1. QS. An-Naml ayat 80 : ﺇِﻧّﻚَ ﻻَ ﺗُﺴْﻤِﻊُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺗَﻰَ ﻭَﻻَ ﺗُﺴْﻤِﻊُ ﺍﻟﺼّﻢّ ﺍﻟﺪّﻋَﺂﺀَ ﺇِﺫَﺍ ﻭَﻟّﻮْﺍْ ﻣُﺪْﺑِﺮِﻳﻦَ “Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang- orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang”. Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata : ﻭﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﺘﻴﻦ : ﻻ ﻣﻌﺎﺭﺿﺔ ﺑﻴﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻭﺍﻻﻳﺔ ﻷﻥ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻻ ﻳﺴﻤﻌﻮﻥ ﺑﻼ ﺷﻚ ﻟﻜﻦ ﺇﺫﺍ ﺃﺭﺍﺩ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﺳﻤﺎﻉ ﻣﺎ ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺷﺄﻧﻪ ﺍﻟﺴﻤﺎﻉ ﻟﻢ ﻳﻤﺘﻨﻊ ﻛﻘﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺍﻧﺎ ﻋﺮﺿﻨﺎ ﺍﻷﻣﺎﻧﺔ ﺍﻵﻳﺔ ﻭﻗﻮﻟﻪ ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻬﺎ ﻭﻟﻸﺭﺽ ﺍﺋﺘﻴﺎ ﻃﻮﻋﺎ ﺃﻭ ﻛﺮﻫﺎ ﺍﻵﻳﺔ ﻭﺳﻴﺄﺗﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻐﺎﺯﻱ ﻗﻮﻝ ﻗﺘﺎﺩﺓ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﺣﻴﺎﻫﻢ ﺣﺘﻰ ﺳﻤﻌﻮﺍ ﻛﻼﻡ ﻧﺒﻴﻪ ﺗﻮﺑﻴﺨﺎ ﻭﻧﻘﻤﺔ ﺍﻧﺘﻬﻰ ﻭﻗﺪ ﺃﺧﺬ ﺑﻦ ﺟﺮﻳﺮ ﻭﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺮﺍﻣﻴﺔ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻘﺼﺔ ﺃﻥ ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﺒﺮ ﻳﻘﻊ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺒﺪﻥ ﻓﻘﻂ ﻭﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺨﻠﻖ ﻓﻴﻪ ﺍﺩﺭﺍﻛﺎ ﺑﺤﻴﺚ ﻳﺴﻤﻊ ﻭﻳﻌﻠﻢ ﻭﻳﻠﺬ ﻭﻳﺄﻟﻢ ﻭﺫﻫﺐ ﺑﻦ ﺣﺰﻡ ﻭﺍﺑﻦ ﻫﺒﻴﺮﺓ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ ﻳﻘﻊ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﻭﺡ ﻓﻘﻂ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻋﻮﺩ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺠﺴﺪ ﻭﺧﺎﻟﻔﻬﻢ ﺍﻟﺠﻤﻬﻮﺭ ﻓﻘﺎﻟﻮﺍ ﺗﻌﺎﺩ ﺍﻟﺮﻭﺡ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺠﺴﺪ ﺃﻭ ﺑﻌﻀﻪ ﻛﻤﺎ ﺛﺒﺖ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ “Berkata Ibnut-Tiin : Tidak ada pertentangan antara hadits Ibnu ‘Umar (yaitu hadits Qalaib Badr) dengan ayat tersebut (QS. An-Naml : 80), sebab orang-orang mati tidak mendengar tidaklah diragukan lagi, akan tetapi apabila Allah ta’ala menghendaki sesuatu yang tidak mampu mendengar menjadi mampu mendengar, maka tidak ada yang menghalanginya.
