seburuk –buruk rupa sedang neraka adalah tempat yang lebih layak bagimu. Dan wanita-wanita yang tiada begitu baik rupanya sedang ia beramal shalih, menjaga kesuciannya, berperilaku lagi berakhlak mulia niscaya mereka itulah yang lebih baik sedang Syurga adalah selayak-layak tempat bagi mereka dan ALLAH menjadikan mereka bidadari-bidadari dengan seindah-indah rupa yang bahkan belum pernah ALLAH ciptakan di muka bumi.


Disadur dari : buku Indahnya Bidadari Surga , Oleh Jamal Abdurrahman ( Penulis ), Nabhani Idris ( Penj ), Abu Sumayyah Syahiidah (Peny) , Robbani Press (Telp. 87780250), Cet. Pertama, Jumadits-Tsani 1425 H/Agustus 2004 M, XI + 127 hlm.

Renungan Bagi Wanita Muslimah Tentang Cara Berhias (Tabarruj) , Berpenampilan, Berwewangian Dan Tidak Berpakaian Hijab Yang Syar’i, Yang Kesemua Itu Menjauhkanmu Dari Syurga Bahkan Mencium Bau Syurgapun Tidak

keyword-
images

Wahai Ukhti Muslimah ..!
Kemusykilan kaum wanita yang terjadi pada zaman sekarang ini adalah tentang cara berhias mereka, senang berkumpul dan mengerjakan hal-hal yang tidak berguna di pusat-pusat keramaian. Semua itu merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Yang dimaksud dengan wanita yang senang memamerkan perhiasannya adalah seorang wanita yang senang menampakkan diri di hadapan lawan jenisnya dengan segala keindahan yang mengundang perhatian . Misalnya dengan pakaiannya, ucapannya, cara berjalannya maupun semua sikap yang mendatangkan laki- laki terpikat kepadanya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman. “Artinya : Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu”. [Al-Ahzab : 33] Mujahid mengatakan. “Wanita yang keluar rumah yang berjalan dihadapan laki-laki yang bukan muhrimnya telah bertabarruj (bersolek) dengan tabarruj jahiliyah. Tabarruj adalah menampakkan keelokan tubuh dan kecantikan wajah berikut pesonanya. Atau seperti kata Imam Bukhari. “Tabarruj” adalah perbuatan wanita yang memamerkan segala kecantikan miliknya. Sedangkan Qatadah berkata. “Kaum wanita memiliki kesenangan berjalan-jalan dan sikap genit, dan Allah Azza wa Jalla melarang semuanya itu”. [Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim, Qatadah III/482]

Untuk menjaga masyarakat dari bahaya ini, menjaga tubuh wanita dari tindak kejahatan, menjaga mereka supaya tetap punya rasa malu dan kehormatan dan demi menghindarkan jiwa kaum laki- laki agar jangan sampai tertipu serta tersungkur dalam kenistaan, maka Allah melarang wanita dari menampakkan perhiasannya, Firman Allah. “Artinya : Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau bapak mereka, atau bapak suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-puteri suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, perempuan-perempuan (sesama Islam), hamba sahaya yang mereka miliki, pembantu laki-laki yang tidak mempunyai keinginan, anak-anak yang belum mengerti melihat aurat perempuan.

Dan janganlah menghentakkan kakinya supaya diketahui perhiasan-perhisannya yang tersembunyi. Dan taubatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang yang beriman supaya memperoleh keberuntungan”. [An-Nur : 31] Ingatlah wahai wanita Muslimah, akan firman Allah “Dan janganlah menampakkan perhiasannya”. Perlu diketahui bahwa perhiasan itu tidak tertentu pada satu bagian anggota tubuh atau pakaian . Ayat tersebut secara tegas menunjukkan bahwa setiap anggota tubuh bisa jadi merupakan perhiasan dan sumber dari timbulnya rangsangan dan wanita yang bertaqwalah yang dapat menghargai hal itu, karena alasan takut pada siksa dan murka Allah. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia menceritakan, Rasullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda. “Artinya : Ada dua kelompok penghuni neraka yang belum pernah aku melihatnya, yaitu : Suatu kaum yang bersamanya cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk mencambuk orang-orang, dan wanita-wanita berpakaian tetapi telanjang, genit, kepalanya seperti punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk surga, tidak juga mencium bau surga, sesungguhnya bau surga tercium dari jarak ini dan itu”. [Hadits Riwayat Muslim]

Saudariku, perhatikanlah ancaman yang sangat menyeramkan dan juga adzab yang pedih itu bagi wanita yang merasa bangga dengan kecantikannya di hadapan laki- laki yang bukan muhrimnya. Sejenak dia tampak bahagia dan gembira, padahal di akhirat kelak, perbuatan itu merupakan salah satu faktor diharamkannya masuk surga, dan sebaliknya akan dimasukkan ke dalam neraka. Semoga Allah senantiasa memberikan ampunan kepada Anda, Saudariku, atas kekhilafanmu memperlihatkan perhiasan di hadapan laki-laki yang bukan muhrim Anda, baik itu berupa kesengajaan tidak mengenakan hijab yang telah ditetapkan syari’at maupun dengan memakai wangi- wangian pada setiap kali keluar rumah supaya mereka mencium baunya. Sesungguhnya semua itu akan mendatangkan siksaan pada hari kiamat kelak.

