INGATLAH, WAKTU NYA SUDAH DEKAT . Berlandaskan firman dibawah ini, mari kita renungkan maksud dan tujuan hidup ini, melalui sebuah sarana, yang barangkali dapat mengimbangi gerak langkah hidup kita di dalam mengarungi hiruk-pikuknya bahtera dunia ini. mudah-mudahan dapat sedikit memotifasi diri kita semua di dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt, yaitu melalui sarana “MENGINGAT MATI”. Firman Allah SWT: “Ingatkanlah olehmu, sesungguhnya peringatan itu sangat bermanfaat bagi orang- orang yang beriman” (Adzdzaariyaat: 55) | Hidup hanyalah tempat persinggahan sementara.
Adapun kematian, sesungguhnya merupakan awal kehidupan manusia yang kekal dan abadi. Nabi Saw bersabda: “Aku dan dunia bagaikan seseorang yang tengah mengadakan perjalanan di suatu hari yang panas, lalu berteduh sejenak di bawah rindangnya sebuah pohon, lantas pergi meninggalkan pohon itu untuk melanjutkan kembali perjalanan panjang”. (HR. Ibnu Mâjah dan Ahmad). Allahpun berfirman: “Kehidupan di dunia ini bagaikan permainan dan senda gurau belaka. Sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang- orang yang bertakwa. Apakah kamu tidak berpikir?” (QS.6 Al- Anâm: 32) Begitu jelas makna hadis dan ayat tadi. Logikanya, kalau kehidupan ini bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya persinggahan sementara untuk sebuah perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan, maka bekal apakah yang seharusnya kita siapkan untuk sebuah perjalanan yamg maha panjang tersebut? Di antara hal yang dapat memotivasi diri kita untuk mempersiapkan bekal tersebut dengan sebaik-baiknya adalah memperbanyak mengingat mati.
Nabi Saw bersabda: “Perbanyakkanlah mengingati mati, niscaya kalian akan dapat menyepelekan kelezatan dunia”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah) Kalaulah kita bersedia untuk selalu mengejar harta, pangkat dan jabatan yang hanya sementara, bahkan belum tentu semua itu dapat kita rasakan, mengapa kita tidak bersedia untuk mempersiapkan diri kita kepada hal yang sudah pasti akan kita rasakan. Bukankah kenyataan hidup selama ini mengatakan, bahwa umur manusia ada akhirnya ? Bukankah Allah Swt sudah jelas- jelas berfirman: “Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati” (Ali Imran: 185) Tidak ada yang bisa menahan dan menghalanginya. “Jika telah datang ajalnya, maka tidak dapat diakhirkan atau dimajukan, walaupun hanya sesaat” (An-Nahl: 61) | Suatu hari nabiyullah Yakub As berjumpa dengan malaikat pencabut nyawa, Izrail As. Beliau menginginkan di saat ajalnya sudah mendekat, agar diberitahu terlebih dahulu sebelumnya, sehingga menjadi lebih siap di dalam menghadapi sakaratul maut yang akan dia hadapi. Oleh karenanya, Nabiyullah Ya’kub meminta malaikat pencabut nyawa, untuk mengirimkan utusannya terlebih dahulu sebelum dicabut nyawanya.
