Kota Fas rupanya beruntung sekali karena pernah
melahirkan sang manusia langit yang namanya
semerbak di dunia sufi pada tahun 596 H. Sang
sufi yang mempunyai nama lengkap Ahmad bin
Ali Ibrahim bin Muhammad bin Abi Bakr al-
Badawi ini ternyata termasuk zurriyyah baginda
Nabi, karena nasabnya sampai pada Ali Zainal
Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Talib, suami
sayyidah Fatimah binti sayyidina Nabi
Muhammad SAW.
Keluarga Badawi sendiri bukan penduduk asli Fas
(sekarang termasuk kota di Maroko). Mereka
berasal dari Bani Bara, suatu kabilah Arab di Syam
sampai akhirnya tinggal di Negara Arab paling
barat ini. Di sinilah Badawi kecil menghafal al-
Qur'an mengkaji ilmu-ilmu agama khususnya
fikih madzhab syafi'i. Pada tahun 609 H ayahnya
membawanya pergi ke tanah Haram bersama
saudara-saudaranya untuk melaksanakan ibadah
haji. Mereka tinggal di Makkah selama beberapa
tahun sampai ajal menjemput sang ayah pada
tahun 627 H dan dimakamkan di Ma'la.
Badawi masuk Mesir
Sang sufi yang selalu mengenakan tutup muka ini
suatu ketika ber-khalwat selama empat puluh hari
tidak makan dan minum. Waktunya dihabiskan
untuk meihat langit. Kedua matanya bersinar
bagai bara. Sekonyong-konyong ia mendengar
suara tanpa rupa. "Berdirilah !" begitu suara itu
terus menggema, Carilah tempat terbitnya
matahari. Dan ketika kamu sudah
menemukannya, carilah tempat terbenamnya
matahari. Kemudian…beranjaklah ke Thantha,
suatu kota yang ada di propinsi Gharbiyyah,
Mesir. Di sanalah tempatmu wahai pemuda".
Suara tanpa rupa itu seakan membimbingnya ke
Iraq.
Di sana ia bertemu dengan dua orang yang
terkenal yaitu Syekh Abdul Kadir al-Jailani dan ar-
Rifa'i. "Wahai Ahmad " begitu kedua orang itu
berkata kepada Ahmad al-Badawi seperti
mengeluarkan titah. " Kunci-kunci rahasia wilayah
Iraq, Hindia, Yaman, as-Syarq dan al-Gharb ada
di genggaman kita. Pilihlah mana yang kamu
suka ". Tanpa disangka-sangka al-Badawi
menjawab, "Saya tidak akan mengambil kunci
tersebut kecuali dari Dzat Yang Maha Membuka.
Perjalanan selanjutnya adalah Mesir negeri para
nabi dan ahli bait.
Badawi masuk Mesir pada
tahun 34 H. Di sana ia bertemu dengan al-Zahir
Bibers dengan tentaranya. Mereka menyanjung
dan memuliakan sang wali ini. Namun takdir
menyuratkan lain, ia harus melanjutkan
perjalanan menuju tempat yang dimaksud oleh
bisikan gaib, Thantha, satu kota yang banyak
melahirkan tokoh-tokoh dunia. Di sana ia
menjumpai para wali, seperti Syaikh Hasan al-
Ikhna`I, Syaikh Salim al- Maghribi dan Syaikh
Salim al-Badawi. Di sinilah ia menancapkan
dakwahnya, menyeru pada agama Allah, takut
dan senantiasa berharap hanya kepada-Nya.
Badawi yang alim
Dalam perjalanan hidupnya sebagai anak manusia
ia pernah dikenal sebagai orang yang pemarah,
karena begitu banyaknya orang yang menyakit.