Hal ini sebagaimana firman- Nya : [ ﺇِﻧّﺎ ﻋَﺮَﺿْﻨَﺎ ﺍﻷﻣَﺎﻧَﺔَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺴّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍﻷﺭْﺽِ ﻭَﺍﻟْﺠِﺒَﺎﻝِ ﻓَﺄﺑَﻴْﻦَ ﺃَﻥ ﻳَﺤْﻤِﻠْﻨَﻬَﺎ ] “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu” (QS. Al- Ahzaab : 72). [ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻟَﻬَﺎ ﻭَﻟِﻸﺭْﺽِ ﺍﺋْﺘِﻴَﺎ ﻃَﻮْﻋﺎً ﺃَﻭْ ﻛَﺮْﻫﺎً ] “Lalu Dia berkata kepadanya (langit) dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa" (QS. Fushshilat : 72). Al-Imam Bukhari menukil ucapan Qatadah dalam kitab Al-Maghaazi : “Sesungguhnya Allah menghidupkan mereka sehingga mereka mendengar dari ucapan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagai penghinaan dan adzab bagi mereka”. Selesai ucapan Ibnut-Tiin. Ibnu Jarir Ath- Thabari dan sebagian besar Karamiah mengambil pendapat dari kisah ini bahwasannya pertanyaan di dalam kubur itu terjadi pada badan saja, dan Allah memberikan kemampuan kepada mereka untuk mendengar dan mengetahui serta merasakan adanya nikmat dan adzab. Sedangkan Ibnu Hazm dan Ibnu Hubairah berpendapat bahwa pertanyaan terjadi hanya pada ruh saja. Akan tetapi jumhur ulama menyelisihi mereka dan berpendapat lain, yaitu bahwa ruh dikembalikan ke badan atau sebagiannya sebagaimana dijelaskan dalam hadits”. Ibnu Hajar kemudian melanjutkan : ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺼﻨﻒ ﺃﺷﺎﺭ ﺇﻟﻰ ﻃﺮﻳﻖ ﻣﻦ ﻃﺮﻕ ﺍﻟﺠﻤﻊ ﺑﻴﻦ ﺣﺪﻳﺜﻲ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻭﻋﺎﺋﺸﺔ ﺑﺤﻤﻞ ﺣﺪﻳﺚ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻣﺨﺎﻃﺒﺔ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻘﻠﻴﺐ ﻭﻗﻌﺖ ﻭﻗﺖ ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﻭﺣﻨﻴﺌﺬ ﻛﺎﻧﺖ ﺍﻟﺮﻭﺡ ﻗﺪ ﺍﻋﻴﺪﺕ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺠﺴﺪ ﻭﻗﺪ ﺗﺒﻴﻦ ﻣﻦ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻷﺧﺮﻯ ﺃﻥ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮ ﺍﻟﻤﺴﺌﻮﻝ ﻳﻌﺬﺏ ﻭﺃﻣﺎ ﺇﻧﻜﺎﺭ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﻓﻤﺤﻤﻮﻝ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮ ﻭﻗﺖ ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﻓﻴﺘﻔﻖ ﺍﻟﺨﺒﺮﺍﻥ “Bahwasannya mushannif (yaitu Al-Imam Bukhari) menunjukkan satu cara di antara cara-cara menggabungkan dua hadits, yaitu hadits Ibnu ‘Umar dan hadits ‘Aisyah (yaitu sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi : “Sesungguhnya mereka sekarang mengetahui bahwasannya apa yang aku katakan kepada mereka adalah benar”;
kemudian Aisyah radliyallaahu ‘anhaa membaca ayat : “Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang- orang yang mati dapat mendengar” sampai selesai - Abu Al-Jauzaa’). Kemungkinan makna dari hadits Ibnu ‘Umar adalah bahwasannya ucapan terhadap orang-orang kafir yang telah mati dan berada di dalam sumur-sumur Badar terjadi sewaktu Malaikat Munkar dan Nakir bertanya kepada ruh tersebut setelah dikembalikan ke badan, dan disebutkan dalam hadits lain bahwasannya orag kafir yang ditanya diadzab. Adapun pengingkaran ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa mengandung kemungkinan di luar – bukan – waktu pertanyaan, maka dengan ini selaraslah dua hadits tersebut” [Lihat Fathul- Baariy 3/235]. Lihatlah penjelasan di atas ! Ibnu Hajar telah menjelaskan bahwa keumuman dalil/nash telah menetapkan bahwa mayat/ orang mati itu tidak dapat mendengar. Akan tetapi hal itu dikecualikan pada waktu-waktu tertentu seperti kisah sumur Badr – sebagaimana akan dibahas kemudian. Al-Imam Asy-Syaukani dalam Tafsirnya Fathul- Qadiir tentang ayat [ ﺇِﻧّﻚَ ﻻَ ﺗُﺴْﻤِﻊُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺗَﻰَ ] “Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang- orang yang mati mendengar” (QS. An-Naml ayat 80) berkata : ﻷﻧﻪ ﺇﺫﺍ ﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﺣﺎﻟﻬﻢ ﻛﺤﺎﻝ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻓﻲ ﺍﻧﺘﻔﺎﺀ ﺍﻟﺠﺪﻭﻯ ﺑﺎﻟﺴﻤﺎﻉ ﺃﻭ ﻛﺤﺎﻝ ﺍﻟﺼﻢ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻻ ﻳﺴﻤﻌﻮﻥ ﻭﻻ ﻳﻔﻬﻤﻮﻥ ﻭﻻ ﻳﻬﺘﺪﻭﻥ ﺻﺎﺭ ﺫﻟﻚ ﺳﺒﺒﺎً ﻗﻮﻳﺎً ﻓﻲ ﻋﺪﻡ ﺍﻻﻋﺘﺪﺍﺀ ﺑﻬﻢ، ﺷﺒﻪ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﺑﺎﻟﻤﻮﺗﻰ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻻ ﺣﺲ ﻟﻬﻢ ﻭﻻ ﻋﻘﻞ، ﻭﺑﺎﻟﺼﻢ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻻ ﻳﺴﻤﻌﻮﻥ ﺍﻟﻤﻮﺍﻋﻆ ﻭﻻ ﻳﺠﻴﺒﻮﻥ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ. “Hal itu dikarenakan apabila ia mengetahui, bahwasannya keadaan mereka (kaum kafir) seperti halnya orang mati dalam hal ketidakmampuan mengambil faedah dengan pendengaran atau seperti orang yang tuli yang tidak dapat mendengar, memahami, dan diberi petunjuk, yang itu menjadi satu sebab kuat dalam ketiadaan pelanggaran dengannya. Allah telah menyerupakan mereka (kaum kafir) dengan orang mati yang tidak mempunyai rasa dan akal; dan (mereka juga diserupakan) dengan orang yang tuli yang tidak dapat mendengarkan nasihat dan menjawab panggilan/seruan kepada Allah”. Kemudian Asy-Syaukani melanjutkan : ﻭﻇﺎﻫﺮ ﻧﻔﻲ ﺇﺳﻤﺎﻉ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﺍﻟﻌﻤﻮﻡ، ﻓﻼ ﻳﺨﺺ ﻣﻨﻪ ﺇﻻ ﻣﺎ ﻭﺭﺩ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﻛﻤﺎ ﺛﺒﺖ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﺃﻧﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺧﺎﻃﺐ ﺍﻟﻘﺘﻠﻰ ﻓﻲ ﻗﻠﻴﺐ ﺑﺪﺭ........ “Dhahirnya, (ayat tersebut) meniadakan pendengaran dari orang mati secara umum. Maka tidaklah dikhususkan darinya kecuali apa-apa yang datang dari dalil sebagaimana telah tetap dalam Ash-Shahih (Al- Bukhari/Muslim) bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada orang- orang kafir yang terbunuh di sumur-sumur Badr…….” [Lihat Fathul-Qadir QS. An-Naml : 80].
Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya berkata tentang ayat [ ﺇِﻧّﻚَ ﻻَ ﺗُﺴْﻤِﻊُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺗَﻰَ ] “Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang- orang yang mati mendengar” (QS. An-Naml ayat 80) : ﺃﻱ ﻻ ﺗﺴﻤﻌﻬﻢ ﺷﻴﺌﺎً ﻳﻨﻔﻌﻬﻢ, ﻓﻜﺬﻟﻚ ﻫﺆﻻﺀ ﻋﻠﻰ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﻏﺸﺎﻭﺓ ﻭﻓﻲ ﺁﺫﺍﻧﻬﻢ ﻭﻗﺮ ﺍﻟﻜﻔﺮ, ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻗﺎﻝ ﺗﻌﺎﻟﻰ} :ﻭﻻ ﺗﺴﻤﻊ ﺍﻟﺼﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﺇﺫﺍ ﻭﻟﻮﺍ ﻣﺪﺑﺮﻳﻦ * ﻭﻣﺎ ﺃﻧﺖ ﺑﻬﺎﺩﻱ ﺍﻟﻌﻤﻲ ﻋﻦ ﺿﻼﻟﺘﻬﻢ * ﺇﻥ ﺗﺴﻤﻊ ﺇﻻ ﻣﻦ ﻳﺆﻣﻦ ﺑﺂﻳﺎﺗﻨﺎ ﻓﻬﻢ ﻣﺴﻠﻤﻮﻥ{ ﺃﻱ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﺴﺘﺠﻴﺐ ﻟﻚ ﻣﻦ ﻫﻮ ﺳﻤﻴﻊ ﺑﺼﻴﺮ, ﺍﻟﺴﻤﻊ ﻭﺍﻟﺒﺼﺮ ﺍﻟﻨﺎﻓﻊ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻭﺍﻟﺒﺼﻴﺮﺓ, ﺍﻟﺨﺎﺿﻊُ ﻟﻠﻪ ﻭﻟﻤﺎ ﺟﺎﺀ ﻋﻨﻪ ﻋﻠﻰ ﺃﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﺮﺳﻞ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺍﻟﺴﻼﻡ. “Yaitu engkau tidak dapat memperdengarkan sesuatu yang bermanfaat bagi mereka. Demikian juga kafirnya orang yang di dalam hati mereka terdapat penutup dan telinga- telingan mereka terdapat sumbat. Untuk itu Allah ta’ala telah berfirman : “dan (tidak pula) menjadikan orang- orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang. Dan kamu sekali-kali tidak dapat memimpin (memalingkan) orang-orang buta dari kesesatan mereka. Kamu tidak dapat menjadikan (seorang pun) mendengar, kecuali orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, lalu mereka berserah diri” ; yaitu yang dapat memperkenankanmu hanyalah Rabb Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat dengan pendengaran dan penglihatan yang membawa manfaat di dalam hati dan pandangan orang yang tunduk kepada-Nya serta apa yang dibawa melalui lisan para Rasul ‘alaihimus- salaam [Tafsir Ibni Katsir, 6/210].