Suatu ketika, di saat malaikat maut datang menjemput Nabi Yakub As untuk mencabut nyawanya, beliau bertanya, “Bukankah dulu pernah aku bilang kepadamu untuk dikirimkan utusan terlebih dahulu sebelum engkau mencabut nyawaku?“ Malaikat maut menjawab, “Demi Allah, telah banyak utusanku datang memberi peringatan kepadamu wahai nabiyallah” Dengan agak heran nabi Yakub berkata, “Aku tidak pernah tahu dan tidak pernah mengenalnya?“ Malaikat maut pun menjawab, “Bukankah telah datang utusanku berupa sakit, uban, pendengaran berkurang dan penglihatan yang mulai kabur?“ | Abu Dzar meriwayatkan, bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda, “Berziarah kuburlah kalian, karena dia dapat mengingatkan kamu kepada akhirat. Mandikanlah orang mati karena mengurus orang mati dapat menjadi peringatan yang cukup mendalam bagimu. Shalatkanlah jenazah karena ia dapat menyedihkan hati kamu“ Sedangkan orang yang bersedih karena Allah Swt, berarti dia bersedia untuk melaksanakan amal kebajikan. |
SAKITNYA SAKARATUL MAUT Mengenai sakitnya sakaratul maut, ada sebuah kisah yang diriwayat kan oleh Ikrimah dari Ibnu Abbas Ra: Suatu ketika, pernah Nabi Ibrahim As berdialog dengan Malaikat Maut tentang sakaratulmaut. Khalilullah ini bertanya, “Dapatkah engkau memperlihatkan rupamu kepadaku saat engkau mencabut nyawa manusia yang gemar berbuat dosa?” Malaikat menjawab pendek: “Engkau tidak akan sanggup.” “Aku pasti sanggup,” tegas nabi Ibrahim. “Baiklah, berpalinglah dariku,” pinta si Malaikat. Saat Nabi Ibrahim as berpaling kembali, di hadapannya telah berdiri sesosok makhluk berkulit legam dengan rambut berduri, berbau teramat busuk, dan berpakaian serba hitam. Dari hidung dan mulutnya tersembur jilatan api. Seketika itu pula Nabi Ibrahim as jatuh pingsan! Ketika tersadar kembali, beliau pun berkata kepada Malaikat Maut, “Wahai Malaikat Maut, seandainya para pendosa itu hanya diperlihatkan keburukan rupamu saja di saat kematiannya, niscaya itu sudahlah cukup sebagai hukuman atasnya.” Dari beberapa riwayat, selain nabi Ibrahim As, nabi Idris, dan Daud , Nabi Isa as juga pernah dihadapkan pada fenomena penampakan Malaikat Maut.
Kesimpulan dari semua itu, bahwa sakaratulmaut belum seberapa bila dibandingkan dengan sakaratulmaut itu sendiri. Sakaratul maut adalah sebuah ungkapan untuk menggambarkan rasa sakit yang menyerang inti jiwa manusia dan menjalar ke seluruh bagian tubuh, sehingga tak satu pun bagian badan yang terbebas dari rasa sakit itu. Malapetaka paling dahsyat di kehidupan paripurna manusia ini, memberi rasa sakit yang berbeda-beda pada setiap orang, tergantung amal dan ibadahnya. Untuk menggambarkan rasa itu, pernah Rasulullah S.A.W berkata: “Kematian yang paling mudah adalah serupa dengan sebatang duri yang menancap di selembar kain sutera.
Lantas Nabi bertanya, apakah duri itu dapat terambil begitu saja tanpa membawa bagian sutera yang koyak?” Pada kesempatan lain Nabi Saw bersabda: “Sakitnya sama dengan tiga ratus tusukan pedang.” | Diriwayatkan, ketika ruh Nabi Ibrahim as akan dicabut, Allah SWT bertanya kepada Ibrahim: “Bagaimana engkau merasakan kematian wahai khalilullah (khalilullah berarti sahabat Allah)?“ Beliau menjawab, “Seperti sebuah pengait yang dimasukkan ke dalam gumpalan bulu basah yang kemudian ditarik.” “Yang seperti itulah, sudah Kami ringankan atas dirimu,” kata Allah Swt. Rasulullah S.A.W sendiri menjelang akhir hayatnya berucap: “Ya Allah ringankanlah aku dari sakitnya sakaratul maut” berulang hingga tiga kali. Padahal telah ada jaminan dari Allah SWT bahwa beliau akan masuk surga. Mari kita bandingkan tingkat keimanan dan keshalehan beliau dengan diri kita, yang hanya manusia biasa ini. |
PROSES SAKARATUL MAUT Bagaimanakah sebenarnya proses sakaratul maut itu telah berlaku pada manusia? Dalam hal ini baginda Rasullullah Saw telah memberitahukan kita: Apabila telah sampai ajal seseorang, maka akan masuklah satu kumpulan malaikat ke dalam lubang- lubang kecil di dalam badannya, lalu mereka menarik rohnya melalui kedua telapak kakinya hingga sampai kelutut. Setelah itu datang sekumpulan malaikat yang lain, masuk untuk menarik roh dari lutut hingga sampai ke perut, kemudian mereka pun keluar. Datang lagi satu kumpulan malaikat yang lain masuk dan menarik rohnya dari perut hingga sampai ke dada, setelah itu mereka pun keluar.