Tapi rupanya keberuntungan dan kebijakan
berpihak pada anak cucu Nabi ini. Marah bukanlah
suatu penyelesaian terhadap masalah bahkan
menimbulkan masalah baru yang bukan hanya
membawa madarat pada orang lain, tapi diri
sendiri. Diam, menyendiri, merenung, itulah sikap
yang dipilih selanjutnya. Dengan diam orang lebih
bisa banyak mendengar. Dengan menyendiri
orang semakin tahu betapa rendah, hina dan
perlunya diri ini akan gapaian tangan-tangan Yang
Maha Asih. Dengan merenung orang akan
banyak memperoleh nilai-nilai kebenaran. Dan
melalui sikap yang mulia ini ia tenggelam dalam
zikir dan belaian Allah SWT.
Laksana laut, diam tenang tapi dalam dan penuh
bongkahan mutiara, itulah al-badawi. Matbuli
dalam hal ini memberi kesaksian, "Rasulullah
SAW bersabda kepadaku, " Setelah Muhammad
bin Idris as-Syafiiy tidak ada wali di Mesir yang
fatwanya lebih berpengaruh daripada Ahmad
Badawi, Nafisah, Syarafuddin al-Kurdi kemudian
al-Manufi.
Suatu ketika Ibnu Daqiq al-'Id mengutus Abdul
Aziz al- Darini untuk menguji Ahmad Badawi
dalam berbagai permasalahan. Dengan tenang dia
menjawab, "Jawaban pertanyaan-pertanyaan itu
terdapat dalam kitab “Syajaratul Ma'arif” karya
Syaikh Izzuddin bin Abdus Salam.
Karomah Ahmad Badawi
Kendati karomah bukanlah satu-satunya ukuran
tingkat kewalian seseorang, tidak ada salahnya
disebutkan beberapa karomah Syaikh Badawi
sebagai petunjuk betapa agungnya wali yang satu
ini.
Al-kisah ada seorang Syaikh yang hendak
bepergian. Sebelum bepergian dia meminta
pendapat pada Syaikh al-Badawi yang sudah
berbaring tenang di alam barzakh.
"Pergilah, dan tawakkallah kepada Allah SWT"tiba-
tiba terdengar suara dari dalam makam Syekh
Badawi. Syaikh Sya'roni berkomentar, "Saya
mendengar perkataan tadi dengan telinga saya
sendiri ".
Tersebut Syaikh Badawi suatu hari berkata kepada
seorang laki-laki yang memohon petunjuk dalam
berdagang. "Simpanlah gandum untuk tahun ini.
Karena harga gandum nanti akan melambung
tinggi, tapi ingat, kamu harus banyak bersedekah
pada fakir miskin”.
Demikian nasehat Syekh
Badawi yang benar-benar dilaksanakan oleh laki-
laki itu. Setahun kemudian dengan izin Allah
kejadiannya terbukti benar.
Wafat
Pada tahun 675 H sejarah mencatat kehilangan
tokoh besar yang barangkali tidak tergantikan
dalam puluhan tahun berikutnya. Syekh Badawi,
pecinta ilahi yang belum pernah menikah ini
beralih alam menuju tempat yang dekat dan
penuh limpahan rahmat-Nya. Setelah dia
meninggal, tugas dakwah diganti oleh Syaikh
Abdul 'Al sampai dia meninggal pada tahun 773H.
Beberapa waktu setelah kepergian wali pujaan ini,
umat seperti tidak tahan, rindu akan kehadiran,
petuah-petuahnya. Maka diadakanlah perayaan
hari lahir Syaikh Badawi. Orang-orang datang
mengalir bagaikan bah dari berbagai tempat yang
jauh. Kerinduan, kecintaan, pengabdian mereka
tumpahkan pada hari itu pada sufi agung ini. Hal
inilah kiranya yang menyebabkan sebagian ulama
dan pejabat waktu itu ada yang berkeinginan
untuk meniadakan acara maulid. Tercatat satu
tahun berikutnya perayaan maulid syekh Badawi
ditiadakan demi menghindari penyalahgunaan
dan penyimpangan akidah. Namun itu tidak
berlangsung lama, hanya satu tahun. Dan tahun
berikutnya perayaan pun digelar kembali sampai
sekarang. Wallahu `a'lam.
Sumber:
http://tamanulama.blogspot.com/2008/02/
syeikh-ahmad-badawi-sang-manusia-langit.htm