Senin, 15 November 2010

Ahmad bin Ali Ibrahim bin Muhammad bin Abi Bakr al- Badaw

Kota Fas rupanya beruntung sekali karena pernah
melahirkan sang manusia langit yang namanya
semerbak di dunia sufi pada tahun 596 H. Sang
sufi yang mempunyai nama lengkap Ahmad bin
Ali Ibrahim bin Muhammad bin Abi Bakr al-
Badawi ini ternyata termasuk zurriyyah baginda
Nabi, karena nasabnya sampai pada Ali Zainal
Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Talib, suami
sayyidah Fatimah binti sayyidina Nabi
Muhammad SAW.


Keluarga Badawi sendiri bukan penduduk asli Fas
(sekarang termasuk kota di Maroko). Mereka
berasal dari Bani Bara, suatu kabilah Arab di Syam
sampai akhirnya tinggal di Negara Arab paling
barat ini. Di sinilah Badawi kecil menghafal al-
Qur'an mengkaji ilmu-ilmu agama khususnya
fikih madzhab syafi'i. Pada tahun 609 H ayahnya
membawanya pergi ke tanah Haram bersama
saudara-saudaranya untuk melaksanakan ibadah
haji. Mereka tinggal di Makkah selama beberapa
tahun sampai ajal menjemput sang ayah pada
tahun 627 H dan dimakamkan di Ma'la.


Badawi masuk Mesir
Sang sufi yang selalu mengenakan tutup muka ini
suatu ketika ber-khalwat selama empat puluh hari
tidak makan dan minum. Waktunya dihabiskan
untuk meihat langit. Kedua matanya bersinar
bagai bara. Sekonyong-konyong ia mendengar
suara tanpa rupa. "Berdirilah !" begitu suara itu
terus menggema, Carilah tempat terbitnya
matahari. Dan ketika kamu sudah
menemukannya, carilah tempat terbenamnya
matahari. Kemudian…beranjaklah ke Thantha,
suatu kota yang ada di propinsi Gharbiyyah,
Mesir. Di sanalah tempatmu wahai pemuda".
Suara tanpa rupa itu seakan membimbingnya ke
Iraq.

Di sana ia bertemu dengan dua orang yang
terkenal yaitu Syekh Abdul Kadir al-Jailani dan ar-
Rifa'i. "Wahai Ahmad " begitu kedua orang itu
berkata kepada Ahmad al-Badawi seperti
mengeluarkan titah. " Kunci-kunci rahasia wilayah
Iraq, Hindia, Yaman, as-Syarq dan al-Gharb ada
di genggaman kita. Pilihlah mana yang kamu
suka ". Tanpa disangka-sangka al-Badawi
menjawab, "Saya tidak akan mengambil kunci
tersebut kecuali dari Dzat Yang Maha Membuka.
Perjalanan selanjutnya adalah Mesir negeri para
nabi dan ahli bait.

Badawi masuk Mesir pada
tahun 34 H. Di sana ia bertemu dengan al-Zahir
Bibers dengan tentaranya. Mereka menyanjung
dan memuliakan sang wali ini. Namun takdir
menyuratkan lain, ia harus melanjutkan
perjalanan menuju tempat yang dimaksud oleh
bisikan gaib, Thantha, satu kota yang banyak
melahirkan tokoh-tokoh dunia. Di sana ia
menjumpai para wali, seperti Syaikh Hasan al-
Ikhna`I, Syaikh Salim al- Maghribi dan Syaikh
Salim al-Badawi. Di sinilah ia menancapkan
dakwahnya, menyeru pada agama Allah, takut
dan senantiasa berharap hanya kepada-Nya.
Badawi yang alim


