Sabtu, 18 Februari 2012

Hanzalah Sang Mempelai Langit

This is the final chapter of Dr Shaba Muhammad Bunduq book ” LOVE IS A MIRACLE, The True Love in Islam”

Alam menggerai tirainya turun diatas kota Madinah yang diberkahi. Bintang gemintang menebar ketenangan dan kedamaian bagi seluruh mahluk yang telah sehari penuh disibukkan dengan urusan dunia. Bintang-bintang seakan menyaksikan senandung sore, menggoyangkan pelupuk mata agar tenggelam pada nikmatnya mimpi mimpi. Malam menghadiahi kita perasaan khusus dan seakan akan semesta ini milik kita.


Malam membebaskan ruh orang orang yang beriman supaya sedikit demi sedikit menjadi jernih hingga tercurah dalam suasana diam yang mengantarkan kepada Penciptanya. Membersihkan diri dengan sujud di hadapan singgasana Nya yang agung serta menentang segala tipu daya setan. Sore berjalan seperti biasanya, akan tetapi tidak demikian bagi Hanzalah. Hari ini ia memiliki impian yang sangat special. Hanzalah punya janji dengan seseorang di sore ini. Hari ini adalah hari yang sudah lama dinantikan, yaitu hari bertemunya matahari dan bulan. Pada malam dimana sorenya telah menghadiahinya kekasih yang sangat dicintainya Jamilah.

Hari ini adalah hari pengantin Hanzalah. Hati yang tidak mengenal potongan Dahan. Setiap orang yang sedang kasmaran dia akan mengandalkan seumpama bunga mawar di tanam dan mekar di seisi bumi. Andai mereka melukis dihati orang yang mencintai dengan warna merah kecil di atas dahan dahan pohon. Tetapi barang siapa yang kehilangan kemampuan untuk mencinta niscaya menjadi musuh bagi orang orang yang mencinta. Hanzalah menikahi Jamilah, sang kekasih, pada suatu malam yang paginya akan berlangsung peperangan di Uhud. Ia meminta izin kepada Nabi SAW untuk bermalam bersama istrinya.

Ia tidak tahu persis apakah itu pertemuan atau perpisahan. Nabi pun mengizinkannya bermalam bersama istri yang sangat dicintainya. Hanzalah muncul seperti langit yang sangat dekat. Dia menangis seakan akan ia merasakan detik detik perpisahannya. Ia berusaha menenagkan hatinya menghimpun cinta kecil menuju cinta yang besar agar dapat memberi keagungan dan keindahan. Hanzalah harus mengeluarkan keputusan dengan cepat. Bersama dengan hembusan angin fajar pertama, ketika ia mendengar genderang prang, maka segera ia menghambur keluar, ia tidak menunda lagi keberangkatannya supaya ia bisa mandi terlebih dahulu.

Ia berangkat diiringi oleh deraian air mata kekasih yang dicintainya. Ia berangkat dengan kerinduan mengisi relung hatinya. Kerinduan saat saat pertama yang sebelumnya sangat dinantikannya, saat mereka berdua terikat dalam jalinan suci. Namun semua itu berlalu bagaikan mimpi. Hanzalahpun akhirnya berangkat menuju medan laga untuk memenangkan cinta yang lebih besar atas segalanya. Bahkan untuk meraih kemenangan atas dirinya sendiri. Benar, Hanzalah menang atas Hanzalah, dan berakhirlah ujian Cinta itu Air dan Cinta itu Gejolak Hanzalah berangkat sebagai pejuang padahal dirinya baru saja menjadi pengantin pada malam itu. Ia bergegas menyandang senjata untuk bergabung dengan Nabi SAW, yang saat itu sedang meluruskan barisan para pejuang.

Membariskan hati untuk berjualan di jalan Allah. Hanzalah pun memasuki pasar surga dan perang pun berkecamuk. Mulanya para penjual itu memperoleh kemenangan, namun ketika para pemanah meninggalkan pos posnya, saat para penjual berubah menjadi pembeli, kacaulah aturan peperangan. Kaum musyrikin pun merangsek maju dengan pasukan mereka. Hanya ada beberapa orang yang berencana untuk tetap menjual dan tetap setia mengikuti perintah Nabi pembawa rahmat dan kedamaian. Hanzalah berusaha untuk setia dia ingin membuktikan cintanya yang agung kepada Allah Ta’ala Ia menerjang maju ke arah Abu Sufyan dan bergegas kearahnya untuk menebas kaki kudanya dari belakang. Abu Sufyan pun terjatuh dari kudanya ke tanah. Hanzalah merasa telah berusaha menjatuhkan kebatilan yang merusak keamanan dan kedamaiannya. Kebatilan yang senantiasa menghantui pikirannya sehingga ia tidak lagi memikirkan kekasih yang dicintainya Jamilah. Disini ia dikejar oleh Syidad bin al Asawad yang datang untuk membantu Abu Sufyan menghadapi Hanzalah. Sehingga salah seorang dari mereka berhasil menghujani hati suci itu dengan lemparan tombak yang menembus tubuhnya. Saat itu Abu Sufyan sempat berujar ” Hanzalah dengan Hanzalah” yang dimaksudkan bahwa ia telah berhasil membalaskan dendam putanya yang terbunuh dalam perang Badar oleh Hanzalah. Hanzalah-pun pergi meninggalkan kita untuk selama lamanya, namun aroma darah telah menjadikan ruh ruh mewangi, membawa hembusan angin surga yang sepoi sepoi untuk membangunkan jiwa kita yang tidur dan untuk kembali menyegarkan cita cita kita yang mulai luntur.