Ibnu Katsir dalam penjelasan ayat di atas secara eksplisit menyamakan keadaan kaum kafir dengan orang yang telah mati (mayat) yang dinafikkan dari sifat mendengar. Hal itu semakin kuat dengan penyebutan bahwa Allah Yang Maha Melihat dan Maha Mendengar yang kuasa memberikan manfaat dari penjelasan dan seruan kepada makhluk-Nya. Di sini seakan-akan Ibnu Katsir menegaskan bahwa sifat melihat dan mendengar yang dinafikkan dari orang kafir secara majazi dan orang yang mati secara hakiki itu akan kembali pada kesempurnaan sifat ke- Maha Melihat dan Maha Mendengar dari Allah. Hanya Allah lah yang kuasa memberikan penglihatan dan pendengaran kepada makhluk-Nya. 2. QS. Faathir ayat 13-14 : ﺫَﻟِﻜُﻢُ ﺍﻟﻠّﻪُ ﺭَﺑّﻜُﻢْ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻤُﻠْﻚُ ﻭَﺍﻟّﺬِﻳﻦَ ﺗَﺪْﻋُﻮﻥَ ﻣِﻦ ﺩُﻭﻧِﻪِ ﻣَﺎ ﻳَﻤْﻠِﻜُﻮﻥَ ﻣِﻦ ﻗِﻄْﻤِﻴﺮٍ* ﺇِﻥ ﺗَﺪْﻋُﻮﻫُﻢْ ﻻَ ﻳَﺴْﻤَﻌُﻮﺍْ ﺩُﻋَﺂﺀَﻛُﻢْ ﻭَﻟَﻮْ ﺳَﻤِﻌُﻮﺍْ ﻣَﺎ ﺍﺳْﺘَﺠَﺎﺑُﻮﺍْ ﻟَﻜُﻢْ ﻭَﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻳَﻜْﻔُﺮُﻭﻥَ ﺑِﺸِﺮْﻛِـﻜُﻢْ ﻭَﻻَ ﻳُﻨَﺒّﺌُﻚَ ﻣِﺜْﻞُ ﺧَﺒِﻴﺮٍ “Yang (berbuat) demikian Allah Tuhanmu, kepunyaan- Nya lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui”.
Ayat di atas begitu gamblang dalam meniadakan pendengaran dari tuhan-tuhan selain Allah yang diseru kaum musyrikin. Tuhan-tuhan yang disembah selain Allah ini terdiri dari batu, patung, atau pohon-pohon; juga termasuk orang-orang atau hamba-hamba Allah yang telah mati. Hal ini ditunjukkan pada ayat [ﻭَﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻳَﻜْﻔُﺮُﻭﻥَ ﺑِﺸِﺮْﻛِـﻜُﻢْ ] “Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu”. Hamba- hamba yang dituhankan tadi akan dibangkitkan di hari kiamat dan akan dihisab serta ditanya (lihat pula QS. Al-Furqaan : 17-18). Contoh dari hamba-hamba yang dipertuhankan setelah matinya adalah sebagaimana dikatakan Nabi Nuh ‘alaihis-salaam tentang lima berhala yang disembah kaumnya : ﻭَﻗَﺎﻟُﻮﺍْ ﻻَ ﺗَﺬَﺭُﻥّ ﺁﻟِﻬَﺘَﻜُﻢْ ﻭَﻻَ ﺗَﺬَﺭُﻥّ ﻭَﺩّﺍً ﻭَﻻَ ﺳُﻮَﺍﻋﺎً ﻭَﻻَ ﻳَﻐُﻮﺙَ ﻭَﻳَﻌُﻮﻕَ ﻭَﻧَﺴْﺮﺍً “Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan- tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa', yaghuts, ya'uq dan nasr". (QS. Nuh : 13). Hal yang sama adalah sebagaimana difirmankan Allah tentang tiga berhala musyrikin Arab : ﺃَﻓَﺮَﺃَﻳْﺘُﻢُ ﺍﻟﻼّﺕَ ﻭَﺍﻟْﻌُﺰّﻯَ * ﻭَﻣَﻨَﺎﺓَ ﺍﻟﺜّﺎﻟِﺜَﺔَ ﺍﻻُﺧْﺮَﻯَ “Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?” (QS. An- Najm : 19-20).