Dalam perjalanan hidupnya sebagai anak manusia
ia pernah dikenal sebagai orang yang pemarah,
karena begitu banyaknya orang yang menyakit.
Tapi rupanya keberuntungan dan kebijakan
berpihak pada anak cucu Nabi ini. Marah bukanlah
suatu penyelesaian terhadap masalah bahkan
menimbulkan masalah baru yang bukan hanya
membawa madarat pada orang lain, tapi diri
sendiri. Diam, menyendiri, merenung, itulah sikap
yang dipilih selanjutnya. Dengan diam orang lebih
bisa banyak mendengar. Dengan menyendiri
orang semakin tahu betapa rendah, hina dan
perlunya diri ini akan gapaian tangan-tangan Yang
Maha Asih. Dengan merenung orang akan
banyak memperoleh nilai-nilai kebenaran. Dan
melalui sikap yang mulia ini ia tenggelam dalam
zikir dan belaian Allah SWT.


Laksana laut, diam tenang tapi dalam dan penuh
bongkahan mutiara, itulah al-badawi. Matbuli
dalam hal ini memberi kesaksian, "Rasulullah
SAW bersabda kepadaku, " Setelah Muhammad
bin Idris as-Syafiiy tidak ada wali di Mesir yang
fatwanya lebih berpengaruh daripada Ahmad
Badawi, Nafisah, Syarafuddin al-Kurdi kemudian
al-Manufi.
Suatu ketika Ibnu Daqiq al-'Id mengutus Abdul
Aziz al- Darini untuk menguji Ahmad Badawi
dalam berbagai permasalahan. Dengan tenang dia
menjawab, "Jawaban pertanyaan-pertanyaan itu
terdapat dalam kitab “Syajaratul Ma'arif” karya
Syaikh Izzuddin bin Abdus Salam.
Karomah Ahmad Badawi
Kendati karomah bukanlah satu-satunya ukuran
tingkat kewalian seseorang, tidak ada salahnya
disebutkan beberapa karomah Syaikh Badawi
sebagai petunjuk betapa agungnya wali yang satu
ini.


Al-kisah ada seorang Syaikh yang hendak
bepergian. Sebelum bepergian dia meminta
pendapat pada Syaikh al-Badawi yang sudah
berbaring tenang di alam barzakh.
"Pergilah, dan tawakkallah kepada Allah SWT"tiba-
tiba terdengar suara dari dalam makam Syekh
Badawi. Syaikh Sya'roni berkomentar, "Saya
mendengar perkataan tadi dengan telinga saya
sendiri ".
Tersebut Syaikh Badawi suatu hari berkata kepada
seorang laki-laki yang memohon petunjuk dalam
berdagang. "Simpanlah gandum untuk tahun ini.
Karena harga gandum nanti akan melambung
tinggi, tapi ingat, kamu harus banyak bersedekah
pada fakir miskin”.

Demikian nasehat Syekh
Badawi yang benar-benar dilaksanakan oleh laki-
laki itu. Setahun kemudian dengan izin Allah
kejadiannya terbukti benar.
Wafat
Pada tahun 675 H sejarah mencatat kehilangan
tokoh besar yang barangkali tidak tergantikan
dalam puluhan tahun berikutnya. Syekh Badawi,
pecinta ilahi yang belum pernah menikah ini
beralih alam menuju tempat yang dekat dan
penuh limpahan rahmat-Nya. Setelah dia
meninggal, tugas dakwah diganti oleh Syaikh
Abdul 'Al sampai dia meninggal pada tahun 773H.


Beberapa waktu setelah kepergian wali pujaan ini,
umat seperti tidak tahan, rindu akan kehadiran,
petuah-petuahnya. Maka diadakanlah perayaan
hari lahir Syaikh Badawi. Orang-orang datang
mengalir bagaikan bah dari berbagai tempat yang
jauh. Kerinduan, kecintaan, pengabdian mereka
tumpahkan pada hari itu pada sufi agung ini. Hal
inilah kiranya yang menyebabkan sebagian ulama
dan pejabat waktu itu ada yang berkeinginan
untuk meniadakan acara maulid. Tercatat satu
tahun berikutnya perayaan maulid syekh Badawi
ditiadakan demi menghindari penyalahgunaan
dan penyimpangan akidah. Namun itu tidak
berlangsung lama, hanya satu tahun. Dan tahun
berikutnya perayaan pun digelar kembali sampai
sekarang. Wallahu `a'lam.