Dan akhir sekali, datang lagi satu kumpulan malaikat masuk dan menarik roh dari dadanya hingga sampai ke kerongkong, itulah yang dinamakan dengan saat nazak orang tersebut. Rasullullah S.A.W. melanjutkan: “Jika orang yang nazak itu orang beriman, maka malaikat Jibril A.S. akan menebarkan sayapnya yang kanannya sehingga orang yang nazak itu dapat melihat kedudukannya di syurga. Di saat orang yang beriman itu melihat syurga, dia akan lupa kepada orang yang berada disekelilinginya, akibat kerinduannya yang teramat sangat kepada syurga, dia melihat terus apa yang dilihatnya pada sayap Jibril As.“ Adapun, jika orang yang nazak itu orang munafik, maka Jibrail As. akan menebarkan sayap kirinya. Maka orang yang nazak itu dapat melihat kedudukannya di neraka dan dalam masa itu orang itu tidak lagi melihat orang disekelilinginya, akibat terlalu takutnya dia melihat neraka yang akan menjadi tempat tinggalnya kelak. Ketika ruh manusia telah keluar dari jasadnya, berarti dia telah memasuki alam baru, bukan alam dunia lagi melainkan alam Barzah, alam pemisah antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat, menunggu hari perhitungan. Rasulullah Saw bersabda: “Kuburan adalah awal kehidupan akhirat. Jika seseorang selamat daripadanya, maka kehidupan setelahnya menjadi lebih mudah.
Namun, jika ia tidak selamat daripadanya, maka kehidupan setelahnya lebih mengerikan.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad) Umar bin Abdul Aziz rahimahullah suatu hari menasehati para sahabatnya, beliau berkata: Jika kalian melewati kuburan, lihatlah… betapa sempitnya rumah-rumah mereka sekarang.
Tanyakan kepada orang- orang kaya mereka, masih tersisakah harta mereka? Tanyakan pula kepada orang-orang miskin di antara mereka, masih tersisakah kemiskinan mereka? Tanyakan tentang lisan yang dengannya mereka berbicara, sepasang mata yang dengannya mereka melihat indahnya pemandangan?.
Tanyakan pula tentang kulit-kulit nan lembut dan wajah-wajah cantik jelita, tubuh-tubuh yang halus- mulus, apa yang diperbuat oleh ulat-ulat di balik kain kafan mereka?
Lisan-lisan itu telah hancur, wajah-wajah cantik jelita itu telah dimakan ulat, anggota badan mereka telah terpisah-pisah berserakan. Lalu di mana pelayan- pelayan mereka yang setia? Di mana tumpukan harta dan sederetan pangkat mereka?
Di mana rumah-rumah gedong mereka yang banyak dan menjulang tinggi? Di mana kebun-kebun mereka yang rindang dan subur?
Di mana pakaian-pakaian mereka yang indah dan mahal?
Di mana kendaraan- kendaraan mewah kesukaan mereka? Bukankah mereka kini berada di tempat yang sangat sunyi? Bukankah siang dan malam bagi mereka sama saja?
Bukankah mereka berada dalam kegelapan?