Disalin dari buku 30 Larangan Bagi Wanita, oleh Amr Bin Abdul Mun’in, terbitan Pustaka Azzam http://tausyah.wordpress.com

Kamis, 10 Mei 2012

Doa seorang muslimah utk laki2 idamannya

keyword-
images

Doa Para Wanita yang sangat merindukan datangnya seorang pendamping..
Untuk Para WANITA.... mari kita Aminkan Doa ini.......
Untuk Para PRIA... . Dengarlah Doa Para Wanita yang sangat merindukan datangnya seorang pendamping.. ..

Peringatan Rasulullah: "Bukan termasuk golonganku orang-orang yang merasa khawatir akan terkungkung hidupnya karena menikah kemudian ia tidak menikah." (HR. Thabrani).

Apa yang menghimpit saudara kita sehingga MEREKA SANGGUP MENETESKAN AIR MATA. Awalnya adalah KARENA MEREKA MENUNDA APA YANG HARUS DISEGERAKAN, MEMPERSULIT APA YANG SEHARUSNYA DIMUDAHKAN. Padahal Rasululloh berpesan: "Wahai Ali, ada TIGA PERKARA JANGAN DITUNDA-TUNDA, apabila SHOLAT TELAH TIBA WAKTUNYA, JENAZAH APABILA TELAH SIAP PENGUBURANNYA, dan PEREMPUAN APABILA TELAH DATANG LAKI-LAKI YANG SEPADAN MEMINANGNYA." (HR Ahmad) " -------------------

Tuhanku... Aku berdo'a untuk seorang pria yang akan menjadi bagian dari hidupku . Seseorang yang sungguh mencintai_MU lebih dari segala sesuatu. Seorang pria yang akan meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah ENGKAU. Seorang pria yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk_MU. Wajah tampan dan daya tarik fisik tidaklah penting Yang penting adalah sebuah hati yang sungguh mencintai dan dekat dengan ENGKAU dan berusaha menjadikan sifat-sifat_MU ada pada dirinya.

Dan ia haruslah mengetahui bagi siapa dan untuk apa ia hidup sehingga hidupnya tidaklah sia-sia. Seseorang yang memiliki hati yang bijak tidak hanya otak yang cerdas. Seorang pria yang tidak hanya mencintaiku tapi juga menghormatiku. Seorang pria yang tidak hanya memujaku tetapi juga dapat menasihatiku ketika aku berbuat salah. Seseorang yang mencintaiku bukan karena kecantikanku tapikarena hatiku. Seorang pria yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam setiap waktu dan situasi. Seseorang yang dapat membuatku merasa sebagai seorang wanita ketika aku di sisinya

Tuhanku... Aku tidak meminta seseorang yang sempurna namun aku meminta seseorang yang tidak sempurna, sehingga aku dapat membuatnya sempurna di mata_MU. Seorang pria yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya. Seorang pria yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya. Seseorang yang membutuhkan senyumku untuk mengatasi kesedihannya. Seseorang yang membutuhkan diriku untuk membuat hidupnya menjadi sempurna.

Tuhanku... Aku juga meminta, Buatlah aku menjadi wanita yang dapat membuatnya bangga. Berikan aku hati yang sungguh mencintai_MU sehingga aku dapat mencintainya dengan sekedar cintaku. Berikanlah sifat yang lembut sehingga kecantikanku datang dari_MU. Berikanlah aku tangan sehingga aku selalu mampu berdoa untuknya. Berikanlah aku penglihatan sehingga aku dapat melihat banyak hal baik dan bukan hal buruk dalam dirinya. Berikanlah aku lisan yang penuh dengan kata-kata bijaksana, mampu memberikan semangat serta mendukungnya setiap saat dan tersenyum untuk dirinya setiap pagi.

Dan bilamana akhirnya kami akan bertemu, aku berharap kami berdua dapat mengatakan: "Betapa Maha Besarnya Engkau karena telah memberikan kepadaku pasangan yang dapat membuat hidupku menjadi sempurna." Aku mengetahui bahwa ENGKAU ingin kami bertemu pada waktu yang tepat. Dan ENGKAU akan membuat segala sesuatunya indah pada waktu yang telah ENGKAU tentukan

Amin....

Template by:
Free Blog Templates