Sumber:
http://tamanulama.blogspot.com/2008/02/
syeikh-ahmad-badawi-sang-manusia-langit.htm

shekh ahmad al-rifa'i

SHEIKH AHMAD AL-RIFA'I



Ketinggian dan Kehalusan Budi Pekerti Aulia’illah
Sayyidi Ahmad Al Rifa’i dilahirkan pada tahun 500
Hijriah. Pertama kali beliau belajar Ilmu Fiqih
Mazhab Syafi ’i dengan mempelajari Kitab Al-
Tanbih, akan tetapi beliau lebih cenderung kepada
ilmu tasawuf. Beliau terkenal sebagi rujukan
pimpinan ilmu thoriqoh, karena memiliki ilmu
haqiqat yang tinggi dan sebagai wali qutub yang
agung dan masyhur di zaman sesudah syeikh
Abdul Qodir al Jailany ra. Beliau sangat terkenal
dan memiliki pengikut yang banyak. Para
pengikutnya terkenal dengan sebutan "Al-Thoifah
Al-Rifa'iyah".

Dalam kitab Tobaqot diterangkan,
pada saat mengajar syeikh Ahmad Rifa ’i tidak
mau sambil berdiri. Orang-orang yang tinggalnya
jauh bisa mendengar apa yang disampaikan
beliau sama seperti orang yang dekat dengan
tempat pengajian. Sehingga penduduk disekitar
desa Ummi Abidah banyak yang keluar dari
rumahnya untuk mendengarkan apa yang
disampaikan oleh syeikh Ahmad Rifa’i ini. Bahkan
orang yang tadinya tuli jika mau hadir mengaji
oleh Allah, dibukakan pendengarannya sehingga
bisa mendengar apa yang disabdakan oleh syeikh
Ahmad Rifa ’i.

Para guru thoriqoh banyak yang
hadir untuk mendengarkan sabda-sabda dari
Syeikh Ahmad Al Rifa ’i dengan menggelar
sajadah sebagai tempat duduk. Setelah syeikh
Ahmad selesai memberi pelajaran, mereka
pulang sambil menempelkan sajadah kedadanya
masing-masing, sehingga sesampai di rumah
mereka bisa menjelaskan kepada para muridnya.
Banyak hal aneh yang sering terjadi pada diri
murid Syeikh Ahmad Rifa’i seperti, mereka dapat
masuk ke dalam api yang sedang menyala.
Mereka juga dapat menjinakkan binatang buas,
seperti harimau di mana hewan ini akan menuruti
apa yang mereka katakan.

Sehingga harimau ini
dapat dijadikan kendaraan oleh mereka. Banyak
lagi keajaiban-keajaiban lain yang ada pada
mereka. Ketika pertama kali Sayyidi Ahmad
bertemu dengan seorang Wali bernama Syeikh
Abdul Malik Al-Khonubi. Syeikh ini memberinya
pelajaran berupa sindiran tetapi sangat berkesan
buat Syeikh Ahmad Al Rifa ’i. Sindiran itu
berbunyi ; Orang yang berpaling dia tiada sampai.
Orang yang ragu-ragu tidak dapat kemenangan.
Barangsiapa tidak mengetahui waktunya kurang,
maka semua waktunya telah kurang. Setahun
lamanya Sayyidi Ahmad Al-Rifa'i mengulang-
ulang perkataan ini.