Mereka telah terputus dengan amal mereka. Mereka telah berpisah dengan orang-orang yang sangat mereka cintai, dengan harta yang mereka puja-puja, dengan gaya hidup yang mereka banggakan. Orang-orang yang mereka cintai tidak mau ikut bersamanya, harta yang mereka tinggalkan malah akan menjadi beban jika digunakan bukan di jalan yang Allah ridhai. Ketika itu, yang masih bermanfaat hanyalah tiga: shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anaknya yang shaleh yang mendo’akan dirinya.” | Demikianlah nasehat dari Umar bin Abdul Aziz. Muhammad bin Shabih berkata, “Telah sampai berita kepada kami, bahwa manakala seseorang telah diletakkan di kuburannya, lalu disiksa atau mendapatkan sesuatu yang dibenci, tetangga kuburnya dari orang-orang yang telah meninggal sebelumnya berkata kepadanya,“ Wahai pendatang baru, tidakkah engkau mengambil pelajaran dari kami? Tidakkah engkau merenungkan kematian kami yang mendahuluimu? Bukankah engkau mengetahui bahwa amal kami telah terputus, sementara engkau masih diberi waktu? Mengapa tidak engkau kejar apa yang tidak diperoleh oleh saudara- saudaramu ini? Relevan dengan firman Allah Swt: “Hingga datanglah kematian kepada salah seorang dari mereka, dia berkata: ya tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat amal shaleh dari apa yang telah aku tinggalkan (dahulu). Sekali-kali tidak. Itu hanyalah omongan belaka (yang tidak bermanfaat) dan di hadapan mereka ada dinding pembatas sampai hari mereka dibangkitkan.” (Al-Mu’minun: 99-100) |
SEBAB-SEBAB SIKSA KUBUR Disebutkan oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziah rahimahullah ta’ala, bahwa siksa kubur itu ditimpakan karena berbagai macam dosa dan maksiat, di antaranya adalah:
1. Adu domba dan menggunjing.
2. Tidak bersuci (cebok) setelah buang air kecil.
3. Shalat dalam keadaan tidak suci (kotor).
4. Berdusta.
5. Lalai dan malas dalam mengerjakan shalat. 6. Tidak mengeluarkan zakat. 7. Berzina.
8. Mencuri.
9. Berkhianat.
10. Menfitnah sesama umat Islam.
11. Makan riba.
12. Tidak menolong orang yang dizhalimi.
13. Minum khamar (kalau jaman sekarang seperti: minum sempain, ngeplay, ngegele, sabu-sabu, ekstasy dan sejenisnya).
14. Memanjangkan kain hingga di bawah mata kaki (menyombongkan diri).
15. Membunuh.
16. Mencaci sahabat Nabi.
17. Mati dalam keadaan membawa bid’ah. |
YANG MENYEBABKAN SELAMAT DARI SIKSA KUBUR Adapun kiat agar kita tidak terkena siksa kubur, Imam Ibnu Qayyim memberitahukan sebagai berikut: sebab-sebab kita di seselamatkan dari siksa kubur adalah dengan menjauhkan berbagai macam maksiat dan dosa. Untuk itu, Ibnu Qayyim menganjurkan, hendaknya setiap muslim melakukan perhitungan atas dirinya setiap hari, tentang apa saja dosa dan kebaikan yang telah dilakukannya pada hari itu. Setelah itu, ia memperbaharui taubatnya kepada Allah setiap hari, terlebih di saat ia hendak tidur malam.
Jika ia meninggal dunia pada malam itu, maka ia meninggal dalam keadaan telah bertaubat. Jika ia bangun dari tidurnya, ia bersyukur karena ajalnya masih ditangguhkan. Dengan demikian, ia masih diberi kesempatan beribadah kepada Rabbnya dan mengejar amal yang belum dilakukannya. Imam Ibnu Qayyim menambahkan, “sebelum tidur, hendaknya pula dia berada dalam keadaan berwudhu, senantiasa mengingat Allah dan mengucapkan dzikir-dzikir yang disunnahkan Nabi saw sampai ia tidur atau tertidur. Jika seseorang dikehendaki kebaikan oleh Allah, niscaya dia akan diberi kekuatan untuk melakukannya.