Dari sini kita tahu bahwasannya Allah telah menegaskan bahwa berhala-berhala/tuhan- tuhan yang disembah selain Allah dari kalangan orang shalih yang telah meninggal tersebut tersebut tidaklah dapat mendengar apa yang mereka minta. Dan kalaupun bisa mendengar (dan kenyataannya adalah tidak bisa mendengar), niscaya mereka tidak mampu mengabulkan permintaan mereka. Inilah inti dari QS. Fathir ayat 13-14 dalam kaitannya dengan bahasan kita. 3. Hadits Qalaaib Badr ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎﻝ: ﻭﻗﻒ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﻗﻠﻴﺐ ﺑﺪﺭ، ﻓﻘﺎﻝ) :ﻫﻞ ﻭﺟﺪﺗﻢ ﻣﺎ ﻭﻋﺪ ﺭﺑﻜﻢ ﺣﻘﺎ. ﺛﻢ ﻗﺎﻝ: ﺇﻧﻬﻢ ﺍﻵﻥ ﻳﺴﻤﻌﻮﻥ ﻣﺎ ﺃﻗﻮﻝ.( ﻓﺬﻛﺮ ﻟﻌﺎﺋﺸﺔ، ﻓﻘﺎﻟﺖ: ﺇﻧﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: )ﺇﻧﻬﻢ ﺍﻵﻥ ﻟﻴﻌﻠﻤﻮﻥ ﺃﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻛﻨﺖ ﺃﻗﻮﻝ ﻟﻬﻢ ﻫﻮ ﺍﻟﺤﻖ.( ﺛﻢ ﻗﺮﺃﺕ: }ﺇﻧﻚ ﻻ ﺗﺴﻤﻊ ﺍﻟﻮﺗﻰ.{ ﺣﺘﻰ ﻗﺮﺃﺕ ﺍﻵﻳﺔ. Dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas sumur-sumur Badr, kemudian beliau bersabda : ‘Apakah kalian mendapati sesuatu yang telah dijanjikan Rabb kalian adalah benar ?’. Kemudian beliau bersabda lagi : ‘Sesungguhnya sekarang mereka mendengar (yasma’uun) apa yang aku katakan’. Kemudian berita ini dikhabarkan kepada ‘Aisyah, maka ia berkata : “Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam hanyalah bersabda : Sesungguhnya mereka sekarang mengetahui (ya’lamuun) apa yang dulu aku katakan kepada mereka adalah benar’. Kemudian ‘Aisyah membaca ayat : “Sesungguhnya kamu tidak mampu menjadikan orang- orang mati mampu mendengar” sampai akhir ayat [Diriwayatkan oleh Al- Bukhari no. 3980-3981]. ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻃﻠﺤﺔ: ﺃﻥ ﻧﺒﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻣﺮ ﻳﻮﻡ ﺑﺪﺭ ﺑﺄﺭﺑﻌﺔ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺭﺟﻼ ﻣﻦ ﺻﻨﺎﺩﻳﺪ ﻗﺮﻳﺶ، ﻓﻘﺬﻓﻮﺍ ﻓﻲ ﻃﻮﻯ ﻣﻦ ﺃﻃﻮﺍﺀ ﺑﺪﺭ ﺧﺒﻴﺚ ﻣﺨﺒﺚ، ﻭﻛﺎﻥ ﺇﺫﺍ ﻇﻬﺮ ﻋﻠﻰ ﻗﻮﻡ ﺃﻗﺎﻡ ﺍﻟﻌﺮﺻﺔ ﺛﻼﺙ ﻟﻴﺎﻝ، ﻓﻠﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﺑﺒﺪﺭ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﺍﻟﺜﺎﻟﺚ ﺃﻣﺮ ﺑﺮﺍﺣﻠﺘﻪ ﻓﺸﺪ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺭﺣﻠﻬﺎ، ﺛﻢ ﻣﺸﻰ ﻭﺍﺗﺒﻌﻪ ﺃﺻﺤﺎﺑﻪ ﻭﻗﺎﻟﻮﺍ: ﻣﺎ ﻧﺮﻯ ﻳﻨﻄﻠﻖ ﺇﻻ ﻟﺒﻌﺾ ﺣﺎﺟﺘﻪ، ﺣﺘﻰ ﻗﺎﻡ ﻋﻠﻰ ﺷﻔﺔ ﺍﻟﺮﻛﻲ، ﻓﺠﻌﻞ ﻳﻨﺎﺩﻳﻬﻢ ﺑﺄﺳﻤﺎﺀ ﺁﺑﺎﺋﻬﻢ) :ﻳﺎ ﻓﻼﻥ ﺑﻦ ﻓﻼﻥ، ﻭﻳﺎ ﻓﻼﻥ ﺑﻦ ﻓﻼﻥ، ﺃﻳﺴﺮﻛﻢ ﺃﻧﻜﻢ ﺃﻃﻌﺘﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ، ﻓﺎﻧﺎ ﻗﺪ ﻭﺟﺪﻧﺎ ﻣﺎ ﻭﻋﺪﻧﺎ ﺭﺑﻨﺎ ﺣﻘﺎ، ﻓﻬﻞ ﻭﺟﺪﺗﻢ ﻣﺎ ﻭﻋﺪ ﺭﺑﻜﻢ ﺣﻘﺎ.( ﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ: ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ، ﻣﺎ ﺗﻜﻠﻢ ﻣﻦ ﺃﺟﺴﺎﺩ ﻻ ﺃﺭﻭﺍﺡ ﻟﻬﺎ؟ ﻓﻘﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ) :ﻭﺍﻟﺬﻱ ﻧﻔﺲ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻴﺪﻩ، ﻣﺎ ﺃﻧﺘﻢ ﺑﺄﺳﻤﻊ ﻟﻤﺎ ﺃﻗﻮﻝ ﻣﻨﻬﻢ.( ﻗﺎﻝ ﻗﺘﺎﺩﺓ: ﺃﺣﻴﺎﻫﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺣﺘﻰ ﺃﺳﻤﻌﻬﻢ ﻗﻮﻟﻪ، ﺗﻮﺑﻴﺨﺎ ﻭﺗﺼﻐﻴﺮﺍ ﻭﻧﻘﻤﺔ ﻭﺣﺴﺮﺓ ﻭﻧﺪﻣﺎ.
