Jumat, 30 Maret 2012

MENGIRIMKAN ANAK PEREMPUAN KE PONDOK PESANTREN KHUSUS PUTRI

Oleh : Asy-Syaikh Masyhur bin
Hasan Alu Salman hafidhahullah

Tanya : Bolehkah kita mengirim
putrid-putri kita ke pondok
pesantren Islami yang jauh
(tempatnya) untuk menuntut
ilmu syar’iy dan tinggal di
tempat tersebut tanpa disertai
mahram ?

Jawab : Masalah ini perlu
perincian. Apabila seorang
wanita melakukan safar tanpa
mahram, maka hukumnya
haram berdasarkan hadits
riwayat Al-Bukhari dan Muslim,
bahwa beliau shallallaahu 'alaihi
wasallam bersabda :
ﻻ ﻳﺤﻞ ﻻﻣﺮﺃﺓ ﺗﺆﻣﻦ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﻴﻮﻡ
ﺍﻷﺧﺮ ﺃﻥ ﺗﺴﺎﻓﺮ ﻣﺴﻴﺮﺓ ﻳﻮﻡ ﻭﻟﻴﻠﺔ ﺇﻻ
ﻣﻊ ﺫﻱ ﻣﺤﺮﻡ
“Tidak halal bagi wanita yang
beriman kepada Allah dan hari
akhir untuk melakukan safar
sejauh perjalanan sehari
semalam kecuali bersama
mahramnya".
Kata ﺇﻣﺮﺃﺓ dalam hadits ini
adalah nakirah dan jatuh
setelah ﻻ nahiyah (larangan)
yang berarti umum. Maksud
hadits ini adalah setiap wanita
siapapun orangnya,
bagaimanapun keadaannya,
kapanpun, dimanapun, dan
segala jenis safar baik safar
ketaatan, rekreasi, dan safar
mubah.

Hal ini merupakan
pendapat mayoritas ulama
selain Syafi’iyyah, mereka
berpedoman dengan argumen
yang amat rapuh untuk
memperbolehkan wanita safar
tanpa mahram bersama wanita
sesamanya. Seandainya Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam
membawakan hadits di atas di
hadapan kita semua dan kita
pun mendengarnya dengan
telinga kita, kemudian kita ingin
berkilah, apakah yang akan kita
katakan pada beliau ? Kita tidak
boleh berkilah. Kewajiban kita
hanya mengatakan : “Kami
mendengar dan kami taat”.
Adapun apabila seorang wanita
tadi safar bersama mahramnya,
tinggal di tempatyang aman,
tidak melakukan safar kecuali
bersama mahramnya, tidak
campur-baur dengan laki-laki,
untuk menuntut ilmu syar’iy
dan menjauhi fitnah, maka hal
itu diperbolehkan karena
termasuk kewajiban wanita
adalah menuntut ilmu.

Para
shahabat dulu juga pergi ke
rumah-rumah para istri Nabi
untuk masalah-masalah penting
dan mereka juga belajar kepada
para shahabat wanita. Bahkan
Al-Imam Az-Zarkasyi menulis
sebuah kitab yang tercetak
berjudul ”Al-Ijaabah limaa
Istadrakathu Sayyidah ’Aisyah
’alaa Shahabah" (Beberapa
Kritikan ’Aisyah kepada
Shahabat). Demikian pula kitab
Shahih Al-Bukhari, di kalangan
orang-orang belakangan,
sanadnya bersumber dari
Karimah Al-Marwaziyyah,
dimana para ulama abad
kedelapan, kesembilan, dan
kesepuluh mengambil sanad
Shahih Al-Bukhari dari Karimah.
Nabi shallallaahu ’alaihi
wasallam bersabda :
ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﺷﻘﺎﺋﻖ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ
”Sesungguhnya wanita itu
saudara laki-laki”.
Dan Nabi shallallaahu ’alaihi
wasallam juga bersabda :
ﻃﻠﺐ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻓﺮﻳﻀﺔ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﻣﺴﻠﻢ
”Menuntut ilmu itu wajib bagi
setiap muslim”.

Hadits ini meliputi muslimah
juga, sekalipun tambahan
lafadh ”muslimah” dalam hadits
di atas tidak ada dari Nabi
shallallaahu ’alaihi wasallam.
Ada kisah menarik juga yang
ingin saya sampaikan pada
kesempatan ini : Ada seorang
wanita pada abad kesebelas
bernama Wiqayah, seorang
wanita pintar dari Maghrib, Para
ulama Maghrib apabila
mengalami kesulitan, mereka
mengatakan : ”Marilah kita
pergi ke Wiqayah karena
sorbannya lebih baik daripada
sorban-sorban kita”.