Setelah setahun dia datang
kembali menemui Syeikh Abdul Malik Al-Khonubi.
Sayyidi Ahmad Al-Rifa'i minta wasiat lagi, maka
berkata Syeikh Abdul Malik; Sangatlah keji
kejahilan bagi orang-orang yang mempunyai
Akal; Sangatlah keji penyakit pada sisi semua
doktor; Sangatlah keji sekalian kekasih yang
meninggalkan Wusul (sampai kepada Allah).
Sayyidi Ahmad Al-Rifa'i mengulang-ulang pula
perkatan itu selama setahun dan beliau banyak
mendapat manfaat dari perkataan itu karena
perkataan itu diresapi, dihayati dan diamalkan.
Salah satu dari sekian budi pekerti Syeikh Ahmad
Al Rifa’i yang mulia ialah beliau seringkali
membawa serta membersihkan pakaian orang-
orang yang berpenyakit kusta dan beberapa
penyakit yang sangat menjijikkan menurut
pandangan umum. Dipeliharanya orang-orang
yang sedang sakit itu; diantarkan makanan untuk
mereka dan beliau juga turut makan bersama-
sama dengan orang-orang sakit itu tanpa ada
rasa jijik.

Kalau Syeikh Ahmad Al Rifa ’i datang dari
perjalanan, apabila telah dekat dengan kampung
halamannya maka dipungutnya kayu bakar,
setelah itu dibagi-bagikan kepada orang-orang
sakit, orang buta, orang-orang jompo atau orang
tua yang membutuhkan pertolongan. Syeikh
Ahmad berkata : “Mendatangi orang-orang yang
semacam itu bagi kita wajib bukan hanya sunah.
Bahkan Nabi bersabda : “Barang siapa yang
memuliakan orang tua yang Islam, maka Allah
akan meluluhkan orang untuk memuliakannya
apabila ia sudah tua ”.

Beliau setiap dijalan selalu
menanti datangnya orang buta, kalau ada orang
buta datang lalu dipegang dan dituntun sampai
tujuan. Beliau mempunyai kasih sayang bukan
hanya kepada manusia saja, tetapi juga kepada
binatang, sehingga kalau bertemu dengan siapa
saja selalu mendahului memberi salam, bahkan
juga kepada hewan. Diriwayatkan bahwa ada
seekor anjing yang menderita sakit kusta.
Kemana saja anjing itu pergi, ia akan diusir.
Anjing tersebut diambil oleh Sayyidi Ahmad Al-
Rifa'i lalu dimandikan dengan air panas, diberikan
obat dan makan secukupnya, sampai anjing
tersebut sembuh dari penyakit yang dideritanya.
Kalau ada orang yang bertanya tentang apa yang
diperbuatnya beliau berkata : “Aku selalu
membiasakan pekerjaan yang baik. Syeikh
Ahmad ini kalau dihinggapi nyamuk beliau
membiarkannya dan tidak boleh ada orang lain
yang mengusirnya. Beliau berkata, “Biarkanlah dia
meminum darah yang dibagikan Allah
kepadanya. Pada suatu hari ada seekor kucing
sedang nyenyak tidur di atas lengan bajunya.
Waktu sholat telah masuk, lalu digunting lengan
bajunya itu karena tidak sampai hati mengejutkan
kucing yang sedang lelap tidur itu. Seusai sholat
lengan bajunya diambil dan dijait lagi. Budi pekerti
mulia yang lain ialah beliau tidak mau membalas
kejahatan dengan kejahatan. Apabila beliau dimaki
oleh orang, beliau terus menundukkan kepalanya
mencium bumi dan menangis serta meminta
maaf kepada yang memakinya.

Beliau pernah
dikirimi surat oleh Syeikh Ibrohim al Basity yag isi
suratnya merendahkan martabat beliau, lalu
beliau berkata kepada orang yang menyampaikan
surat itu : “Coba bacalah surat itu, dan ternyata
isinya adalah : “Hai orang yang buta sebelah, hai
dajjal, hai orang yang bikin bid’ah dan berbagai
macam perkataan yang menyakitkan hati. Setelah
selesai membaca surat kemudian surat itu
diterima oleh syeikh Ahmad, dibaca kemudian
berkata : “Ini semua betul, smoga Allah
membalas kebaikan kepadanya. Beliau terus
berkata dengan syiir, “Maka tidaklah aku peduli
kepada orang yang meragukan aku yang penting
menurut Allah, aku bukanlah orang yang
meragukan.