Dari Abu Thalhah : Bahwasannya Nabi Allah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para shahabat pada perang Badr untuk menguburkan dua puluh empat mayat tokoh- tokoh kaum Quraisy, kemudian mereka pun dilemparkan ke dalam sumur di antara sumur- sumur Badr dalam keadaan busuk dan bau. Kebiasaan beliau jika menampakkan diri pada suatu kaum maka beliau bermalam di sebuah tanah lapang selama tiga malam. Dan ketika berada di Badr di hari ketiga beliau meminta untuk disiapkan kendaraannya, lalu beliau memacunya kemudian beliau berjalan dan diikuti oleh para shahabatnya dan mereka berkata : ‘Tidaklah kami berpendapat beliau keluar melainkan untuk sebagian keperluannya”; sampai beliau berdiri di sisi sebuah sumur, kemudian mulailah beliau memanggil nama-nama mereka dan nama-nama orang tua mereka : ‘Wahai Fulan bin Fulan, wahai Fulan bin Fulan ! Apakah kamu suka seandainya kamu taat kepada Allah dan Rasul- Nya ? Sesungguhnya kami telah mendapati apa yang telah dijanjikan Rabb kami adalah benar, maka apakah kalian mendapati apa yang dijanjikan Rabb kalian adalah benar ?’. Perawi berkata : Maka ‘Umar radliyallaahu ‘anhu berkata : “Wahai Rasulullah, mengapa engkau berbicara pada bangkai yang sudah tidak memiliki ruh ?”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ‘Demi (Allah) yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah kamu lebih mendengar dari mereka atas apa yang aku katakan’. Berkata Qatadah : “Allah menghidupkan mereka sehingga mereka mendengar perkataan beliau sebagai satu penghinaan, peremehan, adzab, dan penyesalan” [Diriwayatkan oleh Al- Bukhari no. 3976, Muslim no. 2875, Ahmad 4/29, dan Abu Ya’la no. 1431].
Sisi pendalilan : a. Hadits Pertama; terdapat kalimat pengkhususan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam hal waktu, yaitu perkataan “sekarang” (ﺍﻵﻥ), yaitu mayat orang-orang kafir mendengar saat beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berbicara. Konsekuensinya, maka mereka tidak mendengar selain dari waktu yang disebutkan. Ini termasuk mukjizat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dan sebagaimana diketahui bahwa mukjizat itu tidaklah berlangsung terus-menerus. Al-Imam Al-Qurthubi berkata dalam Tafsir-nya dengan menukil penjelasan Ibnu ‘Athiyyah : ﺃﻥ ﻗﺼﺔ ﺑﺪﺭ ﺧﺮﻕ ﻋﺎﺩﺓ ﻟﻤﺤﻤﺪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﺃﻥ ﺭﺩ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﺇﺩﺭﺍﻛﺎ ﺳﻤﻌﻮﺍ ﺑﻪ ﻣﻘﺎﻟﻪ ﻭﻟﻮﻻ ﺇﺧﺒﺎﺭ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺑﺴﻤﺎﻋﻬﻢ ﻟﺤﻤﻠﻨﺎ ﻧﺪﺍﺀﻩ ﺇﻳﺎﻫﻢ ﻋﻠﻰ ﻣﻌﻨﻰ ﺍﻟﺘﻮﺑﻴﺦ ﻟﻤﻦ ﺑﻘﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﻔﺮﺓ، ﻭﻋﻠﻰ ﻣﻌﻨﻰ ﺷﻔﺎﺀ ﺻﺪﻭﺭ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ. “Bahwasannya kisah Badr merupakan kejadian luar biasa (mukjizat) yang dimiliki oleh Nabi Muhammad shallallaahu’alaihi wa sallam dimana Allah mengembalikan pendengaran kepada kaum kafir yang mereka dapat mendengar darinya perkataan- perkataan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Seandainya Rasululah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengkhabarkan bahwa mereka mendengar, maka kita akan memahami bahwa seruan beliau tersebut sebagai penghinaan bagi orang-orang yang tetap berada dalam kekafiran dan mengandung makna pengobatan bagi orang- orang mukmin” [Tafsir Al-Qurthubi, 16/205].
Pernyataan sejenis juga dikemukakan oleh Al- Alusi dalam Ruuhul- Ma’ani. b. Hadits Kedua; Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari keyakinan ‘Umar dan para shahabat lain bahwa orang yang telah mati tidak bisa mendengar. Sebagian shahabat menunjukkan secara isyarat, sebagian yang lain secara terang-terangan. Isyarat tersebut nampak pada pertanyaan mereka : [ ﻣﺎ ﺗﻜﻠﻢ ﻣﻦ ﺃﺟﺴﺎﺩ ﻻ ﺃﺭﻭﺍﺡ ﻟﻬﺎ ] “Mengapa engkau berbicara pada jasad yang sudah tidak memiliki ruh/nyawa ?”. Tentu pertanyaan ini didasari oleh pengetahuan mereka sebelumnya bahwa orang mati tidak bisa mendengar. Pengetahuan ini tentu didapatkan dari keterangan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ketidakadaan pengingkaran beliau tersebut tercermin dari jawaban : [ ﻣﺎ ﺃﻧﺘﻢ ﺑﺄﺳﻤﻊ ﻟﻤﺎ ﺃﻗﻮﻝ ﻣﻨﻬﻢ ] “Tidaklah kalian lebih mendengar tentang apa yang aku katakan dari mereka”.