Bumi pun bersuci dengan darah orang orang yang mencintai keagungan. Darah Hanzalah menggenang di atas permukaan bumi yang membuat warna tersendiri bagi bukti keagungan cinta. Impian dan cinta Hanzalah selamanya ditujukan untuk mengharap cinta Nabi SAW, cinta Islam dan cinta saudara saudara sesama muslim, cinta kebaikan dan tanah air. Itulah cinta yang besar dan abadi. Cinta Allah yang bekerja di dalam dirinya dan mengatasi seluruh warna cinta lainnya. CInta yang tetap berkilauan lantaran kemenangan ruh Hanzalah baik semasa hidupnya maupun setelah kepergiannya. ” Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang orang yang beriman diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka” (At Taubah 111). Selamat untukmu wahai Hanzalah engkau telah memesan kursi di surga Langit Menurunkan Hujan Cinta Perang pun telah berakhir. Orang orang yang mengadakan transaksi dagang bersama ALlah telah menawarkan berbagai barang dagangan mereka. Mereka membawa hati di telapak tangan mereka, supaya Allah menerima orang yang dikehendaki Nya.

Mereka yakin bahwa pertempuran hari ini merupakan barang dagangan yang paling berharga. Bahwa orang yang percaya kepada ALlah tidaklah sia sia. Mereka membeli surga sebgai barang dagangan Allah yang mahal. Mereka paham betul aturan perdagangan bersama Allah Ta’ala. Kita tentu paham betul keterkaitan antara barang yang mahal dan harga yang mahal pula. Orang orang yang tersisa dari kalangan sahabat pun mencari saudara saudara mereka. Tangan tangan sedih mereka menyentuh jasad Hanzalah yang berlumuran darah. Mereka heran terhadap tetesan air yang mengalir dari keningnya seperti butiran air mata dan berjatuhan dari sela sela rambbutnya dengan senandung kepiluan. Tampak butiran hujan darah, dan seakan akan itu adalah air mata jamilah yang berduka cita. Sebenarnya tetesan air tersebut akan tetap menjadi teka teki yang sulit dipahami, sampai para sahabat mendengar suara Nabi SAW yang sedap didengar bersabda ” Sungguh aku melihat para malaikan memandikan jasad Hanzalah bin Abu Amir diantara langit dan bumi dengan air awan di dalam piring piring dari perak” Golongan Aus – Kabilah Hanzalah sangat bangga terhadap apa yang telah dilakukan Hanzalah ” Dari golongan kami ada orang yang dimandikan malaikat, yaitu Hanzalah dan dari golongan kami ada orang yang dilindungi sekawanan lebah yaitu Ashim bin Tsabit, dari golongan kami ada orang yang diperbolehkan kesaksiannya dengan dua kesaksian yaitu : Khuzaimah bin Tsabit, dari kami ada orang yang menggetarkan Arsy Allah yang Maha Penyayang karena kematiannya yaitu Saad bin Muadz, dan Hanzalah terus menjadi kebanggaan dan medali kehormatan di dada umat manusia seluruhnya bukan untuk suku Aus saja” Pintu Gerbang Awan Yang Putih Sekarang tidak penting bagi Jamilah, Hanzalah dekat atau jauh.

Jika matahari tengggelam diatas tepian dunia maka matahari Hanzalah menyala dibalik tulang rusuknya yang lemah untuk meneriakinya. Mengirimkan kepadanya benang benang emas ang membawa kehangatan saat kerinduan yang mereka rasakan pernah menghimpun mereka. Jamilah hanya bisa berusaha untuk menghibur kesepiannya dan menerangi malamnya yang panjang untuk mengusir dingin yang mengendap dalam dirinya semenjak kepergian Hanzalah. Terus menerus Jamilah bercerita kepada para tetangganya perihal dirinya yang bermimpi menjelang hari pengantinnya. Dan mimpinya tersebut benar benar terbukti. Jamilah mengatakan bahwa ia melihat seakan akan langit telah merekah untuk Hanzalah, lalu Hanzalah masuk dan langit itupun menutup kembali.

Jamilah tidak tahu bahwa mimpi yang semula ia khawatirkan ternyata adalah kabar gembira dari langit dan mengalungkan kepadanya medali medali istri seorang syuhada. Bahkan ibu dari orang yang syahid. Satu satunya malam yang telah menghimpun Jamilah dengan Hanzalah telah membuahkan pula syahid baru pada mihrab cinta Ilahi yaitu Abdullah bin Hanzalah bin Abi Amir. Syahid bin Syahid.

Template by:
Free Blog Templates