Kemudian syeikh berkata : “Tulislah
sekarang jawaban balasanku yang berbunyi “Dari
orang rendahan kepada tuanku syeikh Ibrohim.
Mengenai tulisanmu seperti yang tertera dalam
surat, memang Allah telah menjadikan aku
menurut apa yang dikehendaki-Nya dan aku
mengharapkanmu hendaknya sudi bersedekah
kepadaku dengan mendo ’akan dan
memaafkanku. Setelah surat balasan ini sampai
pada syeikh Ibrohim dan dibaca isinya, kemudian
syeikh Ibrohim pergi entah kemana tidak ada
orang yang tahu. Jika ada orang minta dituliskan
azimat kepadanya, maka Syeikh Ahmad
mengambil kertas lalu ditulis tanpa pena. Sewaktu
beliau pergi Haji, ketika berziarah ke Maqam Nabi
Muhammad Saw, maka nampak tangan dari
dalam kubur Nabi bersalaman dengan beliau dan
beliau pun terus mencium tangan Nabi SAW
yang mulia itu.

Kejadian itu dapat disaksikan oleh
orang ramai yang juga berziarah ke Maqam Nabi
Saw tersebut. Salah seorang muridnya berkata ;
"Ya Sayyidi! Tuan Guru adalah Qutub". Jawabnya;
"Sucikan olehmu syak mu daripada Qutubiyah".
Kata murid: "Tuan Guru adalah Ghatus!".
Jawabnya: "Sucikan syakmu daripada
Ghautsiyah". Al-Imam Sya'roni mengatakan
bahwa yang demikian itu adalah dalil bahwa
Sayyidi Ahmad Al-Rifa'i telah melampaui
"Maqaamat" dan "Athwar" karena Qutub dan
Ghauts itu adalah Maqam yang maklum (diketahui
umum).

Sebelum wafat beliau telah menceritakan
kapan waktunya akan meninggal dan sifat-sifat
hal ihwalnya beliau. Beliau akan menjalani sakit
yang sangat parah untuk menangung bilahinya
para makhluk. Sabdanya, “Aku telah di janji oleh
Allah, agar nyawaku tidak melewati semua
dagingku (daging harus musnah terlebih dahulu).
Ketika Sayyidi Ahmad Al-Rifa'i sakit yang
mengakibatkan kewafatannya, beliau berkata,
"Sisa umurku akan kugunakan untuk
menanggung bilahi agungnya para makhluk.
Kemudian beliau menggosok-ngosokkan wajah
dan uban rambut beliau dengan debu sambil
menangis dan beristighfar .

Yang dideritai oleh
Sayyidi Ahmad Al-Rifa'i ialah sakit "Muntah Berak".
Setiap hari tak terhitung banyaknya kotoran yang
keluar dari dalam perutnya. Sakit itu dialaminya
selama sebulan. Hingga ada yang tanya, “Kok,
bisa sampai begitu banyaknya yang keluar, dari
mana yaa kanjeng syeikh. Padahal sudah dua
puluh hari tuan tidak makan dan minum. Beliau
menjawab, “Karena ini semua dagingku telah
habis, tinggal otakku, dan pada hari ini nanti juga
akan keluar dan besok aku akan menghadap Sang
Maha Kuasa. Setelah itu ketika wafatnya, keluarlah
benda yang putih kira-kira dua tiga kali terus
berhenti dan tidak ada lagi yang keluar dari
perutnya.