Ini merupakan penjelasan kata “sekarang” [ﺍﻵﻥ] sebagaimana yang terdapat pada hadits pertama. Kesimpulannya, sifat mendengar ini hanyalah terjadi pada waktu itu saja. Al-Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya : ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ... : ﻓﺴﻤﻊ ﻋﻤﺮ ﺻﻮﺗﻪ ﻓﻘﺎﻝ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﺗﻨﺎﺩﻳﻬﻢ ﺑﻌﺪ ﺛﻼﺙ ﻭﻫﻞ ﻳﺴﻤﻌﻮﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ } ﺇﻧﻚ ﻻ ﺗﺴﻤﻊ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ { ﻓﻘﺎﻝ ﻭﺍﻟﺬﻱ ﻧﻔﺴﻲ ﺑﻴﺪﻩ ﻣﺎ ﺃﻧﺘﻢ ﺑﺄﺳﻤﻊ ﻣﻨﻬﻢ ﻭﻟﻜﻨﻬﻢ ﻻ ﻳﺴﺘﻄﻴﻌﻮﻥ ﺃﻥ ﻳﺠﻴﺒﻮﺍ ﻓﺴﻤﻊ ﻋﻤﺮ ﺻﻮﺗﻪ ﻓﻘﺎﻝ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﺗﻨﺎﺩﻳﻬﻢ ﺑﻌﺪ ﺛﻼﺙ ﻭﻫﻞ ﻳﺴﻤﻌﻮﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ } ﺇﻧﻚ ﻻ ﺗﺴﻤﻊ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ { ﻓﻘﺎﻝ ﻭﺍﻟﺬﻱ ﻧﻔﺴﻲ ﺑﻴﺪﻩ ﻣﺎ ﺃﻧﺘﻢ ﺑﺄﺳﻤﻊ ﻣﻨﻬﻢ ﻭﻟﻜﻨﻬﻢ ﻻ ﻳﺴﺘﻄﻴﻌﻮﻥ ﺃﻥ ﻳﺠﻴﺒﻮﺍ Dari Anas : ….‘Umar mendengar suara beliau, kemudian berkata : “Wahai Rasulullah, apakah engkau menyeru mereka setelah (mati) tiga hari ? Apakah mereka mendengar ? Bukankah Allah telah berfirman : “Sesungguhnya engkau tidak dapat menjadikan orang mati mampu mendengar ?”. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Demi (Allah) yang jiwaku berada di tangan- Nya, tidaklah kalian lebih mendengar daripada mereka terhadap apa yang aku katakan. Akan tetapi mereka tidak mampu untuk menjawab” [HR. Ahmad 3/287 no. 14096; shahih]. Apa yang diketahui ‘Umar sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah berasal dari pemahaman ayat Al- Qur’an QS. An-Naml : 80. Dan itu hal yang terjadi pada ‘Aisyah ketika ia diberi khabar tentang peristiwa Badr (hadits pertama) yang kemudian ia ingkari khabar tersebut karena pengetahuannya akan QS. An-Naml : 80. ‘Aisyah bahkan menyanggah dengan perkataan : ﺇﻧﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺇﻧﻬﻢ ﺍﻵﻥ ﻟﻴﻌﻠﻤﻮﻥ ﺃﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻛﻨﺖ ﺃﻗﻮﻝ ﻟﻬﻢ ﻫﻮ ﺍﻟﺤﻖ “Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam hanyalah bersabda : Sesungguhnya mereka sekarang mengetahui apa yang dulu aku katakan kepada mereka adalah benar”.