Kemudian Ibnu Qayyim rahimahullah menyebutkan beberapa ketaatan yang bisa menyelamatkan kita dari siksa kubur, di antaranya adalah:
1. Rajin beribadah dan taat kepada Allah Swt dengan ikhlas.
2. Mati syahid di jalan- Nya.
3. Membaca surat Al-Mulk.
4. Meninggal karena sakit, dan terakhir:
5. Meninggal dunia pada hari Jum’at. Mati Tidak Perlu Ditakuti Melainkan Sebagai Motifasi Hidup Betapa pun sakitnya sakaratul maut.
Kematian, semestinya tidak menjadi sesuatu yang perlu ditakuti, tapi sebaliknya harus senantiasa dirindukan. Jika sesuatu itu begitu dirindukan, logikanya, berarti ingin segera bertemu. Kalau ingin bertemu berarti dia sudah menyiapkan dirinya dengan bekal amal ibadah di dunia ini. “Barangsiapa membenci pertemuan dengan Allah, maka Allah akan benci bertemu dengannya,” demikian sabda Rasulullah Saw. “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Allah swt, maka dia harus berbuat baik”. (Al Kahfi: 110). | Husnul Khotimah, adalah sebuah karunia Allah SWT yang khusus diberikan kepada manusia istimewa.
Tidak ada ceritanya dalam hidup ini istilah “Muda foya-foya, tua kaya raya, dan mati masuk surga” Husnul khotimah itu seperti hadiah untuk manusia, atas upaya manusia yang sungguh- sungguh di dalam menjalankan tugas hidup di dunia ini. “Seperti mahasiswa yang belajar mati-matian, lalu lulus dengan predikat summa cum laude.” Jadi kita jangan pernah berpikir bagaimana supaya kita bisa mendapatkan Husnulkhotimah terlebih dulu, tanpa amal nyata. “Kata-kata mati, harusnya mampu kita hadirkan dalam hati kita setiap hari,” Sabda Rasulullah yang menyatakan, bahwa dengan sering-sering mengingat mati menjadikan seseorang menjadi makhluk yang produktif, cermat, dan selektif, adalah benar adanya. Ini karena setiap pekerjaan yang dilakukannya dianggap sebagai pekerjaan terakhirnya.
Karena maut bisa datang kapan dan di mana saja. Kalaulah kita selalu mengejar harta, pangkat dan jabatan yang hanya sementara, bahkan apa yang telah kita raih dari harta, pangkat dan jabatan tersebut, hanyalah segelintir saja yang mampu kita rasakan dan nikmati, sebatas yang bisa masuk ke dalam perut dan kebutuhan pribadi kita. Lalu : Mengapa kita tidak bersedia untuk mempersiapkan diri kita kepada hal yang pasti akan kita rasakan. Mengapa kita tidak bersedia menjadikan harta, pangkat dan jabatan yang telah kita raih, untuk bekal di akhirat kelak? Mengapa kita tidak bersedia menjadikannya sebagai sarana untuk memperoleh ridha Allah Swt? Sedangkan perjalanan akhirat sangatlah panjang dan kekal abadi, sebelum datang penyesalan, karena penyesalan tidak akan mungkin datang lebih dahulu. Allah Swt berfirman: “Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya.
Lari dari Ibu Bapaknya. Lari dari isteri dan anaknya. Pada hari itu, setiap orang sibuk dengan urusannya masing-masing“ | Semoga Allah Swt berkenan untuk menjadikan kita termasuk kepada orang-orang yang tidak kikir di dalam menafkahkan harta, pangkat dan jabatan di jalan Allah Swt. Karena amal ibadah semacam ini pada hakikatnya adalah untuk kebahagiaan diri kita sendiri. |
By: •• Sahabat Cinta Berbagi Ilmu