Demikian mulia dan besarnya
pengorbanan Aulia Allah ini sehingga sanggup
menderita sakit menanggung bala yang
sepatutnya tersebar ke atas manusia lain.
Wafatlah Wali Allah yang berbudi pekerti yang
halus lagi mulia ini pada hari Kamis waktu duhur
12 Jumadil Awal tahun 570 Hijrah. Riwayat yang
lain mengatakan tahun 578 Hijrah.

shekh Abdul qodir jaelani




Sering kita mendengar tentang nama seorang sufi besar dan ulama besar bernama Syekh Abdul Qodir Jaelani, atau ada yang menyebut Jiilani. Siapakah sebenarnya beliau? Apa yang menjadi pandangan beliau yang jelas tentu tetap berpegang pada junjungan kita Nabi Besar Sayyidina Muhammad SAW…berikut informasi dikumpulkan dari berbagai macam sumber…

Syeikh Abdul Qodir Jaelani (bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al-Jaelani) lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M, sehingga diakhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliydan.(Biaografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali). Beliau wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul Akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M.

Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al-Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al-Ghazali.

Masa Muda

Beliau meninggalkan tanah kelahiran, dan merantau ke Baghdad pada saat beliau masih muda. Di Baghdad belajar kepada beberapa orang ulama’ seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein Al Farra’ dan juga Abu Sa’ad Al Muharrimi. Beliau belajar sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama’. Suatu ketika Abu Sa’ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil-kecilan di daerah yang bernama Babul Azaj. Pengelolaan sekolah ini diserahkan sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim disana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang yang ada tersebut. Banyak sudah orang yang bertaubat setelah mendengar nasehat beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau, sehingga sekolah itu tidak muat menampungnya.

Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama’ terkenal. Seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Juga Syeikh Qudamah penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.

Perkataan ulama tentang beliau : Syeikh Ibnu Qudamah rahimahullah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir, beliau menjawab, ” kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu.”

Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (Siyar A’lamin NubalaXX/442). Beliau adalah seorang ‘alim. Beraqidah Ahlu Sunnah, mengikuti jalan Salafush Shalih. Dikenal banyak memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak (pula) orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, “thariqah” yang berbeda dengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Diantaranya dapat diketahui dari perkataan Imam Ibnu Rajab, ”

Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh banyak para syeikh, baik ‘ulama dan para ahli zuhud. Beliau banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi ada seorang yang bernama Al Muqri’ Abul Hasan Asy Syathnufi Al Mishri (Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir Al Lakh-mi Asy Syath-Nufi. Lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani) mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam tiga jilid kitab. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya ). Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia dengar. Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh ( dari agama dan akal ), kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas. (Seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan sebagainya.) semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani rahimahullah. Kemudian aku dapatkan bahwa Al Kamal Ja’far Al Adfwi (Nama lengkapnya ialah Ja’far bin Tsa’lab bin Ja’far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal Al Adfawi. Seoarang ‘ulama bermadzhab Syafi’i. Dilahirkan pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 685 H. Wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh Al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452.) telah menyebutkan, bahwa Asy Syath-nufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.”(Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.). Imam Ibnu Rajab juga berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang sesuai dengan sunnah. Beliau memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang terkenal. Beliau juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan perkara-perkara yang berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Beliau membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.”

Syeikh Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalam kitabnya, Al Ghunyah, ” Dia (Allah ) di arah atas, berada diatas ‘arsyNya, meliputi seluruh kerajaanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu.” Kemudian beliau menyebutkan ayat-ayat dan hadist-hadist, lalu berkata ” Sepantasnya menetapkan sifat istiwa’ ( Allah berada diatas ‘arsyNya ) tanpa takwil ( menyimpangkan kepada makna lain ). Dan hal itu merupakan istiwa’ dzat Allah diatas arsy.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 515). Ali bin Idris pernah bertanya kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, ” Wahai tuanku, apakah Allah memiliki wali (kekasih ) yang tidak berada di atas aqidah ( Imam ) Ahmad bin Hambal?” Maka beliau menjawab, ” Tidak pernah ada dan tidak akan ada.”( At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 516).

Perkataan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani tersebut juga dinukilkan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Al Istiqamah I/86. Semua itu menunjukkan kelurusan aqidahnya dan penghormatan beliau terhadap manhaj Salaf.