Padahal pemberi khabar menggunakan lafadh [ﻳﺴﻤﻌﻮﻥ] “mendengar”. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan ‘Aisyah, ‘Umar, dan para shahabat lain adalah orang yang telah mati tidak bisa mendengar. Dalam kasus ini, ‘Aisyah telah keliru. Jikalau ia menerima khabar yang sebenarnya (atau bahkan menyaksikan sebagaimana para shahabat ahlul-badr), niscaya pendapatnya adalah sama dengan para shahabat lain yang menetapkan peristiwa mendengarnya mayat- mayat kaum kafir di sumur Badr. Wallaahu a’lam. 4. Hadits shalawat ﻋﻦ ﺃﻭﺱ ﺑﻦ ﺃﻭﺱ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﺇﻥ ﻣﻦ ﺃﻓﻀﻞ ﺃﻳﺎﻣﻜﻢ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﻓﻴﻪ ﺧﻠﻖ ﺁﺩﻡ ﻭﻓﻴﻪ ﻗﺒﺾ ﻭﻓﻴﻪ ﺍﻟﻨﻔﺨﺔ ﻭﻓﻴﻪ ﺍﻟﺼﻌﻘﺔ ﻓﺄﻛﺜﺮﻭﺍ ﻋﻠﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﻴﻪ ﻓﺈﻥ ﺻﻼﺗﻜﻢ ﻣﻌﺮﻭﺿﺔ ﻋﻠﻲ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﻟﻮﺍ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻛﻴﻒ ﺗﻌﺮﺽ ﺻﻼﺗﻨﺎ ﻋﻠﻴﻚ ﻭﻗﺪ ﺃﺭﻣﺖ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﺑﻠﻴﺖ ﻓﻘﺎﻝ ﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﺣﺮﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺭﺽ ﺃﺟﺴﺎﺩ ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ Dari Aus bin Aus ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya hari kamu yang paling utama adalah hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan, dimatikan, dan hari ditiupkan ruh, serta hari terjadinya kiamat. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari itu, karena shalawatmu disampaikan kepadaku”. Mereka (para shahabat) bertanya : “Wahai Rasululah, bagaiman shalawat kami disampaikan kepadamu padahal engkau telah wafat ?”. Beliau pun menjawab : “Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi (untuk merusak) jasad para Nabi” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 1047, Ibnu Majah no. 1636, Ibnu Khuzaimah no. 1733, dan yang lainnya; shahih]. ﻋﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺇﻥ ﻟﻠﻪ ﻣﻼﺋﻜﺔ ﺳﻴﺎﺣﻴﻦ ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺽ ﻳﺒﻠﻐﻮﻧﻲ ﻋﻦ ﺃﻣﺘﻲ ﺍﻟﺴﻼﻡ Dari ‘Abdullah ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat- malaikat yang bertugas menjelajah di muka bumi untuk menyampaikan salam yang diucapkan oleh umatku” [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/441, An-Nasa’i 3/43, Abu Ya’la no. 5213, dan yang lainnya; shahih].
Sisi pendalilan : Jika mayit bisa mendengar, tentu mayit Rasululah shallallaahu ‘alaihi wa sallam lebih dimungkinkan untuk mendengar. Mayit beliau lebih mulia dari siapapun, termasuk mayit para nabi dan rasul yang lain.
Seandainya mayit beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bisa mendengar, tentu beliau mendengar salam yang diucapkan umatnya (saat berziarah). Pada hadits pertama menggunakan lafadh “disampaikan” (ma’ ruudlatun) yang maknanya bahwa beliau tidaklah mendengar secara langsung shalawat yang diucapkan umatnya untuk beliau. Namun shalawat tersebut sampai melalui perantaraan malaikat sebagaimana disebutkan secara jelas dalam hadits kedua.
Peringatan : Ada hadits yang digunakan untuk menyatakan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendengar dari dalam kuburnya : ﻣﻦ ﺻﻠﻰ ﻋﻠﻲ ﻋﻨﺪ ﻗﺒﺮﻱ ﺳﻤﻌﺘﻪ ، ﻭﻣﻦ ﺻﻠﻰ ﻋﻠﻲ ﻧﺎﺋﻴﺎ ﻭﻛﻞ ﺑﻬﺎ ﻣﻠﻚ ﻳﺒﻠﻐﻨﻲ...... “Barangsiapa yang bershalawat kepadaku dari sisi kuburku maka aku mendengarnya dan barangsiapa bershalawat dari jauh maka semuanya itu akan disampaikan malaikat kepadaku”. Ini adalah hadits palsu sebagaimana diterangkan oleh Syaikhul-Islam dalam Majmu’ Al-Fataawaa 27/241 dan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Adl-Dla’iifah 1/366-369 no. 203. Beberapa dalil di atas menunjukkan keumuman orang mati tidak dapat mendengar. Ia hanya bisa mendengar pada saat-saat khusus saja (takhshiish) seperti hadits sumur Badr, dan juga hadits sandal sebagai berikut : ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ، ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ : )ﺍﻟﻌﺒﺪ ﺇﺫﺍ ﻭﺿﻊ ﻓﻲ ﻗﺒﺮﻩ ﻭﺗﻮﻟﻲ ﻭﺫﻫﺐ ﺃﺻﺤﺎﺑﻪ، ﺣﺘﻰ ﺇﻧﻪ ﻟﻴﺴﻤﻊ ﻗﺮﻉ ﻧﻌﺎﻟﻬﻢ، ﺃﺗﺎﻩ ﻣﻠﻜﺎﻥ(.... Dari Anas radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersabda : “Seorang hamba (yang mati) baru saja diletakkan dikuburnya dan ditinggalkan oleh keluarganya, hingga ia ia mendengar langkah kaki sandal mereka (yang sedang beranjak pulang), yang kemudian dua orang malaikat mendatanginya…” [ Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1338, Muslim no. 2870, Abu Dawud no. 3231, dan yang lainnya].
Kesemuanya itu (berikut hadits- hadits yang semisal) merupakan bentuk takhshiish ‘alal-‘aam – sebagaimana ma’ruf diketahui dalam ilmu ushul.
Sekaligus satu bentuk pemahaman yang komprehensif terhadap beberapa nash yang kelihatannya saling bertentangan. Inilah pendapat jumhur ulama.
Wallaaahu a’lam. Semoga ada manfaatnya. Abu Al-Jauzaa’