Akhirnya,
merekapun belajar dan
meminta fatwa padanya.
Dan termasuk keajaiban
sejarah, tidak ada perawi
wanita satupun yang berdusta
pada Rasulullah shallallaahu
’alaihi wasallam. Seluruh ulama
yang menulis tentang para
perawi pendusta, tidak ada
yang menyebutkan
seorangpun dari wanita
pendusta. Adapun kaum laki-
laki, maka betapa banyak kitab-
kitab yang berisi tentang para
pendusta dari kalangan mereka.
Laa haula walaa quwwata illaa
billah.

Maka seorang wanita apabila
Anda membimbingnya ke jalan
yang baik, mereka akan
menjadi baik dan pahalanya
bagi kedua orang tuanya
hingga hari kiamat. Namun bagi
orang tua, hendaknya tetap
menjaga hukum syar’iy. Dan
tempat yang paling baik untuk
menimba ilmu bagi wanita
adalah seorang suami yang
shalih, penuntut ilmu, dan
bertaqwa kepada Allah. Oleh
karena itu, bagi orang tua
hendaknya berupaya
memilihkan suami terbaik bagi
anaknya.

Asy-Syaikh Jamil Zainu
pernah bercerita padaku ketika
beliau ingin menikahkan
puterinya dengan salah satu
saudara kami di Yordania.
Katanya : Ketika saya di masjid,
maka saya duduk di bagian
belakang untuk melihat
shalatnya para pemuda
sehingga saya memusatkan
perhatian kepada seorang
pemuda yang paling baik
shalatnya, paling khusyu’, dan
lama berdirinya. Kemudian saya
mencari lagi pada shalat
Shubuh dan ’Isya’ sehingga
saya menemukan seorang
pemuda yang rajin dan tidak
malas.

Lalu saya mendatangi
pemuda tersebut dan bertanya
kepadanya : ”Apakah Anda
sudah menikah ?”. Jawabnya :
”Belum”. Saya bertanya lagi :
”Maukah engkau saya nikahkan
dengan putriku ?”. Jawabnya :
”Subhaanallah, siapa yang tidak
mau ?”. Akhirnya saya
menikahkannya dengan
putriku.
Demikianlah selayaknya yang
dilakukan oleh para orang tua.

Oleh karenanya, saya sarankan
kepada Bapak Penanya yang
ingin memondokkan putrinya
di atas hendaknya tidak
tergesa-gesa. Masih ada pondok
pesantren yang jauh lebih baik
bagi putrinya daripada pondok
pesantren, yaitu suami yang
shalih. Hendaknya dia berupaya
mencari dan menawarkan
putrinya. Hal ini bukanlah satu
aib, bahkan manhaj para
shahabat.

Kalian semua
mungkin sudah tahu kisah
’Umar bin Khaththab yang
menawarkan putrinya Hafshah
kepada Abu Bakar lalu beliau
diam, lalu kepada ’Utsman lalu
beliaupun diam. Beliau berdua
diam karena pernah
mengetahui bahwa Rasulullah
shallallaahu ’alaihi wasallam
menginginkan Hafshah (HR. Al-
Bukhari 5122). Padahal umur
’Umar bin Khaththab waktu itu
sebanding dengan Nabi
shallallaahu ’alaihi wasallam
atau lebih kecil satu atau dua
tahun dari beliau. Saya tidak
menuntut supaya kita
menawarkan putri-putri kita
pada shahabat dan handai
taulan kita, karena barangkali
hal itu di luar kemampuan kita,
tetapi kita berupaya mencari
pemuda dengan mempermurah
mahar dan kita minta padanya
supatya mengajari dan
membimbing putri kita tentang
Al-Qur’an, fiqh, dan sebagainya.

Dikisahkan bahwa Imam Malik
mempunyai seorang putri,
ketika suaminya hendak
berangkat ke majelis Imam
Malik, istrinya mengatakan :
”Hendak kemana engkau ?”.
Jawab suaminya : ”Hendak ke
majelis ayahmu”. Istrinya :
”Duduklah, karena ilmu ayahku
ada di hatiku”.
Semoga Allah meramati para
wanita salaf. Inilah yang saya
anjurkan kepada Penanya

Template by:
Free Blog Templates