Sam’ani berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Beliau seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau.” Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,”Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.”

Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, ”Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, ” Tidak ada seorangpun para kibar masyasyeikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak diantara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi“.

Syeikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, ” Aku telah mendapatkan aqidah beliau ( Syeikh Abdul Qadir Al Jailani ) didalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Beliau menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Beliau juga membantah kelompok-kelompok Syi’ah, Rafidhah,Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.)

Inilah tentang beliau secara ringkas. Seorang ‘alim Salafi, Sunni, tetapi banyak orang yang menyanjung dan membuat kedustaan atas nama beliau. Sedangkan beliau berlepas diri dari semua kebohongan itu. Wallahu a’lam bishshawwab.

Kesimpulannya beliau adalah seorang ‘ulama besar. Apabila sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjung-nyanjungnya dan mencintainya, maka itu adalah suatu kewajaran. Bahkan suatu keharusan. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau di atas Rasulullah shollallahu’alaihi wasalam, maka hal ini merupakan kekeliruan yang fatal. Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasalam adalah rasul yang paling mulia diantara para nabi dan rasul. Derajatnya tidak akan terkalahkan disisi Allah oleh manusia manapun. Adapun sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah ( perantara ) dalam do’a mereka, berkeyakinan bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaranya. I

Jadi sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk memperlakukan para ‘ulama dengan sebaik mungkin, namun tetap dalam batas-batas yang telah ditetapkan syari’ah.

Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.

Syeikh Abdul Qadir Jaelani juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar didunia bernama Tarekat Qodiriyah.

Awal Kemasyhuran Al-Jaba’I berkata bahwa Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani juga berkata kepadanya, “tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat, dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dan memakai lilin dan obor dan memenuhi tempat tersebut. Kemudian aku dibawa keluar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat disekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali RadhiAllahu anhum.

Kemudian Syaikh Abdul Qadir melanjutkan, “Aku melihat Rasululloh SAW sebelum dzuhur, beliau berkata kepadaku, ’anakku, mengapa engkau tidak berbicara ?’. ’Ayahku, bagaimana aku yang non arab ini berbicara di depan orang-orang fasih dari Baghdad?’. Beliau berkata, ’buka mulutmu’, lalu beliau meniup 7 kali ke dalam mulutku kemudian berkata, ”bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah dan peringatan yang baik”. Setelah itu aku shalat dzuhur dan duduk dan mendapati jumlah yang sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar. Kemudian aku melihat Ali r.a. datang dan berkata, ’buka mulutmu’. Beliau lalau meniup 6 kali kedalam mulutku dan ketika aku bertanya kepadanya mengapa beliau tidak meniup 7 kali seperti yang dilakukan Rasululloh SAW, beliau menjawab bahwa beliau melakukan itu karena rasa hormat beliau kepada RasuluLloh SAW. Kemudian akku berkata, ’Pikiran, sang penyelam, mencari mutiara ma’rifah dengan menyelami laut hati, mencampakkannya ke pantai dada , dilelang oleh lidah sang calo, kemudian dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah untuk diangkat’”. Beliau kemudian menyitir :

Idan untuk wanita seperti Laila seorang pria dapat membunuh dirinya, dan menjadikan maut dan siksaan sebagai sesuatu yang manis

Dalam beberapa manuskrip saya mendapatkan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata, ”Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, ‘kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang’. Akupun masuk Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka’. ‘sesungguhnya’ kata suara tersebut ,’mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu’.

‘Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku / keyakinanku’ tanyaku.

‘Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu’ jawab suara itu.

Akupun menbuat 70 perjanjian dengan Allah. Diantaranya adalah tidak ada seorangpun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah. Suatu ketika saat aku berceramah , aku melihat sebuah cahaya terang benderang mendatangi aku. ‘Apa ini dan ada apa?’tanyaku. ‘Rasululloh SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat’ jawab sebuah suara. Sinar tersebut makin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi spiritual yang membuatku setengah sadar. Lalu aku melihat RasuLulloh SAW di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggilku, ’wahai Abdul Qadir’. Begitu gembiranya aku dengan kedatangan RasuluLloh SAW , aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Beliau meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. ’mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan RasuluLloh SAW?’ tanyaku kepadanya. ‘sebagai rasa hormatku kepada Rasulullah SAW‘ jawab beliau.

RasuluLlah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. ‘apa ini ?’ tanyaku. ‘ini’ jawab Rasulullah, ’adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad Qutb dalam jenjang kewalian’. Setelah itu , akupun tercerahkan dan mulai berceramah.

Saat Khidir as. Datang hendak mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah membukakan rahasianya dan apa yang akan di katakannya kepadaku. Aku berkata kepadanya, ”Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku ’Engkau tidak akan sabar kepadaku’, maka aku akan berkata kepadamu ‘Engkau tidak akan sabar kepadaku’. Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, maka inilah aku dan engkau. Aku dan engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini Muhammad dan yang ini Ar-Rahman, ini kuda berpelana, busur terentang dan pedang terhunus.” Al-Khattab pelayan Syaikh Abdul QAdir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang berceramah tiba-tiba beliau berjalan naik ke udara dan berkata, “Hai orang Israel, dengarkan apa yang dikatakan oleh kaum Muhammad” lalu kembali ke tempatnya. Saat ditanya mengenai hal tersebut beliau menjawab, ”Tadi Abu Abbas Al-Khidir as lewat, maka akupun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan ia berhenti”.

Guru dan teladan kita Syaikh Abdul Qadir Al-Jilli berkata,” seorang Syaikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya yaitu :

Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang Sattar (menutup aib) dan Ghaffar (Maha pemaaf).

Dua karakter dari RasuluLlah SAW yaitu penyayang dan lembut

Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.

Dua karakter dari Umar yaitu amar ma’ruf nahi munkar

Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.

Dua karakter dari Ali yaitu aalim (cerdas/intelek) dan pemberani.

Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepada beliau dikatakan :

Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syaikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.

Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat dzahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah

Syaikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syaikh Al-Junaid mengajarkan standar Al-Qur’an dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang Syaikh. Apabila ia tidak hapal Al-Qur’an, tidak menulis dan menghapal Hadits, maka dia tidak pantas untuk diikuti.

Menurut saya (penulis buku) yang harus dimiliki seorang Syaikh ketika mendidik seseorang adalah dia menerima si murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau alasan lainnya. selalu menasihati muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan kasih. Lemah lembut kepada muridnya saat sang murid tidak mampu menyelesaikan Riyadhah. Dia juga harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri dan orang tua penuh dengan kasih dan kelemah lembutan dalam mendidik anakknya. Oleh karena itu dia selalu memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang muuriid bersumpah untuk bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh memberikan yang lebih berat kepadanya. Sesungguhnya bai’at bersumber dari hadits RasuluLlah SAW ketika beliau mengambil bai’at para sahabatnya.

Kemudian dia harus mentalqin si murid dengan zikir lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. Bertanya kepada RasuluLloh SAW, ‘Yaa Rasulullah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling afdhal di sisi Nya. RasuluLlah berkata,’Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam khalwat (kontemplasinya)’. Kemudian Ali ra. Kembali berkata , ‘Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan semua orang berzikir’. RasuluLlah berkata,’Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan “Allah” “Allah”. ‘Bagai mana aku berzikir?’. Tanya Ali. RasuluLlah bersabda, ’dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula’. Lalu RasuluLlah berkata, “Laa ilaaha illallah” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara kjeras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama RasuluLlah lakukan. Inilah asal talqin kalimat Laa ilaaha Illallah. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut”.

Syaikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pasda seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada RasulluLlah oleh Mursyidnya saat menghadapi sakaratil maut”.

Karena itulah Syaikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi : Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).
Dikumpulkan dari berbagai macam sumber

Template by:
Free Blog Templates